3 Alasan PPNI Ngotot Tolak RUU Kesehatan Disahkan Hari Ini, Salah Satunya Soal Anggaran Belanja

Inilah alasan kuat PPNI dan Organisasi Profesi menolak RUU Kesehatan Disahkan Hari INi

oleh Aditya Eka PrawiraAde Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Jul 2023, 13:40 WIB
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang Menjadi Pemeran Utama dalam Menyuarakan Aspirasi Organisasi Profesi Membeberkan Alasan Menolah RUU Kesehatan Disahkan Hari Ini (Ade Nasihudin Al Ansori/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, mengungkap tiga alasan dia dan organisasi profesi (OP) lain menolak RUU Kesehatan disahkan hari ini.

Dalam unjuk rasa 'Aksi Selamatkan Kesehatan Rakyat Indonesia', PPNI memang menjadi pemeran utama dalam menyuarakan aspirasi OP. Adapun ketiga alasan PPNI tolak RUU Kesehatan disahkan hari ini, yaitu:

1. RUU Kesehatan seperti Dibuat Secara Sembunyi-Sembunyi

Menurut Harif, rancangan undang-undang ini seperti dibuat secara sembunyi-sembunyi. Sebab, kata Harif, hingga hari ini pihaknya tidak mendapatkan draf resmi dari RUU Kesehatan Omnibus Law itu.

"Sampai hari ini kami tidak mendapatkan akses terhadap draf yang dibahas. Kenapa sampai demikian kami meminta akses? Karena kami tenaga kesehatan, khususnya perawat yang (jumlahnya) 60 persen dari seluruh jumlah nakes adalah stakeholder yang penting yang akan menjalankan UU itu bila sudah jadi," kata Harif di depan gerbang Gedung DPR RI pada Selasa 11 Juli 2023.

Harif merasa bahwa dia dan jajarannya adalah pihak yang penting dalam RUU ini sehingga harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi di dalam pembuatannya.

"Kami ingin ada partisipasi dan dalam berbagai kesempatan kami melakukan lobi, advokasi, audiensi, dan sebagainya terhadap aspirasi kita ini tapi belum ada yang diterima aspirasi kami itu," kata Harif.

2. RUU Kesehatan dan Isu Mandatory Spending

Hal kedua yang dipermasalahkan oleh PPNI dan OP lain adalah isu menghilangkan mandatory spending atau anggaran belanja yang sebelumnya sudah diatur UU.

"Mandatory spending ini semula lima persen dari APBN dan 10 persen APBD. Apa yang terjadi kalau dihilangkan? Hari ini tenaga perawat itu lebih dari 80 ribu orang bertatus honor dan sukarelawan. Yang di daerah bahkan negara tidak mampu memberikan kompensasi untuk kerja mereka di daerah terpencil," katanya.

"Apa jadinya kalau mandatory spending dihilangkan? Saya kira akan semakin parah dan tidak mendapat kejelasan bagaimana mereka dibayar, sementara mereka sudah mengabdi puluhan tahun, belasan tahun kepada faskes milik pemerintah," Harif menambahkan.

 

 


Menghilangkan Anggaran Belanja dari RUU Kesehatan Omnibus Law

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang Menjadi Pemeran Utama dalam Menyuarakan Aspirasi Organisasi Profesi Membeberkan Alasan Menolah RUU Kesehatan Disahkan Hari Ini (Ade Nasihudin Al Ansori/Liputan6.com)

Menghilangkan mandatory spending, lanjut Harif, dapat membuat para tenaga honor diberhentikan. Sementara di daerah-daerah jumlah PNS-nya lebih sedikit. Hal ini dapat berpengaruh pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat, ujar Harif.

3. RUU Kesehatan dan Pengaruh Khusus bagi Perawat

Berikutnya, mengesahkan RUU Kesehatan ini sama dengan mencabut UU 38 Tahun 2014 yang isinya soal sistem keperawatan yang menyangkut pengembangan kapasitas perawat Indonesia yang sudah dikembangkan sejak lama.

"Ini berisi tentang bagaimana perawat berkembang, bagaimana kompetensinya, bagaimana dia praktik, dan bagaimana menjaga mutu dirinya. Ini dihilangkan, dicabut tanpa ada pasal pengganti yang spesifik bagi perawat," katanya.

"Maka dampaknya adalah pada pengaturan delegasi blanko nanti kita tidak tahu aturan seperti apa yang akan dibuat oleh pemerintah nanti. Yang sudah ada dihilangkan, tapi kita tidak tahu yang baru seperti apa," Harif menekankan.

Ini merupakan bentuk penurunan kepastian hukum, pengembangan, keamanan, dan pengamanan profesi perawat.


IDI dan Organisasi Profesi Gelar Aksi Selamatkan Rakyat Indonesia dari RUU Kesehatan

Ikatan Dokter Indonesia dan Organisasi Profesi pada Selasa Pagi 11 Juli 2023 Kembali Menggelar Demo di Depan Gedung DPR RI Jelang Disahkannya RUU Kesehatan Hari Ini (Ade Nasihudin Al Ansori/Liputan6.com)

IDI, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia kembali turun ke jalan untuk melakukan aksi unjuk rasa.

Berbeda dengan demo-demo sebelumnya yang disebut 'Aksi Damai', unjuk rasa yang dilakukan di depan Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, kali ini bertajuk 'Aksi Selamatkan Kesehatan Rakyat Indonesia'.

Dari pantauan Health Liputan6.com, massa yang terdiri dari dokter, perawat, tenaga kesehatan lain, dan mahasiswa kesehatan sudah mulai berdatangan ke lokasi sejak pukul 8.30 WIB.

Mereka yang melakukan aksi kompak mengenakan kaos putih. Sementara, massa perempuan yang berhijab mengenakan kerudung merah.

 


Jelang RUU Kesehatan Disahkan, Gedung DPR Dijaga Polisi

Ikatan Dokter Indonesia dan Organisasi Profesi pada Selasa Pagi 11 Juli 2023 Kembali Menggelar Demo di Depan Gedung DPR RI Jelang Disahkannya RUU Kesehatan Hari Ini (Ade Nasihudin Al Ansori/Liputan6.com)

Ada beberapa polisi yang juga sudah tiba di lokasi, mereka turun dan berbaur dengan massa unjuk rasa. Bahkan, mereka juga sempat berfoto bersama sebelum demo dimulai.

Di balik gerbang DPR, pasukan keamanan berseragam hitam berbaris dan menerima arahan dari komandannya.

Pada pukul 10.00 WIB rombongan massa lengkap dengan truk kuning yang dipenuhi pengeras suara mulai tiba di depan gerbang gedung DPR.

Orator pun menyerukan bahwa kedatangan mereka adalah untuk menolak penandatanganan RUU Kesehatan Omnibus Law.

"Kalau anggota DPR tidak mendengar aspirasi rakyat dengan tetap mengesahkan RUU Kesehatan maka 2024 siap tanggung konsekuensinya," kata orator berseragam PPNI dari atas truk.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya