Liputan6.com, Kyiv - Ukraina dan Rusia menuduh satu sama lain berencana menyerang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, salah satu yang terbesar di dunia. Namun, tidak ada pihak yang memberikan bukti yang mendukung klaim mereka.
PLTN Zaporizhzhia berlokasi di tenggara Ukraina, wilayah yang kini diduduki oleh pasukan Rusia.
Advertisement
Situs nuklir Zaporizhzhia telah menjadi fokus ketakutan sejak pasukan Rusia menguasainya pada awal invasi Rusia ke Ukraina. Sejak saat itu pula, Rusia dan Ukraina telah saling menyalahkan atas penembakan PLTN dan saling menuduh melakukan terorisme nuklir.
Pemadaman listrik rutin akibat penembakan membuat PLTN Zaporizhzhia tidak mungkin beroperasi dengan aman dan enam reaktornya telah dimatikan untuk meminimalkan ancaman bencana.
Selama setahun terakhir, Badan Pengawas Nuklir PBB (IAEA) telah berulang kali menyuarakan peringatan atas kemungkinan bencana radiasi seperti yang terjadi di Chernobyl, setelah sebuah reaktor meledak pada tahun 1986.
Ukraina baru-baru ini menuduh Rusia kemungkinan mencoba menyebabkan kebocoran yang disengaja dalam upaya menggagalkan serangan balasannya yang sedang berlangsung di sekitar wilayah Zaporizhzhia. Sebelumnya, Ukraina menuduh Rusia meledakkan Bendungan Kakhovka dengan tujuan yang sama, sebaliknya Moskow mengklaim Kyiv yang bertanggung jawab atas kehancuran bendungan itu.
Mengutip laporan intelijen terbaru, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Selasa (4/7/2023) menuduh pasukan Rusia telah menempatkan benda yang menyerupai bahan peledak di atas bebepa unit pembangkit listrik agar seolah-olah terjadi serangan dari luar.
"Ledakan (yang dipicu Rusia) seharusnya tidak merusak pembangkit listrik, namun dapat menciptakan gambaran bahwa penembakan dilakukan Ukraina," demikian analisis staf umum angkatan bersenjata Ukraina seperti dilansir AP, Kamis (6/7).
Pengawas Nuklir PBB: Kami Sangat Waspada
IAEA memiliki staf yang ditempatkan di PLTN Zaporizhzhia, yang meski dikuasai Rusia, namun masih dijalankan oleh staf Ukraina. Mereka mengawasi sistem pendingin penting dan fitur keselamatan lainnya.
Pada Mei, Rusia telah memerintahkan evakuasi ratusan warga lokal. Sementara IAEA telah gagal dalam upaya membuat kesepakatan tentang zona keamanan di sekitar pabrik.
Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi mengungkapkan bahwa inspeksi terakhir lembaganya terhadap PLTN Zaporizhzhia tidak menemukan aktivitas terkait dengan bahan peledak.
"Namun, kami tetap sangat waspada," ujar Grossi. "Seperti yang Anda tahu, ada banyak pertempuran. Saya sudah ke sana beberapa pekan lalu dan ada kontak senjata yang sangat dekat dengan PLTN, jadi kami tidak bisa santai."
Pakar IAEA dilaporkan telah meminta akses tambahan, termasuk ke sejumlah bagian sistem pendingin di PLTN untuk memastikan tidak adanya bahan peledak.
"Para ahli kami harus memverifikasi fakta di lapangan. Pelaporan independen dan objektif mereka akan membantu mengklarifikasi situasi saat ini di lokasi, yang sangat penting pada saat seperti ini, di mana kedua pihak saling tuduh," ungkap Grossi.
Grossi menegaskan bahwa PLTN tidak boleh, dalam keadaan apapun, diserang dan tidak boleh digunakan sebagai pangkalan militer.
Advertisement
Tuduhan Rusia
Di Rusia, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengungkap momok potensi provokasi "bencana" oleh militer Ukraina di PLTN Zaporizhzhia, yang merupakan PLTN terbesar di Eropa.
"Situasinya cukup tegang. Ada ancaman sabotase besar oleh rezim Kyiv, yang konsekuensinya dapat menjadi bencana besar," kata Peskov menanggapi pertanyaan wartawan tentang PLTN Zaporizhzhia.
Dia juga mengklaim bahwa Kremlin sedang melakukan "semua tindakan" untuk melawan dugaan ancaman Ukraina.
Renat Karchaa, penasihat perusahaan nuklir negara Rusia Rosenergoatom yang mengendalikan PLTN Zaporizhzhia mengatakan bahwa tidak ada dasar atas klaim Zelensky tentang plot simulasi ledakan.
"Mengapa kami membutuhkan bahan peledak di sana? (Tuduhan) tidak masuk akal tersebut ditujukan untuk mempertahankan ketegangan," kata Karchaa pada Rabu seperti dilansir Interfax.