Liputan6.com, Jakarta - Selain Hari Ciuman Sedunia, 6 Juli juga diperingati sebagai Hari Zoonosis Sedunia. Peringatan ini bertujuan menyoroti penyakit yang tadinya hanya menyerang hewan, tapi ternyata bisa menjangkiti manusia. Dalam studi oleh CDC Amerika Serikat, 60 persen penyakit menular adalah zoonotik dan setidaknya 70 persen penyakit menular yang baru muncul asalnya dari hewan.
Lalu, mengapa 6 Juli diperingati sebagai Hari Zoonosis Sedunia? Mengutip National Today, Kamis (6/7/2023), sejarahnya tak terlepas dari kiprah Louis Pasteur, seorang ahli biologi Prancis yang namanya juga diabadikan sebagai salah satu jalan di Bandung.
Advertisement
Ia berhasil memberi vaksin rabies pertama pada seorang anak laki-laki yang digigit anjing gila. Vaksin tersebut tidak hanya mencegah anak terkena rabies, tapi juga menyelamatkan hidupnya. Momen itu terjadi pada 6 Juli 1885, 138 tahun lalu, dan untuk mengenangnya, ditetapkanlah hari itu sebagai Hari Zoonosis Sedunia.
Rabies hanyalah salah satu contoh dari banyak penyakit zoonosis. Flu burung, ebola, dan flu babi adalah beberapa contoh lain yang telah ditemukan bertahun-tahun. Yang paling hangat adalah Covid-19, penyakit yang mencetuskan status pandemi global sejak 2020 hingga 2023.
Patogen zoonosis dapat berupa virus, bakteri, atau parasit, dan dapat menyebar ke manusia melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui makanan, air, atau lingkungan. Bahkan, penyakit dapat menyebar melalui spesies perantara. Itu tidak hanya berasal dari hewan liar, seperti kelelawar atau monyet, tapi juga bisa berasal dari hewan peliharaan dan hewan ternak.
Penggunaan antibiotik pada hewan yang dipelihara untuk makanan meningkatkan potensi strain patogen zoonosis yang resistan terhadap obat. Itu sebabnya hewan berperan penting dalam infeksi zoonosis. Melindungi dan mengelola kesehatan hewan yang hidup berdampingan dengan manusia sangatlah penting. Ketika kita mencegah penyakit pada hewan, kita menjaga kesehatan manusia.
Bagaimana Mencegah Penyakit Zoonosis?
Dengan banyaknya jenis penyakit zoonosis, banyak pula jenis pengobatan yang diperlukan. Sejumlah tindakan dapat membantu mencegah penyebaran penyakit zoonosis bawaan makanan, seperti pedoman perawatan hewan yang aman di industri pertanian.
Selain itu, ketersediaan akses air bersih dan pembuangan limbah yang tepat juga jadi cara efektif untuk mengurangi penyebaran penyakit. Memvaksinasi hewan peliharaan dan menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan setelah kontak dekat dengan hewan, juga dapat membantu.
Masih ada kesalahpahaman di masyarakat tentang vaksinasi hewan peliharaan di dalam rumah. Hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing, tetap perlu divaksin rabies sesuai jadwal demi keselamatan semua orang.
Pemilik ataupun mereka yang berisiko tinggi terpapar rabies, seperti dokter hewan atau penjaga satwa, juga harus lebih berhati-hati. Jangan malas melindungi diri dan hewan dengan vaksin rabies.
Perlu diketahui bahwa rabies atau penyakit zoonosis bisa dicegah 100 persen. Benua Asia dan Afrika merupakan tempat paling banyak terinfeksi penyakit zoonosis dengan puluhan ribu korban meninggal setiap tahun.
Advertisement
Korban Gigitan Anjing Rabies
Disebutkan pula bahwa anjing merupakan penyebab kematian utama akibat rabies. Kontribusinya mencapai 99 persen. Hampir setengah dari korban gigitan anjing gila adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun, yakni sekitar 40 persen. Untuk itu, perlu diketahui bahwa pertolongan pertama yang bisa dilakukan setelah terkena gigitan hewan diduga rabies adalah dengan mencuci luka menggunakan sabun dan air mengalir.
Salah satu kasus yang menimpa anak terjadi di Buleleng, Bali. Seorang bocah berusia 5 tahun meninggal dunia usai digigit anjing peliharaannya. Anjing tersebut ternyata terinfeksi rabies.
Dikutip dari kanal Regional Liputan6.com, kabar ini dibagikan akun TikTok Kadek Susiani. Dalam videonya yang viral tampak sang anak sudah pada tahap hydrophobia. Hydrophobia adalah efek rabies yang menyebabkan penderitanya takut air.
Namun, takut yang dimaksud bukan sejenis trauma, melainkan kejang yang tidak disengaja dan rasa menyakitkan di tenggorokan saat minum atau sekadar berpikir untuk minum air.
Tahap ini merupakan tahap akhir infeksi virus rabies karena bisa mengakibatkan penderitanya dehidrasi hingga kematian. Rabies merupakan infeksi virus otak dan saraf yang bisa berakibat fatal.
Di Mana Bisa Dapatkan Vaksin Rabies?
Franchise Manager Travel-Endemic Vaccines PT Kalventis Sinergi Farma, Dhimas Sagietha Hariandhana. menyatakan bahwa vaksin rabies bisa didapatkan di puskesmas, rumah sakit, dan rumah sakit penyakit infeksi, seperti RSPI Sulianti Saroso, Jakarta. Vaksin rabies juga bisa didapat di rabies center yang tersebar di seluruh Indonesia, seperti di RSUD dr. TC Hillers Maumere. Di sana, ada stok vaksin rabies meski perlu diperiksa secara berkala terkait ketersediaannya.
"Ketika virus rabies sudah masuk ke saraf pusat manusia, itu menyebabkan kematian. Tetapi bisa dicegah dengan memberikan vaksin secara langsung atau seketika setelah digigit hewan rabies," kata Dhimas, dikutip dari kanal Health Liputan6.com.
Tidak disarankan untuk menunda vaksinasi karena merasa baik-baik saja. Pasalnya, gejala rabies bisa muncul beberapa minggu setelah tergigit, tergantung pada seberapa parah gigitannya.
"Lokasi paling berbahaya ialah digigit sekitar leher atau kepala, karena akan langsung kena sistem saraf pusat," jelas Dhimas.
Advertisement