Liputan6.com, Jakarta Kenaikan harga rumah subsidi bakal turut berdampak terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR). Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menegaskan, lonjakan harga itu pastinya akan menghambat pengajuan kredit properti untuk KPR.
"Sudah barang tentu, kenaikan harga rumah subsidi bisa menekan pertumbuhan KPR," ujar Paul kepada Liputan6.com, Selasa (4/7/2023).
Advertisement
Tak hanya KPR, ia menilai pertumbuhan kredit properti untuk kredit pemilikan apartemen (KPA) hingga kredit real estate bakal ikut terganggu. Itu bisa terjadi jika lonjakan harga rumah subsidi diikuti kenaikan suku bunga KPR.
"Bahkan ketika kenaikan harga rumah bersubsidi itu ditambah kenaikan suku bunga KPR (jika ada) karena kenaikan suku bunga acuan BI (BI 7 day repo rate), bisa menekan pertumbuhan kredit properti," ungkapnya.
Adapun kenaikan harga rumah subsidi ditentukan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Kepmen PUPR tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut aturan itu, Kenaikan harga jual rumah umum tapak telah mempertimbangkan adanya kenaikan harga bahan bangunan dan lahan, serta keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah.
Daftar Batas Harga Jual Rumah Subsidi
Berikut batasan harga jual tertinggi rumah subsidi sesuai aturan terbaru:
- Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Rp 162 juta (2023), Rp 166 juta (2024).
- Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu): Rp 177 juta (2023), Rp 182 juta (2024).
- Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas): Rp 168 juta (2023), Rp 173 juta (2024).
- Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu: Rp 181 juta (2023), Rp 184 juta (2024).
- Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan: Rp 234 juta (2023), Rp 240 juta (2024).
Dampak Kenaikan Harga Bangunan
Secara umum, diterbitkannya aturan ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan rumah (availability) dalam upaya mengurangi backlog kepemilikan rumah, meningkatkan akses pembiayaan (accessibility) bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni (affordability).
Kemudian, untuk menjaga keberlangsungan keberlanjutan program pembiayaan perumahan (sustainability), serta upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap kualitas rumah subsidi yang dibangun oleh pengembang perumahan agar tetap memenuhi standar rumah layak huni.
Kepmen PUPR ini merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Kenaikan harga jual rumah umum tapak telah mempertimbangkan adanya kenaikan harga bahan bangunan dan lahan, serta keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah.
Advertisement
Batas Harga Rumah Subsidi Bebas PPN Naik, Jadi Berapa?
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan aturan baru mengenai batas harga rumah subsidi bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dalam beleid PMK 60/PMK.010/2023, Kemenkeu mengatur batasan harga rumah subsidi jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi Rp 162 juta sampai dengan Rp 234 juta untuk 2023.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebutkan rentang harga rumah subsidi bebas PPN berkisar Rp 166 juta hingga Rp 240 juta untuk masing-masing zona.
“Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” kata Febrio Kacaribu melansir Antara, Senin (19/6/2023).
Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp 150,5 juta sampai dengan Rp219 juta.
Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
Fasilitas pembebasan PPN tersebut ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ditargetkan oleh pemerintah.
Selain itu, fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penyerahan Asrama Mahasiswa
Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, pemda dan/atau pusat.
Terakhir, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi tersebut bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5 persen.
Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp 187 juta hingga Rp 270 juta.
Advertisement