Fintech Sudah Salurkan Kredit Rp 621 Triliun ke UMKM, Tapi Masih Kurang

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menyalurkan pendanaan untuk UMKM sebesar Rp 621 triliun sejak tahun 2017 hingga Mei 2023.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Jul 2023, 13:30 WIB
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menyalurkan pendanaan untuk UMKM sebesar Rp 621 triliun sejak tahun 2017 hingga Mei 2023.

"Sejak tahun 2017 hingga Mei 2023 anggota AFPI telah melakukan pendanaan secara anggregat sebesar Rp 621 triliun, dimana outstanding pinjaman per Mei 2023 sebesar Rp 51 triliun," kata Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko, dalam peluncuran riset berjudul Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia, Jumat (14/7/2023).

Namun, angka tersebut masih jauh dari total kebutuhan pendanaan UMKM di tanah air. Berdasarkan pertimbangan inilah AFPI berinisiasi untuk melakukan riset bersama EY Parthenon Indonesia untuk mengkaji kondisi UMKM di Indonesia.

Sunu menyebut dalam riset ini ada temuan menarik terkait segmentasi UMKM, yang dapat mendukung pengambilan kebijakan berdasarkan tingkat literasi, agar penyaluran pendanaan dapat tepat sasaran.

Berdasarkan hasil riset EY Parthenon total kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 diproyeksikan mencapai Rp 4.300 triliun, dengan kemampuan suplai saat ini sebesar Rp 1.900 triliun.

"Artinya, masih terdapat selisih Rp 2.400 triliun total pembiayaan sektor UMKM. Sehingga pda sektor ini diprediksi memiliki pertumbuhan kurang lebih 7 persen dari periode 2022 hingga 2026. Hal ini menyebabkan kredit gap akan terus bertambah," ujarnya.

Padahal selama ini sebelum ada riset dari EY Parthenon, AFPI sebagai pelaku usaha menilai kredit gap yang diterbitkan bank dunia itu semakin mengecil, karena AFPI beranggapan telah membantu memberikan pinjaman ke unbankable. Namun, ternyata hasil dari riset ini menyatakan sebaliknya, yakni gap itu semakin besar.

Sunu berharap dengan adanya hasil riset UMKM ini, fintech lending bisa memainkan peranannya lebih besar, karena aktivitas platformnya lebih cocok untuk UMKM, yakni mudah diakses.

"Para penyelenggara fintech lending AFPI bisa menyalurkan pendanaan tepat sasaran, seiring segementasi UMKM yang lebih rinci dengan menambahkan instrumen literasi digital dan literasi keuangan, sehingga menjadi sumbangsih nyata industri Fintech terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," pungkasnya. 


OJK Mau Cabut Moratorium Izin Fintech Lending, Waspada Fraud!

Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk mencabut moratorium terkait perizinan fintech lending. Menyikapi rencana ini, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta OJK untuk mempertimbangkan beberapa hal.

Menurutnya, tingkat literasi digital masyarakar masih cukup rendah. Pada saat yang sama, dia mencatat makin banyak rasio kredit macet. Dia khawatir jika moratorium izin fintech lending dicabut akan memunculkan kecurangan.

"Pencabutan moratorium perizinan fintech lending berpotensi memunculkan fraud yang merugikan banyak kalangan di tengah masih rendahnya tingkat literasi digital masyarakat serta tren peningkatan kredit macet," kata dia dalam keterangannya, Selasa (4/7/2023).

Sebelum melakukan pencabutan, pria yang karib disapa Bamsoet ini meminta pemerintah melalui OJK ikut menyiapkan langkah antisipasinya. Khususnya pada langkah-langkah untuk mencegah praktik yang tak sesuai aturan.

"Meminta pemerintah memastikan pencabutan moratorium perizinan fintech lending harus disertai dengan langkah-langkah mitigasi agar tidak terjadi lagi kasus pinjaman online atau pinjol yang merugikan masyarakat," paparnya.

Sejalan dengan itu, dia juga meminta pemerintah meningkatkan langkah-langkah untuk mengedukasi masyarakat terkait literasi digital. Tujuannya untuk memastikan masyarakat memiliki pemahaman mengenai publik fintech lending dan risiko yang terkait dengannya.

"Meminta OJK memperkuat pengawasan terhadap praktik-praktik fintech lending yang berpotensi merugikan masyarakat, dikarenakan perlindungan konsumen harus menjadi prioritas utama," pungkasnya.


Masih Aman

Ilustrasi korban pinjaman online atau fintech lending ( Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait pemberitaan yang menyebut sebanyak 2,3 juta warga DKI Jakarta terlilit utang pinjaman online (pinjol) atau fintech lending. Disebutkan nilai pinjaman tersebut mencapai Rp 10,35 triliun per April 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Ogi Prastomiyono mengakui nilai maupun jumlah warga Jakarta yang terlilit utang pinjol pengguna maupun nilai utang pinjol benar adanya.

Akan tetapi, tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo (TWP 90) masih dalam batas aman.

"Ini mungkin perlu diklarifikasi bahwa di DKI Jakarta itu outstanding pinjaman memang Rp10,5 triliun. Tapi itu yang TWP nya hanya 3,23 persen," ungkapnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (4/7).

Data di DKI Jakarta

Infografis Cara Hindari Jeratan Pinjol Ilegal (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya