Perang Saudara Sudan, 31 Warga Sipil Tewas dalam Serangan Udara

Pasukan Dukungan Sudan (RSF) menuduh tentara Sudan menewaskan 31 warga sipil dalam serangan udara di kota Omdurman di sebelah barat ibu kota Khartoum.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jul 2023, 09:01 WIB
Angkatan Darat Sudan mengumumkan sedang melakukan diskusi terhadap kemungkinan memperpanjang gencatan senjata menyusul seruan dari Arab Saudi dan Amerika Serikat pada Minggu, 28 Mei 2023 agar kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) diperpanjang. (AFP)

Liputan6.com, Khartoum - Pasukan Dukungan Sudan (RSF) menuduh tentara Sudan menewaskan 31 warga sipil dalam serangan udara di kota Omdurman di sebelah barat ibu kota Khartoum.

RSF mengutuk serangan udara yang sengaja dilakukan milisi teroris ekstrimis pimpinan (kepala militer Abdel Fattah) al-Burhan, kata kelompok itu.

"Serangan mengerikan yang dirancang Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan didukung sisa-sisa rezim sebelumnya terhadap penduduk Lapangan 22, Dar Al-Salam, Umbada itu, secara tragis merenggut 31 nyawa dan melukai sejumlah warga sipil," tambah RSF sebagaimana diwartakan Anadolu, dikutip dari Antara (9/7/2023).

Namun militer Sudan mengungkapkan sejumlah anggota RSF tewas dalam operasi militer di Omdurman.

Militer Sudah mengatakan bahwa sejumlah kendaraan lapis baja juga dihancurkan.

Sudan diporakporandakan oleh pertempuran antara militer dengan RSF sejak April sehingga tiga ribu warga sipil tewas dan ribuan lainnya luka.

Organisasi Migrasi Internasional (IOM) memperkirakan sekitar tiga juta orang mengungsi akibat konflik itu.

Sejumlah kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Arab Saudi dan Amerika Serikat gagal mengakhiri kekerasan di Sudan.

Sudan tidak memiliki pemerintahan fungsional sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintah transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan mengumumkan keadaan darurat yang disebut kekuatan-kekuatan politik sebagai "kudeta"

Masa transisi yang dimulai Agustus 2019 setelah Presiden Omar al-Bashir digulingkan, akan berakhir ketika pemilihan umum digelar awal 2024.

 


PBB Desak Sudan Selatan Buat Kemajuan pada Pemilu

Perang antara tentara Sudan dan RSF pecah pada 15 April terkait ketegangan yang terkait dengan rencana yang didukung internasional untuk transisi menuju pemerintahan sipil. Konflik tersebut telah menewaskan ratusan warga sipil dan menelantarkan lebih dari 1,9 juta orang, serta memicu krisis kemanusiaan besar yang mengancam akan menyebar ke seluruh kawasan yang bergejolak. (AFP)

Pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan Selatan, pada Selasa (20/6), mendesak para pemimpin di negara itu agar mempercepat implementasi dari Perjanjian Revitalisasi Perdamaian 2018, termasuk mengadakan pemilihan pada akhir tahun depan.

“Sekarang bukan waktunya untuk mengalihkan perhatian kita dari Sudan Selatan,” kata Nicholas Haysom, kepala Misi PBB di Sudan Selatan, kepada Dewan Keamanan PBB.

“Apa yang bisa kita pelajari dari Sudan adalah seberapa cepat perdamaian yang diperoleh dengan susah payah dapat hilang begitu saja," dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (23/6/2023).

Tahun ini adalah tahun yang kritis bagi negara termuda di dunia itu. Sebuah konstitusi baru harus disusun dan persiapan diselesaikan untuk menyambut pemilihan nasional pertama yang dijadwalkan berlangsung pada Desember 2024.

“Menurut perkiraan kami, proses pembuatan konstitusi sudah terlambat 10 bulan dari jadwal, perencanaan pemilihan terlambat selama delapan bulan, dan beberapa aspek pengaturan keamanan transisi masih tertunda,” lapor Haysom.

Ia mengatakan masih memungkinkan bagi Sudan Selatan untuk menutup celah dalam persiapan pemilu. Ia mendesak legislator untuk meloloskan Undang-Undang Pemilu Nasional di parlemen dan membentuk Komisi Pemilihan Nasional.

Baca selengkapnya...

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya