Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia memastikan akan terus menjalankan kebijakan larangan ekspor nikel. Hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia saat menanggapi rekomendasi dari Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mengenai menghapus kebijakan larangan ekspor nikel secara bertahap.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Intan Fauzi mendukung sikap Bahlil bahwa Indonesia tidak boleh diintervensi oleh lembaga ataupun institusi global terkait dengan kebijakan yang dijalankan negaranya sendiri.
Advertisement
Politikus PAN ini menegaskan, hilirisasi sebagai strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah komoditas merupakan kunci dalam industrialisasi. Bukan hanya di sektor pertambangan, melainkan juga di sektor kehutanan dan kelautan.
"Apa sih tujuan dari kebijakan hilirisasi itu? Kerangka besarnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui kebijakan itu, berbagai komoditas yang diekspor tidak lagi berupa bahan baku mentah, tetapi barang setengah jadi atau barang jadi," kata Intan dalam keterangannya, Selasa (4/7/2023).
Menurut dia, ikap tegas pemerintah yang tidak pengaruh dengan permintaan IMF patut didukung demi kedaulatan negara.
Indonesia sebagai negara merdeka harus memiliki kedaulatan dalam mengelola sumber daya alam. Terlebih Indonesia saat ini sedang fokus menciptakan energi baru terbarukan
“Karena bagaimanapun kedaulatan negara kita tentang perdagangan khususnya dalam mengelola sumber daya alam, mutlak kedaulatan negara kita. Oleh karena itu kita akan memberikan dukungan secara politis kepada pemerintah soal kebijakan hilirisasi untuk semua sumber daya alam,” ungkap Intan.
“Oleh karena itu, kita dukung pemerintah dalam hal ini Menteri Bahlil Lahadalia melakukan upaya semaksimal mungkin memperkuat argumennya, pemerintah memberikan argumen objektifnya terhadap masalah tersebut,” pungkasnya.
Menteri Bahlil Tak Ingin Mengulang Kesalahan Masa Lalu
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menjelaskan, jika melihat ke belakang, sebelumnya pada saat diterpa krisis moneter tahun 1998 Indonesia mendapatkan rekomendasi dari IMF terkait pemulihan perekonomian.
IMF merekomendasikan agar industri-industri di dalam negeri ditutup, bansos juga ditutup sehingga daya beli masyarakat lemah, bunga kredit dinaikkan maka hampir semua pengusaha kolaps, kredit-kredit macet asetnya diambil. Namun, hasil yang didapat justru pemulihan ekonomi Indonesia sangat lambat.
"IMF tahun 1998 ketika terjadi krisis ekonomi merekomendasikan resep untuk ekonomi kita. Apa yang terjadi negara kita lambat untuk menuju kepada pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam Konferensi Pers Kebijakan dan Implementasi Hilirisasi sebagai Bentuk Kedaulatan Negara, Jumat (30/6/2023).
Saat ini IMF malah meminta Pemerintah Indonesia untuk menghapus kebijakan pelarangan ekspor nikel. Bahlil menegaskan, pihaknya tidak akan terjebak dengan rekomendasi IMF lagi. Bahkan, dia menduga ada maksud lain.
"Dia (IMF) sudah pernah menjadikan kita sebagai pasien yang gagal diagnosa. Apakah kita mengikuti dokter yang sudah menjadikan kita di ruang rawat inap tapi kita dimasukkan ke IC? Ibarat sakit, kita yang tadinya tidak perlu operasi total malah dioperasi, dan begitu operasi, operasinya malah gagal," ujarnya.
Advertisement