Satgas TPPU Endus Dugaan Penambangan Ilegal dalam Transaksi Mencurigakan Rp 189 Triliun di Kemenkeu

Diberitakan sebelumnya, Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) terus melakukan penelusuran terkait dugaan transaksi janggal sebesar Rp 189 triliun di lingkungan Kemenkeu.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Jul 2023, 18:46 WIB
18 ribu hektar lebih lahan bekas hutan di kawasan Desa Pematang Gadung, Ketapang, Kalimantan Barat, disulap menjadi pertambangan emas ilegal. Sejak 1992, praktik ini bermula dari pembalakan liar, dilanjutkan eksploitasi emas yang merusak lingkungan

Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) mengendus adanya potensi tindak pidana lain dalam dugaan transaksi janggal Rp 189 triliun di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Salah satunya dugaan tindak pidana penambangan ilegal alias illegal mining.

Ketua Tim Pelaksana Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang Sugeng Purnomo menjelaskan, upaya ini sebagai tindak lanjut penelusuran aliran dana tersebut. Mengaca pada data yang sudah dikantongi DJBC, dibuka kemungkinan ada tindak pidana asal (TPA) lainnya dalam dugaan TPPU soal impor emas Rp 189 triliun.

"Jadi tindak pidana lainnya itu tentu kita bisa melihat apakah ada tindak pidana yang terkait ilegal mining atau tindak pidana asal lainnya. Tetapi yang pasti nanti akan terus dilajukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa laporan yang telah diterbitkan oleh PPATK dan dikirimkan dengan nilai transaksi Rp 189 triliun terus berproses," ujarnya dalam Konferensi Pers, di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Dia mengungkap hasil dari pemeriksaan yang sudah dilakukan DJBC, ada kemungkinan ada tindak pidana lainnya diluar dari aturan kepabeanan. Sehingga diperlukan upaya pemeriksaan menyeluruh dengan menggandeng sejumlah pihak. Baik itu Bareskrim Polri, maupun Direktorar Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.

"Tadi kami putuskan, karena kawan2 Bea Cukai mengatakan bahwa jangan-jangan ada potensi tindak pidana lain yang bukan kewenangan Bea dan Cukai, maka kami sudah putuskan untuk dilakukan pertemuan bersama," kata dia.

Tujuan utamanya adalah menelaah data-data yang sudah dikumpukan di tahap awal. Sehingga, harapannya bisa mendapat kepastian untuk tindak lanjut berikutnya.

Sugeng menegaskan, bisa juga ada kemungkinan kalau data yang dikumpulkan DJBC soal transaksi Rp 189 triliun atas dugaan impor emas itu belum lengkap. Kendati, hasil-hasil pasti nantinya akan keluar setelah rapat lanjutan secara bersama.

"Kami akan undang kawan-kawan Bareskrim, kami juga akan undang meski di internal Kemenkeu, kami undang Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan data, keterangan dan dokumen yang sudah diperoleh oleh kawan-kawan Bea Cukai ini yang katakanlah, menurut teman-teman Bea Cukai belum bisa dinaikkan penyidikan, ada gak potensi tindak pidana lainnya," bebernya.

"Atau mungkin nanti di forum itu dikatakan masih ada hal-hal yang belum dilengkapi oleh teman-teman Bea Cukai. Nah kita tadi berpikir untuk melakukan penyelidikan bersama," urai Sugeng menjelaskan.

 

 


Periksa 36 Pihak dan 4 Kota

Tambang ilegal Pohuwato yang berdampak pada kerusakan cagar alam dan Produktivitas Pertanian (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com

Diberitakan sebelumnya, Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) terus melakukan penelusuran terkait dugaan transaksi janggal sebesar Rp 189 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Terbaru, dilaporkan telah dilakukan penghimpunan keterangan dari 36 pihak dan pemeriksaan ke 4 kota di Indonesia.

Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo menerangkan, langkah itu sudah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu. Kendati begitu, Sugeng enggan menyebut siapa saja dan kota mana yang telah diperiksa tim Satgas TPPU.

"Tadi kami diskuiskan konsen selama ini tentang oemberitaan yang berhubungan dengan transaksi senilai Rp 189 triliun," kata dia dalam Konferensi Pers, di Jakarta, Senin (10/7/2023).

"Tadi dijelaskan kawan-kawan Bea Cukai beberapa kegiatan yang dilakukan, diantaranya meminta penjelasan 36 pihak, sudah mendatangi 4 kota, tadi dijelaskan tapi saya tidak akan mendetailkan di tempat mana saja 4 kota itu dan itu tetus berjalan," jelasnya.

Rapat Lanjutan

Diketahui, transaksi janggal Rp 189 triliun ini diduga berkaitan dengan importasi emas. Ini jadi bagian pengusutan dugaan transaksi mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349 triliun di lingkungan Kemenkeu.

Usai menggelar rapat lanjutan Satgas TPPU, Sugeng mengatakan telah mengantongi sejumlah rekomendasi tindak lanjut. Salah satunya akan menggandeng pihak lainnya dalam menelusuri transaksi ini.

Tujuannya, mencari kemungkinan adanya potensi tindak pidana lainnya dalam konteks transaksi mencurigakan Rp 189 triliun. 

"Akan dilakukan rapat lanjutan dengan mengundang aparat penegak hukum lainnya untuk memsstikan apakah memang disamping ada dugaan terkait pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan yang saat ini masih terus berporoses, juga dilihat potensi apakah ada tindak pidana lainnya," tutur dia

Skandal Emas di Kemenkeu

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan skandal emas yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai senilai Rp 189 triliun. Itu jadi bagian dari transaksi janggal sebesar Rp 349,8 triliun yang masih melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Berdasarkan hasil temuan, Sri Mulyani mengungkapkan, ada satu surat yang menonjol dari PPATK dengan nomor SR-205. Berisi transaksi keuangan mencurigakan di Ditjen Bea Cukai senilai Rp 189 triliun.

"Untuk surat SR-205 menyangkut Rp 189 triliun dari hasil koordinasi PPATK dan Kemenkeu di bawah Komite TPPU, kami akan terus lakukan koordinasi lanjutan untuk pendalaman," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (11/4/2023).

Menurut hasil analisis, ia mengatakan, tertanggal 21 Januari 2021, Bea Cukai Soekarno-Hatta melakukan penindakan atas ekspor emas melalui kargo di Bandara Soekarno-Hatta.

Temuan itu sudah ditindaklanjuti lewat proses hukum. Putusan akhirnya, pelaku perseorangan lepas dari segala jerat hukum. Namun, pelaku korporasi berinisial PT X dinyatakan terbukti bersalah, dan dikenai pidana denda Rp 500 juta.

"PK (peninjauan kembali) di Mahkamah Agung kami masih menang, 2 orang lepas. Tapi untuk perusahaannya dia tidak melakukan PK, yang bersangkutan yaitu perusahaannya dinyatakan bersalah dijatuhi pidana Rp 500 juta," terang Sri Mulyani.

Pasca proses hukum tersebut, Bea Cukai bersama dengan PPATK melakukan pendalaman (case-building), atas perusahaan-perusahaan terkait yang melakukan pengetatan dan pengawasan impor emas melalui jalur merah.

"Semuanya sekarang mayoritas masuk jalur merah. Artinya, kalau jalur merah secara fisik dibuka dan dilihat untuk memastikan barangnya sama dengan dokumen impor barang," pungkas Sri Mulyani.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya