Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD melemah pada Selasa (11/7).
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa USD melemah pada hari Selasa setelah pejabat Federal Reserve mengisyaratkan bahwa bank sentral mendekati akhir siklus pengetatannya, meskipun diperdagangkan dalam kisaran ketat menjelang laporan inflasi utama AS.
Advertisement
Pada Senin (10/7), beberapa pejabat The Fed mengatakan ada kemungkinan menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi, tetapi akhir dari siklus pengetatan kebijakan moneter saat ini semakin dekat.
"Pasar sekarang memusatkan perhatian mereka pada data inflasi AS yang akan dirilis pada hari Rabu, yang akan memberikan kejelasan lebih lanjut tentang kemajuan yang telah dibuat Fed dalam perjuangannya melawan harga konsumen yang sangat tinggi," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis pada Selasa (11/7/2023).
Survei terbaru dari Federal Reserve New York juga menunjukkan bahwa memudarnya ekspektasi inflasi jangka pendek di antara masyarakat Amerika, yang mengatakan bulan lalu mereka mengharapkan kenaikan inflasi jangka pendek terlemah hanya dalam waktu dua tahun.
China
Sementara di China, data menunjukkan negara itu berada di ambang deflasi konsumen, di tengah kondisi ekonomi yang memburuk di negara tersebut.
"Namun hal ini juga meningkatkan ekspektasi bahwa pemerintah akan meluncurkan lebih banyak langkah pengeluaran darurat untuk menopang pertumbuhan," tambah Ibrahim.
People's Bank of China pada hari Senin memperpanjang dukungan keuangan untuk sektor real estat yang sedang berjuang hingga akhir tahun 2024, karena bergerak untuk mendukung mesin ekonomi terbesar negara itu.
Rupiah ditutup menguat 50 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat menguat 65 point dilevel Rp. 15.154 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 15.142.
"Sedangkan untuk perdagangan besok , mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp. 15.130- Rp. 15.220," ungkap Ibrahim.
Inflasi RI
Banyak pengamat yang memperkirakan inflasi Indonesia pada bulan Agustus dan September mendatang akan turun di bawah 3 persen.
Sementara, untuk akhir tahun 2023 inflasi akan berada di atas 3 persen.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bank Indonesia bahwa inflasi berada di jalur melambat, membuat inflasi akan cukup rendah dan Inflasi menunjukan penurunan tajam, bahkan lebih tajam di paruh kedua tahun ini.
Meski demikian, Ibrahim melihat, El-nino akan menjadi risiko dalam penanganan inflasi khususnya pada inflasi komponen bergejolak atau volatile food.
"Namun sejauh ini, dalam delapan hingga sembilan tahun terakhir dampak dari peristiwa El-nino di Indonesia tidak terlalu berdampak besar terhadap inflasi," katanya.
"Jadi jika ada ancaman tersebut, pemerintah akan segera mengambil tindakan karena kenaikan suku bunga saja tidak dapat melakukan apa pun untuk peredaan inflasi akibat dampak buruk dari cuaca," sambung Ibrahim.
Selain itu, pemerintah juga mendukung dengan melakukan langkah-langkah seperti impor beras, guna menjaga harga pangan. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi secara tahunan atau yoy sebesar 3,52 persen.
Advertisement
Ekonomi RI Diproyeksi Tumbuh Hingga 5,3 Persen di 2023
Bank Indonesia (BI) meyakini inflasi tetap terkendali di dalam sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023.
Selain itu, Pemerintah melalui Menteri Keuangan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI pada semester kedua 2023 berada di kisaran 5,0 persen hingga 5,3 persen.
Sementara untuk semester pertama 2023, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar lima persen hingga 5,2 persen.
"Sedangkan pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi dan ekspor yang masih terjaga. Di sisi lain, laju inflasi juga terjaga dengan terkendalinya inflasi pangan dan administered price," papar Ibrahim.
Pada semester pertrama 2023 laju inflasi tercatat sebesar 3,5 persen. Sedangkan laju inflasi pada semester kedua 2023 diprediksi berada di level 3,3 persen hingga 3,7 persen.