Kementerian BUMN Masih Menanti Hasil Audit BPKP Soal Dugaan Waskita-WIKA Poles Laporan Keuangan

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan akan memberikan sanksi tegas jika terbukti ada manipulasi keuangan di PT Waskita Karya dan PT Wijaya Karya.

oleh Arief Rahman H diperbarui 13 Jul 2023, 19:14 WIB
BPKP saat ini memang tengah mengkaji permintaan dari Kementerian BUMN untuk melakukan audit laporan keuangan Wijaya Karya dan Waskita Karya. (dok: Ist)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengungkap pihaknya masih menunggu audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal manipulasi laporan keuangan 2 BUMN karya. Itu merujuk pada Waskita Karya dan Wijaya Karya.

Perlu diketahui, BPKP saat ini memang tengah mengkaji permintaan dari Kementerian BUMN untuk melakukan audit laporan keuangan dua perusahaan pelat merah tersebut. Kendati begitu, belum ada tenggat waktu pasti kapan proses audit investogasi itu akan rampung.

“Lagi di BPKP. Nanti diinvestigasi BPKP,” ungkapnya saat ditemui di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (13/7/2023).

Meski sudah diproses untuk ditelaah kebenaran tersebut, Tiko, sapaan akrabnya, enggan berspekulasi terlalu dini. Dia lebih memilih menunggu hasil audit yang dilakukan BPKP. “Belum tahu, kan masih diaudit,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan akan memberikan sanksi tegas jika terbukti ada manipulasi keuangan di PT Waskita Karya dan PT Wijaya Karya. Dia menyebut akan melimpahkan ke tindakan hukum.

Hal ini menurutnya tak sebatas pada dugaan manipulasi laporan keuangan di Waskita dan Wijaya Karya saja. Tapi juga di semua lingkungan BUMN, termasuk yang pernah terjadi di PT Garuda Indonesia beberapa waktu lalu.

"Kan itu yang saya bilang bahwa ketika ada manipulasi laporan keuangan Garuda pun kita tindak secara pidana," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

"Sama juga, kalau ada laporan keuangan yang dipalsu-palsukan tidak hanya di Waskita dan Wika sudah pasti kita akan lakukan yang namanya tindakan hukum keras," imbuh Erick.

 


Tak Pandang Bulu

Gedung Heritage (Foto: Waskita Karya)

Dia menyebut, proses hukum dan sanksi tegas tidak memandang kalangan atau golongan tertentu saja. Termasuk juga pelanggaran-pelamggaran yang terjadi di lingkungan perusahaan pelat merah.

Apalagi, kata dia, adanya pelanggaran bisa mencoreng kepercayaan publik kepada BUMN. Hal ini yang menegaskannya untuk memberikan sanksi tegas.

"Saya rasa kita tidak boleh memandang bulu kalau masalah hukum-hukum yang tentu menjadi kepercayaan publik jatuh, apalagi kalau melanggar," tegasnya.

 


BPKP Turun Tangan

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh menyebut akan segera melakukan audit terhadap PTWaskita Karyadan PT Wijaya Karya (Wika). Salah satu alasannya, kedua perusahaan itu kerap mendapat kucuran dana dari pemerintah.

Hal yang lainnya, kata Ateh, sudah ada surat yang masuk keBPKPmengenai permintaan audit dari Kementerian BUMN terhadap dua BUMN Karya itu.

"Kalau itu (audit) pasti kita (lakukan), karena kita lakukan berkaitan dengan PMN (Penyertaan Modal Negara)," ujar dia di Kantor Pusat BPKP, Rabu (14/6/2023).

Diketahui, PMN untuk Waskita Karya sebesar Rp 3 triliun untuk tahun 2022 tengah ditunda pencairannya oleh Kementerian Keuangan. Sebelumnya, PMN yang sebelumnya sudah dicairkan sekitar Rp 7,9 triliun. Kemudian, Kementerian BUMN juga mengusulkan adanya PMN bagi Wijaya Karya Rp 8 Triliun.

Ateh menyebut, mengenai surat permintaan audit dua perusahaan itu sudah masuk ke BPKP. "Sudah masuk, dua-duanya," kata Ateh.


Telusuri Dugaan Markup

Senada, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari mencatat proses audit perlu dilakukan menelusuri dugaan markup laporan keuangan yang terjadi. Lantaran, hal itu disinyalir akan menimbulkan dampak yang buruk ke banyak pihak.

"Laporan keuangan itu kan baik itu aset, laba, atau rugi itu kan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, kecenderungannyamarkup, kenaikan kinerja yang dilaporkan ke pemegang saham dan stakeholder seolah-olah, contohnya 100 padahal cuma 50," ungkap Sari.

"Jadi nanti dampaknya, karena laporan keuangan itu kan digunakan untuk macem-macemkan, apalagi perusahaan IPO, saham kan dimiliki oleh masyarakat ini, masamarkupkinerja kan enggak baik," sambungnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya