Liputan6.com, Jakarta - Pasar negara berkembang termasuk Indonesia disebut masih prospektif pada semester II 2023. Ekonom Senior DBS Group Research, Maynard Priajaya Arif mencatat adanya arus dana masuk baik di pasar saham maupun obligasi.
"Arus asing masuk cukup bagus. Ini ditopang oleh kestabilan Rupiah terhadap Dolar. Kalau kita lihat untuk surat utang negara memang salah satu hal yang menarik karena diawali dengan kepemilikan yang sudah rendah di awal tahun ini. Sehingga flow dari asing masuk terus," ujar Maynard dalam media briefing, Jumat (7/7/2023).
Advertisement
Sementara di pasar saham, kondisinya saat ini disebut menarik dicermati lantaran terjadi outflow dalam beberapa waktu terakhir. Maynard mengatakan, hal itu salah satu disebabkan sentimen kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed).
"Ini yang mungkin kalau kita lihat sedikit membedakan antara market saham dan juga surat utang. Walaupun ada kecenderungan The Fed masih akan terus melakukan pengetatan suku bunga tapi arus asingnya masih masuk terus. Kalau kita lihat ke depannya untuk market saham yang penting adalah kapan The Fed akan mulai menahan suku bunga," imbuh Maynard.
Prediksi IHSG
Maynard prediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada pada level 7.500 pada akhir 2023. Proyeksi tersebut didorong beberapa sentimen dalam negeri, termasuk periode kampanye jelang pemilihan umum (pemilu) 2023. Dari sisi sektornya, DSB Research memasang peringkat overweight pada sektor perbankan.
Sektor Saham
Pertimbangannya, pertumbuhan kredit dan provisi yang lebih rendah untuk mendukung pertumbuhan pendapatan pada tahun 2023. Likuiditas bank-bank besar lebih baik daripada tingkat sebelum pandemi. Kemudian netral untuk sektor energi, migas, utilitas.
"Kami perkirakan proses komoditas akan moderat pada tahun 2023 dari rekor tertinggi yang terlihat pada tahun 2022. Namun, kami yakin pasokan yang rasional dan pemulihan permintaan pasca pandemi akan menjaga proses energi tetap terkendali sementara valuasinya tetap murah," papar Maynard.
Consumer staple overweight didukung perbaikan margin dari pelemahan harga komoditas. Belanja pemilu juga akan menggerakkan ekonomi domestik, yang seharusnya mendukung perusahaan bahan pokok pelanggan. Healthcare, netral lantaran sektor ini memiliki katalis terbatas pada semester II 2023.
Kinerja yang kuat pada 2022 atau selama periode pandemi kemungkinan tidak dapat terulang kembali, meskipun volume pasien telah melampaui tingkat pra-pandemi secara umum. Logam atau metal, underweight didorong pendapatan yang diperkirakan akan moderat di semester II dengan koreksi harga logam dan resesi global. "Kami lebih suka permainan EV di sektor metal," kata Maynard.
Advertisement
Sektor Perkebunan hingga Teknologi
Perkebunan, overweights dengan pertimbangan harga CPO yang berada di titik terendah dan efek El Nino akan menjadi pemicu kenaikan harga CPO di semester II.
Namun, pendapatan semester I 2023 akan melemah karena harga CPO yang lebih rendah dan produksi yang tidak menggembirakan. Unggas, netral.
Mengacu pada pembukaan toko baru untuk mendukung kinerja ritel pasca musim Lebaran. Waspadai rotasi karena pendapatan pengecer biasanya memuncak selama periode Lebaran.
"Lalu overweight untuk sektor Teknologi Media dan Telekomunikasi (TMT). Preferensi kami untuk tahun 2023 adalah operator telekomunikasi daripada sektor menara dan e-commerce/digital. Analis kami yakin ARPU masih bisa tumbuh di pasar Indonesia," tutup Maynard.