Bisakah Kredit Bank Tumbuh 10 Persen di 2023? Ini Analisisnya

Pada Mei 2023, industri perbankan berhasil mencatat pertumbuhan kredit sebesar 9,39% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Jul 2023, 13:00 WIB
Tekanan inflasi yang stabil dan cenderung melandai, dengan suku bunga BI yang kemungkinan tidak akan berubah menjadi landasan pertumbuhan kredit. Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - penyaluran kredit perbankan diperkirakan akan tumbuh sesuai dengan target Bank Indonesia (BI). Tekanan inflasi yang stabil dan cenderung melandai, dengan suku bunga BI yang kemungkinan tidak akan berubah menjadi landasan pertumbuhan kredit.

Ekonom PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) Emil Muhamad menjelaskan, BI memperkirakan penyaluran kredit dari perbankan sepanjang tahun ini akan berada pada kisaran 10%-12%.

Pada Mei 2023, industri perbankan berhasil mencatat pertumbuhan kredit sebesar 9,39% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini, semakin menguat dari pencapaian bulan sebelumnya yang tumbuh 8% secara tahunan.

"Kredit konsumsi masih akan menjadi penopang utama penyaluran kredit di sepanjang tahun, di tengah-tengah tahun politik saat ini," papar dia dalam keterangan tertulis, Kamis (6/7/2023).

Biasanya korporasi ataupun investor menahan diri untuk melakukan ekspansi usaha sebab terdapat ketidakpastian akan perubahan kebijakan dengan adanya pemerintahan yang baru, sehingga akan mempengaruhi laju penyaluran kredit investasi dan modal kerja, tambahnya.

Kredit yang tumbuh sekitar 10% ini masih selaras dengan nominal pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal satu sebesar 12,49%. Belum terlihat adanya indikasi overheating perekonomian. Bahkan jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, bisa dipahami jika BI menjadi lebih akomodatif pada paruh kedua tahun ini.

Bank sentral siap memberikan stimulus melalui kebijakan makroprudensial berupa pemberian insentif likuiditas kepada bank-bank penyalur pembiayaan untuk sektor hilirisasi pertanian, pertambangan, perkebunan dan perikanan. Artinya, pelonggaran giro wajib minimum (GWM) untuk sektor hilirisasi tersebut berpeluang akan disesuaikan.

 


Kredit Bermasalah

Ilustrasi daftar kode bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

Bila dilihat dari perekonomian secara makro, tekanan inflasi pada paruh kedua tahun ini cenderung semakin landai, yang berdampak pada tingkat suku bunga acuan. Memang dari sisi tekanan inflasi, terbuka ruang bagi kebijakan moneter untuk memotong suku bunga, namun hal tersebut harus sangat hati-hati dilakukan sebab akan berdampak pada stabilisasi nilai tukar. Nilai tukar yang volatile akan mengganggu pelaku usaha.

Suku bunga acuan atau yang lebih dikenal sebagai BI-7day (reverse) repo rate tetap pada kisaran 5,75%, sejak Februari hingga Juni 2023, dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) per juni pada kisaran 13,06%.

Bila dibandingkan dengan tahun lalu, angka ini memang lebih tinggi namun besaran kenaikan SBDK kian melandai setiap bulannya. Hal ini akan berdampak positif bagi penyaluran kredit konsumsi sebab masyarakat pada umumnya sensitif terhadap kenaikan harga dan suku bunga.

Dengan suku bunga yang stabil, risiko kredit bermasalah juga terus memperlihatkan perbaikan. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) secara gross pada akhir Mei 2023 sebesar 2,52%, lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 3,04%.

"Dengan kondisi global yang masih penuh ketidakpastian, Indonesia mampu menjaga inflasi yang cenderung menurun, dan kredit masih memperlihatkan penguatan, sehingga tidak ada alasan khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi," papar Emil.


OJK: Jepang, Korea Selatan, dan Singapura Semangat Akuisisi Bank Lokal

Ilustrasi Bank

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membantah pandangan terkait beralihnya investor asing dari pasar keuangan Indonesia, salah satunya di sektor perbankan.

"Investor asing saya kaget nih dari mana nih (kabar) investor asing mengundurkan diri. Bahkan permintaan kepada kita dari Jepang, dari Korea Selatan, bahkan dari negara tetangga Singapura sedang meningkat untuk bisa akuisisi bank lokal misalnya," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK yang disiarkan secara daring pada Selasa (4/7/2023).

"Saya kira performance bank-bank kita secara nasional bahwa di pasar modal juga jadi penggerak utama itu industri perbankan," jelasnya.

Bahkan, dalam waktu dekat, Dian menyebut, akan ada sejumlah proses akuisisi dan merger bank di Indonesia.

"Jadi tidak ada kekurangan confidence bahkan kalau saya liat secara keseluruhan sedang memacu ekspansi kredit bank-bank asing yang ada di Indonesia pada saat ini," tegasnya.

 


Penjajakan

Ia juga mengungkapkan bahwa ada beberapa bank yang melakukan perjanjian bilateral membentuk kelompok usaha bersama (KUB).

Saat ini, OJK tengah melakukan komunikasi intensif dengan sejumlah pihak dan BPD memerlukan langkah-langkah yang bersifat breakthrough, sehingga tidak bisa mengikuti irama masing-masing bank tersebut, beber Dian.

"Yang kita sebut KUB integrasi, karena pertama saya kira kita sama-sama tahu bahwa pemenuhan modal BPD ini akan sangat tergantung APBD masing-masing, dan kelihatan sekali kalau ikuti itu akan lama sekali prosesnya," katanya.

"Oleh karena itu kita memang dalam waktu yang mudah mudahan tidak terlalu lama kita akan segera umumkan apa yang dimaksud dengan KUB terintegrasi ini sebetulnya lebih komprehensif daripada upaya-upaya yang dilakukan BPD," pungkas pejabat OJK ini.  

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya