Liputan6.com, Jakarta - RUU Kejahatan Ekonomi dan Transparansi Perusahaan Inggris, yang akan membantu lembaga penegak hukum menyita dan membekukan kripto semakin dekat untuk disahkan oleh majelis tinggi Parlemen.
Regulator Inggris tidak mengubah aspek kripto dari RUU tersebut. Selama proses sebelumnya RUU sempat diubah untuk memastikan langkah-langkah yang diperluas ke kasus terorisme dan langkah-langkah mengidentifikasi kripto yang terkait dengan kejahatan.
Advertisement
Amandemen juga ditambahkan untuk memastikan pengadilan dapat meminta pihak berwenang untuk menyita dan membekukan kripto yang digunakan untuk kejahatan.
Pada Maret 2023, pemerintah Inggris mengatakan memerangi penyalahgunaan kripto adalah bagian dari agenda kejahatan ekonomi tiga tahun. Negara tersebut telah memperkenalkan penasihat taktis kripto ke departemen kepolisian nasional untuk membantu mengidentifikasi dan menyita aset digital yang terkait dengan kejahatan.
Direktur jenderal Badan Kejahatan Nasional Inggris, Graeme Biggar mengatakan penjahat domestik dan internasional selama bertahun-tahun telah mencuci hasil kejahatan dan korupsi mereka dengan menyalahgunakan struktur perusahaan Inggris, dan semakin banyak menggunakan cryptocurrency.
"Reformasi ini yang sudah lama ditunggu dan disambut baik akan membantu kita menindak keduanya,” kata Biggar dikutip dari CoinDesk, Rabu (5/7/2023).
Persetujuan dari kerajaan Inggris berarti RUU tersebut akan dikembalikan ke House of Commons untuk tahap akhir sebelum disahkan menjadi undang-undang. Setelah kedua majelis menyetujui dokumen tersebut, raja harus menandatanganinya menjadi undang-undang.
Penjualan NFT Juni 2023 Turun 4,3 Persen, Apa Penyebabnya?
Sebelumnya, data dari cryptoslam mengungkapkan penjualan NFT pada Juni 2023 mengalami sedikit penurunan 4,3 persen dibandingkan Mei. Pada Juni, total penjualan tercatat USD 707,70 juta atau setara Rp 10,6 triliun (asumsi kurs Rp 15.032 per dolar AS). Sedangkan pada Mei penjualan mencapai USD 739,50 atau setara Rp 11,1 triliun.
Dilansir dari Bitcoin.com, Senin (3/7/2023), penjualan NFT Ethereum mencapai USD 452 juta atau setara Rp 6,7 triliun ini merupakan lebih dari 63 persen dari keseluruhan penjualan untuk bulan tersebut, menunjukkan peningkatan 7,89 persen dari penjualan NFT berbasis ETH bulan sebelumnya.
Di antara 22 jaringan berbeda, Bitcoin muncul sebagai blockchain kedua tertinggi dalam hal penjualan. Pada Juni, penjualan NFT berbasis BTC berjumlah USD 110,30 juta atau setara Rp 1,6 triliun, mewakili 15,60 persen dari total penjualan.
Namun, ada penurunan signifikan sebesar 42,36 persen dalam penjualan NFT yang berpusat pada Bitcoin dibandingkan dengan angka bulan sebelumnya. Di sisi lain, penjualan NFT berbasis Solana menyaksikan lonjakan yang luar biasa, melonjak 65 persen lebih tinggi dari penjualan bulan sebelumnya, mencapai USD 70,42 juta atau sekitar Rp 1 triliun.
Dari segi koleksi NFT, Bored Ape Yach Club (BAYC) mencatatkan penjualan USD 49,76 juta atau setara Rp 747,9 miliar, naik 28,20 persen lebih tinggi dari penjualan BAYC pada Mei.
Tiga koleksi teratas berikutnya setelah penjualan Uncategorized Ordinal NFT dan BAYC NFT adalah Azuki, Azuki Elemental, dan SMB Barrel Raffle. Di antara lima penjualan NFT dengan harga tertinggi di bulan Juni, empat dari lima adalah NFT berbasis BTC.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
3 Kali Harga Bitcoin Gagal Tembus Rp 465 Juta, Bagaimana Prospek Kuartal III 2023?
Sebelumnya, pergerakan pasar kripto cenderung bergerak sideways atau datar pada awal Juli 2023. Berdasarkan analisis teknikal, Bitcoin masih berada level psikologis terkuatnya saat ini dan di atas Moving Average (MA) 50 pada harga USD 30.000 atau setara Rp 450,9 juta (asumsi kurs Rp 15.030 per dolar AS).
Trader Eksternal Tokocrypto, Fyqieh Fachrur mengatakan, kondisi yang cukup stabil dan bisa dianggap sebagai tanda positif untuk menutup Juni 2023. Namun, yang perlu diperhatikan adalah Bitcoin sudah tiga kali mencoba menembus batas USD 31.000 atau setara Rp 465,9 juta dan gagal.
Kejadian tersebut biasanya membuat para pelaku pasar mulai merasa pesimis. Mereka mungkin akan menduga bahwa Bitcoin akan turun, dan ini adalah reaksi yang wajar mengingat situasi tersebut.
“Analisis ini menunjukkan pasar Bitcoin masih dalam kondisi yang cukup stabil, meski ada beberapa ketidakpastian,” kata Fyqieh dalam analisis harian, Senin (3/7/2023).
Sentimen Makro Ekonomi
Fyqieh menambahkan, sentimen penggerak minggu ini pun cenderung netral tidak akan banyak berpengaruh ke pasar. Pasar sedang berada dalam kondisi wait and see. Hal ini terjadi setelah mereka menyaksikan drama dari Securities and Exchange Commission (SEC) yang menyebutkan ETF Bitcoin BlackRock dan Fidelity tak jelas pada pekan lalu.
Meskipun, Fidelity, VanEck, Invesco telah mengajukan ulang ETF Bitcoin spot ke SEC, tidak berpengaruh kuat ke pasar untuk kembali naik. Investor masih menunggu kejelasan dari respons SEC terhadap pengajuan ulang tersebut. Sementara harapan SEC untuk menyetujui setidaknya satu aplikasi ETF masih ada.
Sentimen Makroekonomi
Di sisi sentimen makroekonomi, ini adalah awal minggu yang sibuk. Angka PMI Manufaktur dari China dan AS akan menarik perhatian investor yang akan dirilis pada Senin waktu setempat.
“Kontraksi tak terduga di seluruh sektor manufaktur China dan AS akan menyalakan kembali kekhawatiran resesi,” jelas Fyqieh.
Kemudian, pada Kamis akan ada perilisan PMI non-manufaktur AS yang membantu memahami kondisi ekonomi dan inflasi di Amerika. Selanjutnya pada Jumat akan ada perilisan data NFP (nonfarm payrolls) AS yang akan menjadi indikator kuat untuk kebijakan suku bunga The Fed ke depannya.
Advertisement