Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki telah merilis aturan baru mengenai kepengurusan di tubuh koperasi. Melalui aturan itu, pengurus koperasi dilarang memiliki hubungan sedarah.
Alasannya, demi menghindari adanya konflik kepentingan dan menjaga tata kelola koperasi kedepannya. Aturan itu tertuang dalam Permenkop UKM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang mulai berlaku pada 27 Juni 2023.
Advertisement
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengatakan aturan larangan hubungan sedarah dan hubungan keluarga semenda ini dimaksudkan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG) dalam bisnis koperasi. Harapannya, dengan memiliki tata kelola yang baik, kepercayaan masyarakat terhadap koperasi semakin meningkat.
Dalam Pasal 50 ayat (3) aturan terbaru disebutkan, pengurus dan pengelola koperasi simpan pinjam dilarang mempunyai hubungan keluarga sedarah dan hubungan keluarga semenda sampai derajat kesatu dengan pengurus lain, pengawas, dan pengelola.
"Koperasi simpan pinjam itu menjalankan bisnis keuangan, dan bisnis keuangan adalah bisnis kepercayaan. Dalam menjaga dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat maka koperasi harus tumbuh didasarkan pada landasan-landasan yang kuat, di mana ownership dan membership memiliki hak yang sama, koperasi juga harus dikelola secara profesional, transparan, tidak boleh ada conflict of interest," kata Zabadi dalam keterangannya, Rabu (5/7/2023).
Zabadi menambahkan, larangan serupa sejatinya juga sudah diatur dalam PermenkopUKM Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang telah diterbitkan sebelumnya, yaitu Permenkop Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 dalam Pasal 4 ayat (4) dan PermenkopUKM Nomor 02/PER/M.KUKM/II/2017 dalam Pasal 3.
Aturan tentang pelarangan hubungan keluarga sedarah dan hubungan keluarga semenda ini, kata Zabadi, dimuat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.
"Dalam Pasal 8 disebutkan, mayoritas anggota direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sesama anggota direksi dan/atau dengan anggota dewan komisaris," ujar Zabadi.
Sejalan dengan OJK
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 62/POJK.03/2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga memuat aturan serupa. Dalam Pasal 64 disebutkan mayoritas anggota direksi dilarang memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota direksi; dan/atau anggota dewan komisaris.
"Aturan yang sama juga termaktub dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Undang-Undang yang lebih dikenal dengan sebutan UU P2SK ini mengatur tentang larangan hubungan keluarga sedarah dan hubungan keluarga semenda dalam Pasal 17, 38B, 58B, dan 89B," ujar Zabadi.
Zabadi menambahkan, para pengelola dan pengurus koperasi sudah sepatutnya belajar menjaga integritas sesuai prinsip koperasi sebagaimana cita-cita pendiri koperasi Bung Hatta.
"Bung Hatta adalah sosok yang paling menghindari konflik kepentingan. Ada banyak kisah yang bisa diambil dari Bung Hatta, salah satunya tentang cerita mesin jahit. Bagaimana Bung Hatta tetap melanjutkan kebijakan pemerintah tentang pemotongan nilai mata ORI (Oeang Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1," kata Zabadi.
Advertisement
Kisahnya
Kebijakan pemotongan nilai mata ORI ini berdampak pada turunnya nilai uang yang dimiliki oleh sang istri, Rahmi Rachim yang hendak membeli mesin jahit. Akibat adanya pemotongan nilai ORI, Rahmi tidak bisa membeli mesin jahit. Padahal, ia sudah menabung cukup lama untuk mewujudkan keinginannya memiliki mesin jahit.
Sebagai pejabat, Bung Hatta sebetulnya bisa memundurkan atau membocorkan penerbitan kebijakan pemotongan nilai ORI agar istrinya bisa membeli mesin jahit terlebih dahulu. Namun, upaya ini tidak dilakukan demi kepentingan yang lebih besar.
Bung Hatta meminta sang istri untuk bersabar demi kepentingan bangsa dan menyuruhnya menabung lagi agar bisa membeli mesin jahit yang diinginkannya.
Kisah itu menjadi cermin dan inspirasi bagi para pelaku gerakan koperasi di tanah air untuk mengedepankan kepentingan yang lebih besar di atas kepentingan pribadi atau keluarga/golongan.
Konsep Koperasi Multipihak
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan konsep koperasi multi pihak cocok bagi kalangan milenial yang mulai berbisnis. Konsep koperasi yang ditawarkan itu, bisa jadi modal yang cukup untuk mengembangkan bisnis secara bersama.
Menkop Teten Masduki mengungkap, koperasi multi pihak diatur dalam Peraturan Menteri Koperasi Nomor 8 Tahun 2021. Disana tertuang kalau koperasi multi pihak bisa mengembangkan industri dalam negeri dengan mengikuti tren yang berjalan saat ini, seperti sharing economy atau collaborative economy.
"Dimana pendekatan bisnis dilakukan dengan cara mengagregasi para pelaku pada semua rantai nilai industri dalam suatu bisnis dibawah wadah koperasi," kata dia dalam webinar peringatan HUT ke-71 Persatuan Insinyur Indonesia (PII), di Jakarta, Selasa (23/5/2023).
"Tentu hari ini menjadi sangat cocok untuk para kalangan milenial untuk membangun perusahaan startup-nya karena memiliki keunggulan dalam melakukan agregasi dalam berbagai modalitas dan menjadi daya ungkit bagi perusahaan," sambungnya.
Sejalan dengan itu, Menkop Teten bilang hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 juga memberikan kemudahan dalam memberdayakan koperasi dan UKM. Harapannya, mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif di lingkungan koperasi Tanah Air.
Tak hanya itu, dalam penguatan koperasi, Teten tengah menyusun revisi Undang-Undang Perkoperasian. Tujuannya, agar aturannya menjadi lebih relevan dengan kegiatan usaha yang saat ini dijalankan di Indonesia.
"Saat ini kami juga tengah mempersiapkan RUU Perkoperasian sebagai revisi atas UU 25 Tahun 1992. Harapannya dengan hadirnya UU Perkoperasian yang baru dapat memberikan ruang usaha bagi koperasi secara luas koperasi bisa bergerak dengan semua sektor lapangan usaha," paparnya.
Advertisement