Liputan6.com, Jakarta - Emiten produsen kelapa sawit diyakini memiliki prospek yang cerah. Ini mengingat, harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit diprediksi meningkat. Lantas, bagaimana rekomendasi saham emiten sawit?
Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis menuturkan, prospek saham emiten sawit akan terdorong dari sentimen adanya El Nino, yang mana hal ini dapat mengurangi produksi dari kelapa sawit, dan meningkatkan harga palm oil.
Advertisement
"Adanya El nino serta permintaan yang tinggi dari India menyebabkan harga CPO naik, di mana hal ini bisa menjadi katalis positif bagi emiten kelapa sawit. Tetapi hal ini bisa bersifat temporary," kata Abdul kepada Liputan6.com, Selasa (11/7/2023).
Bagi investor, Abdul merekomendasikan trading buy untuk saham AALI dan LSIP dengan potensi upside 10 persen sampai 15 persen.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menilai emiten sawit akan dibayangi sentimen kenaikan permintaan CPO karena terbatasnya suplai. Bahkan, faktor gangguan cuaca itu turut memengaruhi produksi CPO, baik fenomena El nino dan La nina.
"Kalau dari sisi kinerja emiten CPO untuk sektor cenderung neutral ya. Sehubungan dengan adanya faktor kompetisi pada persediaan minyak dari nabati," kata Nafan.
Tak hanya itu, ia menyebut, harga CPO memang dipengaruhi kenaikan tetapi dipengaruhi harga lainnya seperti soy bean dan yang berhubungan dengan minyak nabati juga.
"Turut mengalami kenaikan permintaan wajar saja terjadi kompetisi mendapatkan untuk terserap pasar secara global. Karena ada persaingan untuk dapatkan bagian di minyak nabati global," kata dia.
Dengan demikian, emiten CPO diyakini terpengaruh oleh sentimen domestik. Misalnya, faktor ekonomi, stabilitas pertumbuhan ekonomi, serta dipengaruhi kenaikan permintaan domestik.
Bagi investor, Nafan merekomendasikan saham AALI dan LSIP untuk dipertimbangkan dalam periode tersebut.
Menakar Dampak Penghapusan Tarif Pungutan Ekspor CPO terhadap Emiten Sawit
Sebelumnya, Pemerintah menghapus tarif pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hingga 31 Agustus 2022. Penghapusan pungutan ekspor kelapa sawit ini termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 tahun 2022.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo menilai, pungutan yang dihapus ini bisa berdampak positif bagi kinerja emiten crude palm oil (CPO) atau emiten cpo. Sayangnya, dampak dari sentimen itu hanya bersifat jangka pendek, yakni selama peraturan tersebut diberlakukan.
"Di sisi lain pelaku pasar juga harus mencermati penurunan harga CPO yang mungkin bisa berdampak pada top line emiten CPO,” kata Azis kepada Liputan6.com, ditulis Selasa (19/7/2022).
Sementara, Azis mencermati kinerja saham emiten CPO masih akan dipengaruhi oleh penurunan harga CPO yang disebabkan oleh melimpahnya persediaan CPO.
Azis menyebutkan dua emiten sektor ini yang menarik untuk diperhatikan, yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
"Untuk AALI bisa dilakukan trading buy target harga 10.075-10.400, dan perhatikan juga support 8.925-9.025. Sedangkan untuk LSIP bisa dilakukan buy on break dengan target harga 1.260-1.290 dan perhatikan support 1.130-1.150," jelas Azis.
Advertisement
Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Pungutan Ekspor CPO
Kebijakan penghapusan tarif pungutan ekspor CPO ini mendapat apresiasi dari pelaku industri kelapa sawit. Kendati begitu, penghapusan tarif ekspor ini dinilai tak serta merta bisa menaikkan harga TBS yang anjlok akibat kebijakan larangan ekspor yang sebelumnya diberlkaukan.
Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Marr'ie Andi Muhammadyah (Mdy Sappo) mengatakan, harga TBS masih sulit naik karena tarif bea keluar ekspor CPO masih sangat tinggi yaitu mencapai USD 288 per ton. Ini artinya bea ekspor akan tetap membebani harga TBS petani nantinya.
"Karena itu APPKSI berharap bea keluar CPO harus dihapus atau dikurangi hingga di kisaran 50 USD saja. Agar harga TBS bisa mencapai harga normal kembali," kata dia.