Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan terjadi antara Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa dan Direktur Kantor Komisi Luar Negeri Partai Komunis China (PKC) Wang Yi. Sumber perdebatan adalah keputusan Jepang membuat limbah nuklir Fukushima ke laut.
Limbah nuklir tersebut adalah dampak dari gempa besar Gempa Besar Jepang Timur atau gempa Tohoku pada 2011 lalu. Gempa itu merusak fasilitas nuklir Jepang di Fukushima.
Advertisement
Keputusan Jepang ini menuai protes dari China, Jepang, Korea Utara, dan Korea Selatan. China bahkan menyebut Jepang egois.
Perdebatan pun sampai ke forum ASEAN Plus Three di Jakarta, Kamis (13/7/2023). Menurut sumber dari Kementerian Luar Negeri Jepang, diplomat top China Wang Yi mempertanyakan keputusan Jepang tersebut.
Menlu Jepang berargumen bahwa pembuangan itu sudah sesuai kajian ilmiah. Rafael Grossi selaku pemimpin IAEA (International Atomic Energy Agency) juga sudah ke Jepang.
"Baru-baru ini, Direktur Jenderal IAEA Grossi datang ke Jepang dan mereka memberikan laporan resmi IAEA tentang pelepasan air ini. Dan merespons komentar Direktur Wang Yi, Menteri Hayashi menegaskan bahwa Jepang hanya akan membuang air tersebut berdasarkan standar internasional, dengan kerja sama penuh dengan IAEA, dan dengan cara transparan. Dan kita tidak akan pernah membahayakan orang-orang dan lingkungan di Jepang, dekat Jepang, dan negara-negara tetangga," ujar sumber tersebut.
Pihak Korea Selatan juga hadir sebagai bagian ASEAN Plus Three, diwakili oleh Menlu Park Jin. Namun, sumber Kemlu Jepang berkata ia tidak ikut mengomentari isu tersebut.
Sumber Kemlu Jepang itu mengatakan bahwa hubungan Jepang dan Korea Selatan saat ini sedang hangat, sehingga kerja sama keduanya ikut membaik.
China Sebut Jepang Egois Akibat Masalah Limbah Nuklir
Sebelumnya, Jepang dilaporkan akan segera membuang lebih dari satu juta meter kubik limbah nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik, langkah yang kemudian mengusik hubungannya dengan sejumlah negara tetangga, termasuk China.
"Pemerintah China dengan sungguh-sungguh menyatakan penolakan kuat atas keputusan Jepang yang secara paksa membuang limbah nuklir ke laut. Pihak Jepang, mengabaikan kewajibannya di bawah hukum internasional termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan tidak menghiraukan keprihatinan serta penentangan yang kuat dari masyarakat internasional, bersikeras mendorong rencana pelepasan (limbah) tersebut. Ini sangat egois dan tidak bertanggung jawab," ungkap Misi China untuk ASEAN melalui pernyataan tertulisnya seperti dikutip Senin (3/7/2023).
Misi China untuk ASEAN mengungkapkan lebih lanjut bahwa sebagian besar ASEAN adalah negara maritim dan kesejahteraan masyarakatnya selalu terkait erat dengan lingkungan laut.
"Begitu air yang terkontaminasi nuklir dari Jepang dibuang ke laut, negara-negara di kawasan ini akan menjadi yang pertama menanggung bebannya. Kami mencatat bahwa sejumlah negara dan kelompok di wilayah tersebut telah menyatakan keprihatinan yang besar dan penentangan yang kuat terhadap tindakan Jepang.
"Sebagai negara tetangga Jepang, China memiliki sentimen yang sama. Kami mendesak pihak Jepang menanggapi secara serius keprihatinan yang sah dari negara-negara tetangga dan komunitas internasional, serta membuang air yang terkontaminasi nuklir dengan cara yang aman dan sesuai dengan kewajiban internasional, standar keamanan internasional, serta praktik baik internasional," tegas Misi China untuk ASEAN.
China dan ASEAN, sebut pernyataan itu, tengah menjajaki Kemitraan Ekonomi Biru dan kedua belah pihak sangat mementingkan kerja sama maritim.
"Semua itu harus dilandasi oleh lingkungan laut yang aman dan ekologi laut yang baik. Kami siap untuk lebih memperkuat kerja sama dengan negara-negara ASEAN demi menjaga rumah maritim bersama," imbuh Misi China untuk ASEAN.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin juga merespons kebijakan Jepang dengan mengatakan, "Lautan bukanlah selokan pribadi Jepang."
Wang Wenbin memperingatkan pelepasan limbah nuklir Fukushima membawa risiko bagi negara-negara tetangga dan negara-negara Kepulauan Pasifik. Dia mencap itu sebagai langkah egois yang menempatkan kepentingan bersama seluruh umat manusia dalam bahaya.
Advertisement