Liputan6.com, Kabul - Pemerintah India memberikan bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan yang masih bergulat dengan krisis pangan ekstrem. Sedikitnya sudah ada 10.000 ton gandum yang masuk ke negara tersebut.
10.000 metrik ton gandum sudah tiba di kota Herat Afghanistan pada Selasa kemarin dan diberikan ke Program Pangan Dunia PBB (UNWFP).
Advertisement
"Gandum yang disumbangkan oleh Pemerintah #India @MEAIndia @dpa_meato @WFP tiba di Herat di mana ia digiling untuk didistribusikan kepada keluarga yang kelaparan di seluruh #Afghanistan. Gandum ini merupakan bagian dari kontribusi dalam bentuk 10.000 metrik ton dari India di atas 40.000 ton pada tahun 2022," tulis UN WFP dalam cuitan di Twitter..
Bulan lalu, pemerintah India mengirim 20.000 metrik ton gandum lagi ke Afghanistan di tengah krisis kemanusiaan Afghanistan lewat pelabuhan Chabahar Iran.
Sebelumnya, pengiriman bantuan gandum sudah dilakukan sebanyak 40.000 ton melalui perbatasan darat Pakistan.
India menyebut dukungan ini sebagai bentuk terwujudnya stabilitas dan kemakmuran Afghanistan dengan memperluas saluran distribusi bantuan, dikutip dari laman Business Standard, Minggu (9/7/2023).
Afghanistan, di bawah Taliban, sedang menghadapi krisis kemanusiaan terburuk dan perempuan di negara itu ditolak hak-hak dasarnya.
Afghanistan Jadi Negara Rawan Krisis Pangan
Menurut penilaian Program Pangan Dunia, Afghanistan adalah salah satu negara dengan kerawanan pangan yang ekstrim, dengan sembilan juta orang terkena dampak kesulitan ekonomi dan kelaparan yang parah.
Sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021, situasi hukum dan ketertiban di negara itu semakin memburuk, dengan meningkatnya kasus terorisme dan ledakan.
Kelompok tersebut melarang perempuan pergi ke sekolah, dan kemudian pada Desember tahun lalu, mereka melarang perempuan belajar sampai jenjang universitas.
Advertisement
Taliban Tolak Seruan PBB Terkait Pencabutan Batasan Hak-hak Perempuan Afghanistan
Taliban menolak seruan baru PBB hari Kamis (22/6) untuk mencabut apa yang disebut lembaga itu “pembatasan yang membebani” penduduk perempuan Afghanistan.
Penolakan itu disampaikan sehari setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB diberitahu bahwa pembatasan itu menghalangi akses perempuan dan anak perempuan Afghanistan untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan dan bermasyarakat secara umum.
Sejak merebut kembali kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021, Taliban telah melarang perempuan berkuliah dan bersekolah di atas kelas enam. Mereka juga memerintahkan perempuan pegawai dalam sektor publik untuk tinggal di rumah. Perempuan juga dilarang mengunjungi taman dan sasana kebugaran.
Menanggapi kritik PBB, menteri luar negeri Taliban di Kabul menyebut itu sebagai upaya campur tangan urusan dalam negeri negaranya, dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (24/2023).
“Emirat Islam Afghanistan tetap berkomitmen pada norma-norma dan kewajiban internasional yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam, bertentangan dengan norma budaya Afghanistan atau mengganggu kepentingan nasional kami,” bunyi pernyataan Taliban, dengan menggunakan nama resmi pemerintahannya.
“Oleh karena itu, kami mendesak semua pihak untuk menghormati norma non-intervensi dan menghentikan semua upaya campur tangan dalam urusan dalam negeri kami, termasuk modalitas dan komposisi pemerintahan dan undang-undang kami.”
Taliban Tak Diakui
Taliban tidak diakui oleh pemerintah dan organisasi internasional mana pun. Pengekangannya terhadap perempuan dan anak perempuan dianggap sebagai rintangan utama dalam upayanya untuk diakui sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.
Ketika memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB hari Rabu (21/6), Roza Otunbayeva, mantan kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan, mengecam dekrit Taliban yang melarang organisasinya dan lembaga lain mempekerjakan perempuan setempat.
Ia mendesak Taliban “mencabut” larangan itu untuk memungkinkan PBB melanjutkan dukungan penuhnya kepada jutaan keluarga Afghanistan yang sangat membutuhkan bantuan.
Advertisement