Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan (RUU Kesehatan) resmi disahkan menjadi Undang-Undang.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang memimpin rapat paripurna DPRI RI masa Sidang V tahun 2022-2023 pada hari ini, Selasa, 11 Juli 2023 sudah mengetuk palu terkait hal ini.
Advertisement
Sebelum mengetuk palu, Puan Maharani menanyakan kepada peserta sidang mengenai RUU Kesehatan.
"Kami menanyakan kembali ke seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Undang-Undang Kesehatan ini disetujui menjadi Undang-Undang?," tanya Puan ke peserta sidang.
Lalu terdengar teriakan setuju dari peserta sidang.
"Setuju!" kata Puan sembari mengetuk palu dalam sidang paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Peserta Setuju RUU Kesehatan Disahkan Jadi UU
Sebelum pengesahan, rapat pembahasan RUU Kesehatan dimulai dengan pimpinan Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, menyampaikan laporan pembicaraan tingkat I atas RUU Kesehatan Omnibus Law.
Dalam laporanny,a Emanuel Melkiades menyampaikan proses perjalanan RUU Kesehatan.
Termasuk soal Panita Kerja (Panja) RUU Kesehatan yang menyadari juga bahwa dalam pembuatan regulasi ini memerlukan partisipasi banyak kalangan.
Maka dari itu, beberapa pertemuan sudah dilakukan demi menjaga keterbukaan dan partisipasi masyarakat. Termasuk mengenai konsultasi publik yang digelar pada 11-12 April 2023 dan 10 Mei 2023.
"Dan, konsultasi publik dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi profesi, akademisi dan lembaga," kata Emanuel dalam siarang langsung yang dipantau Health Liputan6.com.
Ada 2 Fraksi yang Menolak RUU Disahkan Hari Ini
Emanuel juga menyampaikan bahwa ada dua fraksi yang menyatakan menolak pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan, yakni fraksi Demokrat dan PKS.
Sementara itu, enam fraksi lain menyatakan setuju RUU Kesehatan menjadi UU, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.
"Lalu, fraksi Nasdem menyetujui RUU Kesehatan dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat dua/pengambilan keputusan dalam rapat paripurna ini dengan catatan mandatory spending diusulkan minimal 10 persen dari APBD/APBN," kata Emanuel.
Advertisement