Liputan6.com, Washington - Duta Besar Korea Utara untuk PBB Kim Song membela peluncuran rudal balistik antar benua (ICBM) yang dilakukan negaranya pada Rabu (12/7/2023). Pembelaan itu disampaikannya di forum Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (13/7), fenomena yang langka terjadi.
Kim Song menjelaskan kepada anggota DK PBB bahwa uji coba rudal Hwasong-18 tersebut adalah pelaksanaan yang sah dari hak Korea Utara untuk membela diri. Amerika Serikat (AS), menurutnya, telah meningkatkan ketegangan regional dengan ancaman nuklir dan pengerahan kapal selam bertenaga nuklir ke Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam 14 tahun.
Advertisement
Peluncuran Hwasong-18, tegas Kim Song, tidak berdampak negatif pada keamanan negara tetangga. Dia merujuk pada pernyataan otoritas Jepang yang menyebutkan bahwa ICBM yang diluncurkan pihaknya terbang dengan sudut curam dan mendarat di perairan terbuka di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang. Demikian seperti dilansir AP, Jumat (14/7).
Duta Besar Korea Selatan untuk PBB Hwang Joon Kook membalas pernyataan tersebut dengan bertanya, "Bagaimana peluncuran ICBM dapat membuat negara tetangga merasa aman?"
Hwang Joon Kook menegaskan bahwa setiap peluncuran rudal balistik memungkinkan Korea Utara memajukan teknologinya menuju tujuannya, yaitu memiliki gudang senjata nuklir.
Para diplomat di PBB menuturkan bahwa kemunculan Kim Song menandai pertama kalinya bagi seorang diplomat Korea Utara berbicara di DK PBB sejak tahun 2017.
Sesaat sebelum pertemuan, 10 anggota DK PBB termasuk AS, Jepang, dan Korea Selatan mengutuk uji coba ICBM Korea Utara dan menekankan bahwa itu merupakan peluncuran rudal balistik ke-20 tahun ini, secara terang-terangan melanggar sejumlah resolusi DK PBB yang melarang tes semacam itu.
Pernyataan dari 10 negara juga menyebutkan mereka tetap berkomitmen untuk berdiplomasi tanpa prasyarat. Namun, Kim Song tidak menyinggung soal dialog yang terhenti sejak 2018.
DK PBB memberlakukan sanksi pasca uji coba senjata nuklir pertama Korea Utara pada tahun 2006 dan memperketatnya selama bertahun-tahun dalam 10 resolusi, yang sejauh ini dinilai tidak berhasil mengekang program rudal balistik dan nuklir negara itu.
Resolusi sanksi terakhir diadopsi oleh DK PBB pada Desember 2017. Pada Mei 2022, Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS, yang akan memberlakukan sanksi baru atas serentetan peluncuran ICBM.
Sejak saat itu, Rusia dan China, yang merupakan anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto telah memblokir setiap tindakan DK PBB terhadap Korea Utara, termasuk kecaman via media.
China Serukan Dialog
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun menggarisbawahi peluncuran terbaru rudal balistik oleh Korea Utara dan pada saat bersamaan dia mengkritik meningkatnya tekanan militer AS terhadap Korea Utara serta pengerahan senjata strategis AS ke Semenanjung Korea.
Dia mengatakan, pandangan lama AS dan negara lain bahwa Korea Utara menimbulkan ancaman keamanan dan obsesi Barat terhadap sanksi telah menempatkan Korea Utara di bawah tekanan eksistensial. Sementara itu, kekhawatiran sah Korea Utara diabaikan.
Zhang Jun mengatakan sejarah sejak 1990-an dengan jelas menunjukkan bahwa dialog dan negosiasi adalah satu-satunya cara untuk meredakan ketegangan. Dia mendesak AS dan Korea Utara untuk melanjutkan pembicaraan.
Advertisement