Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulsel bakal melakukan langkah-langkah hukum strategis menyikapi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas pelanggaran KEPP perkara nomor 71-PKE-DKPP/IV/2023 yang telah dibacakan, Rabu 12 Juli 2023.
Dalam perkara tersebut, duduk sebagai Teradu I Faisal Amir, Teradu II Asram Jaya, Teradu III Upi Hastati dan Teradu IV Fatmawati. Mereka merupakan Penyelenggara Pemilu asal Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulsel (KPU Sulsel) periode 2018- 2023.
Advertisement
"Tentu kami akan melakukan upaya untuk mengkaji putusan tersebut dan melakukan langkah strategis apa yang kita akan ambil. Yang pasti bahwa kami menganggap putusan ini sangat tidak adil," ucap Koordinator FIK ORNOP Sulsel yang merupakan salah satu organisasi yang tergabung dalam OMS Kawal Pemilu Sulsel, Samsang Syamsir via telepon, Kamis (13/7/2023).
Ia melihat dalil sesungguhnya atau penilaian DKPP terhadap fakta-fakta persidangan sudah sangat kuat membuktikan terjadinya pelanggaran etik yang telah dilakukan oleh Teradu I hingga Teradu IV.
Namun, kata Samsang, putusan hukum DKPP tersebut tidak berbanding lurus dengan penilaiannya sebagaimana fakta-fakta persidangan yang cukup tegas menganggap kuat terjadinya pelanggaran yang telah dilakukan oleh Teradu I hingga Teradu IV.
"Putusannya itu lemah sekali menurut kami," tutur Samsang.
Ia bahkan menyebut putusan DKPP merupakan putusan yang sangat tidak adil. Tidak adil karena menurutnya penyelenggara pertama yang merupakan penyelenggara yang masih menjabat atau terpilih masih menjabat saat ini, seperti Teradu I Upi Hastati hanya mendapatkan sanksi peringatan keras.
DKPP, kata Samsang, seharusnya tak memberi toleransi kepada penyelenggara yang coba bermain-main dengan Pemilu kita.
"Ini bukan pertaruhan soal sekedar integritas, tetapi sikap yang dilakukan oleh Teradu itu adalah merugikan negara. Negara mengeluarkan uang miliaran hingga triliunan untuk membiayai Pemilu ini," tegas Samsang.
Ia mengungkapkan, kecurangan yang dilakukan oleh para Teradu tidak pernah dipikirkan. Sehingga, menurutnya, putusan DKPP itu sangat lemah.
Harusnya, kata Samsang, sanksi yang diberikan kepada para Teradu adalah pemberhentian dengan tidak hormat, karena pelanggaran yang dilakukannya yang terbukti adalah pelanggaran yang merugikan triliunan uang negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai Pemilu.
"Okelah ini yang Teradu 1, 2 dan 4 tidak lagi menjabat sebagai Penyelenggara Pemilu, kita masih amanlah sampai saat ini misalnya. Tetapi apapun itu perbuatannya tetap harus dipertanggungjawabkannya. Lalu untuk dia yang masih menjabat ini dan masih dikasih ruang, tentunya sangat tidak adil dan merugikan bagi Pemilu kita," ungkap Samsang.
Dia mengatakan OMS Kawal Pemilu Sulsel akan melakukan kajian yang lebih jauh terkait putusan DKPP tersebut. Karena jauh sebelumnya, sebut Samsang, terhitung sejak proses seleksi KPU Provinsi Sulsel, pihaknya sudah memberikan tanggapan dan bahkan bersurat ke DPR RI mengenai sikap lembaganya.
Samsang mengaku turut menyertakan bukti-bukti dan melampirkannya saat itu dalam persidangan dan hasilnya, kata dia, saat ini bisa dilihat bahwa DKPP menilai atau fakta persidangan yang ada perbuatan Teradu terbukti secara sah melakukan intervensi untuk merubah berita acara dari belum memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
"Itu artinya Teradu ini ingin merubah dan memanipulasi dokumen negara dokumen yang diperoleh dengan uang yang tidak sedikit atau sangat banyak, itu intinya," Samsang menandaskan.
Putusan DKPP
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada Anggota KPU Provinsi Sulawesi Selatan Upi Hastati karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Sanksi dibacakan dalam sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran KEPP perkara nomor 71-PKE-DKPP/IV/2023 di Ruang Sidang DKPP Jakarta, Rabu 12 Juli 2023.
“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada Teradu III Upi Hastati selaku Anggota KPU Provinsi Sulawesi Selatan terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo sebagaimana dalam rilis yang diterima Liputan6.com.
Dalam perkara yang sama, DKPP juga menjatuhkan sanksi serupa kepada Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2018-2023 Faisal Amir selaku Teradu I. Sementara itu, Teradu IV Fatmawati mendapatkan sanksi Peringatan.
Teradu I sampai IV terbukti tidak profesional memastikan kesesuaian data dalam penetapan rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan keanggotan dan kepengurusan partai politik di Provinsi Sulawesi Selatan.
Teradu I sampai IV hanya berpatokan pada data generate Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) tanpa melakukan penyandingan data berita acara hasil verifikasi faktual perbaikan dari kabupaten/kota.
“Teradu I sampai IV seharusnya memahami bahwa Sipol hanya sebagai alat bantu sehingga perlu dilakukan pencocokan data berita acara dari KPU kabupaten/kota,” ujar Anggota Majelis Muhammad Tio Aliansyah sebagaimana dalam rilisnya yang diterima Liputan6.com.
Tindakan Teradu I sampai IV tidak mencerminkan sikap hati-hati dalam menjamin akurasi dan validitas data yang tertuang dalam Sipol. Rapat pleno penetapan rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan juga dilakukan para Teradu dengan tidak mengundang KPU kabupaten/kota.
Pleno rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan dinilai telah gagal dipimpin oleh Teradu I selaku Ketua KPU Provinsi Sulawesi Selatan dan Teradu II selaku Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan. Sehingga DKPP berpendapat untuk menjatuhkan sanksi lebih berat kepada keduanya.
Sementara itu, Teradu III terbukti melakukan intervensi dengan meminta dibuatkan berita acara hasil verifikasi faktual Partai Gelora yang baru kepada KPU Kabupaten Wajo. Namun permintaan tersebut ditolak KPU Kabupaten Wajo.
Teradu III terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf a, dan huruf d, Pasal 6 ayat (3) huruf a, huruf c dan huruf e, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 huruf a, Pasal 11 huruf b dan huruf c, Pasal 15 huruf d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
DKPP merehabilitasi nama baik Alamsyah, Muh. Ali Jodding, Rustam Bedmant, dan Yudiman (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Pinrang) selaku Teradu V sampai VIII karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Untuk diketahui, saat putusan dibacakan Teradu I, II, dan IV tidak lagi berstatus sebagai penyelenggara Pemilu. Kemudian Teradu V saat ini berstatus sebagai Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan. M. Asram Jaya selaku Teradu II mendapatkan sanksi tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara Pemilu.
Teradu II merupakan Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulawesi Selatan. Ia dinilai tidak cakap dalam mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait verifikasi partai politik peserta Pemilu.
“Teradu II selaku leading sector verifikasi di tingkat provinsi seharus bertindak profesional, cermat, dan berhati-hati untuk memastikan akurasi dan validitas data yang menjadi dasar rapat pleno,” kata Muhammad Tio Aliansyah.
Teradu II terbukti melanggar Pasal 15 huruf (g) dan huruf (h) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
“Menjatuhkan sanksi tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara Pemilu kepada Teradu II M. Asram Jaya sebagai Anggota KPU Provinsi Sulawesi Selatan terhitung sejak putusan ini dibacakan,” tegas Ratna Dewi Pettalolo.
DKPP membacakan satu putusan yang melibatkan delapan orang sebagai Teradu. Jumlah sanksi yang dijatuhkan antara lain Peringatan (1) dan Peringatan Keras (2), dan tidak memenuhi syarat sebagai penyelenggara (1).
Sidang pembacaan putusan dipimpin Ratna Dewi Pettalolo sebagai Ketua Majelis. Didampingi J. Kristiadi dan Muhammad Tio Aliansyah sebagai Anggota Majelis.
Advertisement