Liputan6.com, Jakarta - 1 Suro menjadi tanggal tahun baru pada kalender Jawa. Berdasarkan kalender Islam atau Hijriah, 1 Suro bertepatan dengan 1 Muharram atau bulan pertama dalam kalender Hijriah.
Sementara itu dalam kalender Masehi, 1 Suro 2023 jatuh pada Rabu, 19 Juli 2023, yang berarti malam 1 Suro jatuh pada Kamis 18 Juli 2023.
Advertisement
Tradisi 1 Suro sebenarnya telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Saat itu masyarakat Jawa masih mengikuti sistem penanggalan Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu.
Sementara umat Islam pada masa Sultan Agung menggunakan sistem Kalender Hijriah. Sebagai upaya memperluas ajaran Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dengan menetapkan 1 Muharam sebagai tahun baru Jawa.
Momen malam 1 Suro biasanya dimanfaatkan masyarakat di kerajaan di Pulau Jawa untuk membersihkan pusaka. Ritual membersihan pusaka ini disebut jamasan.
Namun selain membersihkan pusaka, masyarakat di sekitar kerajaan juga melakukan ritual Mubeng Benteng untuk meramaikan malam pergantian tahun. Ritual itu sampai sekarang masih bisa ditemui di Kraton Surakarta dan Kraton Ngayogyakarta.
Selain itu, di malam 1 Suro, masyarakat Jawa juga melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (merenung sambil berdoa). Sebagian individu bahkan memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.
Makna Malam 1 Suro
Mengutip Health Liputan6.com, Selasa (11/7/2023), bagi orang Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa diyakini sebagai bulan yang sakral atau suci. Ini adalah bulan yang tepat untuk merenung, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berintrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
Lelaku malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa, diadakan secara serempak di Keraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan Jawa. Di Keraton Surakarta Hadiningrat kirab malam 1 Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah (yang jalan di depan).
Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat. Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.
Sementara itu di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati malam 1 Suro dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng keraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.
Selain di Kraton, ritual 1 Suro juga diadakan oleh kelompok-kelompok penganut aliran kepercayaan Kejawen yang masih banyak dijumpai di pedesaan. Mereka menyambut datangnya tahun baru Jawa dengan tirakatan atau selamatan.
Advertisement
Mengapa Tidak Boleh Ada Pesta di Malam 1 Suro?
Bulan Suro juga dipercaya orang Jawa sebagai bulan yang kurang baik alias bulan kesialan. Kesan itu dihembuskan dengan tujuan agar masyarakat tidak membuat pesta yang nantinya akan menyaingi ritual-ritual kraton seperti jamasan dan Mubeng Benteng.
Oleh karena itu, di lingkungan Jawa orang tidak boleh menikahkan anaknya di bulan Suro. Mitos itu bahkan masih dipercaya sampai sekarang. Kini, itu semua tergantung Anda, ingin memperingati malam 1 Suro yang bertepatan dengan malam 1 Muharram ini dengan aktivitas seperti apa. Yang pasti mitos akan selalu ada bagi yang mempercayainya.