Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo untuk menggenjot produksi beras guna menjaga stok beras nasional menjelang fenomena El Nino atau musim cuaca abnormal yang diperkirakan terjadi pada kuartal III 2023.
“Yang jelas Pak Mentan diminta untuk menggenjot produksi. Jadi mumpung masih ada hujan, kemudian boleh tanam, sehingga 110 hari kemudian kita masih punya beras,” kata Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi usai rapat yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta melansir Antara, Selasa (10/7/2023).
Advertisement
Presiden Jokowi, kata Arief, juga memerintahkan Dirut Perum Bulog Budi Waseso untuk terus menyerap beras produksi petani. Pemerintah juga sudah mengamankan pengadaan beras dari impor sebanyak dua juta ton untuk 2023, tapi baru terealisasi 500 ribu ton.
Adapun sepanjang Januari-Juli 2023, Bulog menyalurkan cadangan beras, antara lain, sekitar 639 ribu ton untuk bantuan pangan kepada 21 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan 600 ribu ton lainnya untuk melakukan stabilisasi pasokan dan harga pangan. Saat ini, cadangan beras pemerintah di Bulog berkisar di 600 ribu ton.
Selain beras, kata Arief, Presiden Jokowi juga meminta Bulog untuk menjaga ketersediaan bahan pangan lain, yakni jagung dan kedelai.
Khusus jagung, Presiden memberikan perhatian agar Bulog dapat menjaga ketersediaan jagung agar stabilitas harga terjaga, khususnya harga pakan ke peternakan, sehingga stok dan harga komoditas pangan lainnya, seperti telur, tidak terganggu.
“Kalau jagung lebih banyak untuk pakan, jadi food and feed ya, jadi kalau pangan buat kita itu food, kalau feed itu seperti jagung, karena jagung ini akan berpengaruh kepada harga ayam dan juga harga telur,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Dirut Bulog Budi Waseso menjelaskan Bulog terus menyerap produksi pangan dari dalam negeri. Bulog juga akan segera menyerap produksi jagung dari hasil panen di Papua. “Kita sambil berjalan ya, sambil berjalan terus, serap langsung kita sampaikan,” kata Budi.
Rapat yang dipimpin Presiden Jokowi pada Senin siang ini juga membahas mengenai hilirisasi produk pangan.
El Nino Sudah Tiba, Waspada Lonjakan Suhu dan Cuaca Ekstrem
Musim kekeringan atau yang dikenal El Nino telah tiba. Melansir CNBC International, Rabu (5/7/2023) badan cuaca Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengumumkan awal dari El Nino, memperingatkan kembalinya fenomena iklim tersebut dapat menyebabkan lonjakan suhu global dan kondisi cuaca ekstrem.
Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO memperkirakan bahwa ada kemungkinan 90 persen dari peristiwa El Nino akan bertahan hingga paruh kedua tahun ini dan diperkirakan "setidaknya dengan kekuatan sedang".
"Awal dari El Nino akan sangat meningkatkan kemungkinan memecahkan rekor suhu dan memicu panas yang lebih ekstrem di banyak bagian dunia dan di lautan," kata Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia .
"Deklarasi El Nino oleh WMO adalah sinyal bagi pemerintah di seluruh dunia untuk memobilisasi persiapan guna membatasi dampak terhadap kesehatan kita, ekosistem kita, dan ekonomi kita," jelasnya.
Taalas juga menyarakan, "peringatan dini dan tindakan antisipatif dari peristiwa cuaca ekstrem yang terkait dengan fenomena iklim besar ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian".
Secara terpisah, laporan WMO pada bulan Mei, yang dipimpin oleh Kantor Met Inggris, memperingatkan ada 66 persen kemungkinan bahwa rata-rata tahunan suhu global dekat permukaan antara tahun 2023 dan 2027 akan secara singkat melampaui 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri untuk setidaknya 1,5 derajat Celcius.
Pengumuman Organisasi Meteorologi Dunia mengikuti laporan dari National Oceanic and Atmospheric Administration pada awal Juni, yang mengatakan kondisi El Nino telah dekat dan diperkirakan akan menguat secara bertahap hingga musim dingin di wilayah Utara Bumi".
Advertisement
Batas Suhu Global
Ambang batas 1,5 derajat Celcius adalah batas suhu global aspirasional yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015.
Pentingnya diakui secara luas karena apa yang disebut titik kritis menjadi lebih mungkin melampaui tingkat ini. Sebagai informasi, titik kritis adalah ambang di mana perubahan kecil dapat menyebabkan perubahan dramatis pada seluruh sistem pendukung kehidupan Bumi.
"Ini bukan untuk mengatakan bahwa dalam lima tahun ke depan kita akan melampaui tingkat 1,5°C yang ditentukan dalam Perjanjian Paris karena perjanjian itu mengacu pada pemanasan jangka panjang selama bertahun-tahun," kata Chris Hewitt, direktur layanan iklim WMO.
"Namun, ini adalah peringatan lain, atau peringatan dini, bahwa kita belum berada di arah yang benar untuk membatasi pemanasan dalam target yang ditetapkan di Paris pada tahun 2015, yang dirancang untuk secara substansial mengurangi dampak perubahan iklim," tambah Hewitt.