Liputan6.com, Vilnius - Pemimpin Swedia dan Turki akan bertemu dalam upaya terakhir untuk menjembatani kebuntuan diplomatik atas isu keanggotaan Swedia di NATO yang hingga saat ini belum disetujui oleh Turki.
Pembicaraan antara Perdana Menteri Ulf Kristersson dan Presiden Recep Tayyip Erdogan akan berlangsung jelang KTT NATO yang berlangsung selama dua hari pada 11-12 Juli di Vilnius, Lithuania.
Advertisement
Analis menilai bahwa NATO khawatir Rusia mencoba menggunakan hubungan dekatnya dengan Turki untuk menyemai perpecahan di antara sekutu Barat. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden diperkirakan akan mendorong Erdogan untuk menyetujui permohonan keanggotaan Swedia.
Erdogan telah berulang kali menyuarakan frustrasinya dengan apa yang dia sebut sebagai kegagalan Swedia untuk menepati janjinya dalam menangani kelompok Kurdi yang berkeliaran di negara itu.
"Swedia telah mengambil sejumlah langkah ke arah yang benar," ujar kantor Erdogan mengutip pernyataan sang presiden dengan Biden via telepon pada Minggu (9/7/2023), seperti dilansir The Guardian. "Namun, keputusan Swedia untuk mengizinkan kelompok-kelompok pro-Kurdi menggelar demonstrasi dengan bebas memuji terorisme menghapus langkah-langkah tersebut."
Sikap Erdogan didukung oleh Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban. Selain Turki, Hongaria juga adalah penghalang terakhir bagi keanggotaan Swedia di NATO.
Hongaria disebut akan mengikuti jejak Turki, dengan hanya menyetujui keanggotaan Swedia jika Ankara memberi lampu hijau.
Adapun Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg sangat berharap pertemuan PM Kristersson dan Presiden Erdogan menghasilkan respons positif bagi keanggotaan Swedia.
Biden: Ukraina Belum Siap Gabung NATO
Kemungkinan masuknya Ukraina ke NATO diprediksi akan menjadi agenda utama lain dalam KTT NATO, sementara Biden diperkirakan akan menghadapi pertanyaan menyangkut kebijakannya yang mengizinkan penyediaan bom tandan atau bom curah bagi Ukraina. Senjata jenis itu telah dilarang oleh lebih dari dua per tiga anggota NATO karena dampak mematikannya bagi warga sipil.
Salah satu pertanyaan tersulit bagi para pemimpin NATO adalah soal keanggotaan Ukraina. Sejauh ini, AS dan Jerman bersikeras bahwa fokusnya harus pada penyediaan senjata dan amunisi ke Ukraina, dibanding mengambil langkah yang lebih provokatif dengan mengundang Ukraina bergabung dengan NATO.
Pada Minggu, Biden blak-blakan mengatakan bahwa Ukraina belum siap untuk mendapat keanggotaan NATO.
"NATO adalah proses yang membutuhkan waktu untuk memenuhi semua kualifikasi, dari demokratisasi hingga berbagai persoalan lainnya," tutur Biden, seraya menambahkan bahwa NATO perlu menetapkan jalan yang rasional terkait proposal keanggotaan.
Sementara itu, negara-negara seperti Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia menginginkan jaminan yang lebih kuat bagi keanggotaan Ukraina pada masa mendatang.
Opsi lainnya, NATO dapat meningkatkan hubungannya dengan Ukraina, menciptakan apa yang akan dikenal sebagai dewan NATO-Ukraina dan memberi Kyiv kursi untuk berkonsultasi.
Presiden Volodymyr Zelensky dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada Minggu memberi sinyal kuat bahwa Ukraina menginginkan sikap terpadu dari NATO.
"Ini akan menjadi pesan penting untuk mengatakan bahwa NATO tidak takut pada Rusia," ujar Zelensky. "Ukraina harus mendapatkan jaminan keamanan yang jelas selama tidak berada di NATO. Dan itu adalah poin yang sangat penting. Hanya dalam kondisi seperti ini pertemuan kita akan bermakna. Kalau tidak, itu hanya soal politik biasa."
Menolak mengonfirmasi apakah Zelensky akan menghadiri KTT NATO, penasihat utamanya Andriy Yermak, hanya mengatakan bahwa presiden Ukraina itu masih memikirkannya.
Pada Minggu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken men-twit bahwa dia telah mengadakan diskusi penting dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba. Dan melalui Twitter, Kuleba mengaku bahwa pembicaraannya dengan Blinken produktif.
"Dengan 48 jam tersisa, kami bekerja untuk membuat keputusan akhir menjadi kemenangan bagi semua: Ukraina, NATO, dan keamanan global."
Advertisement