Liputan6.com, Pekanbaru - Pengelolaan kebun sawit seluas 500 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) masuk dalam bidikan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Lahan yang awalnya milik masyarakat adat itu diduga telah merugikan negara karena pembangunan perkebunan sawit tersebut menggunakan uang daerah.
Dari tahun 2002 hingga 2012, ada miliaran rupiah uang daerah dengan dalih belanja modal itu digelontorkan. Perkebunan yang awalnya diperuntukkan menambah pendapatan daerah tersebut, uangnya hingga kini tidak pernah masuk ke kas Pemerintah Kabupaten Kuansing.
Baca Juga
Advertisement
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau Imran Yusuf menjelaskan, perkara ini masih tahap penyelidikan. Hanya sudah memasuki tahap akhir karena penyelidik sudah melakukan pra ekspose atau pemaparan awal ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau.
"Pra ekspose dua pekan lalu sudah nampak ada kesepahaman antara tim penyelidik dengan kawan-kawan auditor, ada beberapa hal yang diminta auditor untuk lebih dikuatkan sebelum perkara naik ke tahap penyidikan," ujar Imran, Selasa siang, 4 Juli 2023.
Imran menjelaskan, Pemkab Kuansing dari 2002 hingga 2012 menggelontorkan hingga Rp16 miliar uang daerah guna membangun kebun sawit. Luas lahan sekitar 500 hektare yang disebut sebagai milik adat.
Ninik mamak atau pemuka ada menyerahkan lahan itu ke pemerintah agar dikelola. Ninik mamak takut lahan itu akan diambil oleh provinsi tetangga karena letaknya di perbatasan.
"Ada ketakutan lahan itu nantinya dirambah oleh kabupaten dari provinsi lain, sehingga dengan kebun itu ada ketegasan batas," kata Imran.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sudah Panen
Imran menyebut kebun 500 hektare itu terealisasi. Pemkab Kuansing berharap panen dari perkebunan itu menambah pendapatan asli daerah.
"Ternyata dalam perjalanan, dalam pengelolaannya tidak ada penambahan PAD, sekarang kebun itu tidak jelas pengelolaannya," kata Imran.
Hasil penelusuran penyelidik, kebun itu dikelola oleh sekelompok orang. Kebun tersebut menghasilkan tetapi uangnya tidak pernah disetorkan ke daerah.
"Pencatatan asetnya untuk tanah belum tercatat, yang tercatat sebagai aset itu pohon sawitnya," terang Imran.
Advertisement