Mengenal Tari Pakarena yang Ada di Uang Kertas Pecahan Rp10.000

Tari pakarena merupakan salah satu dari lima tari klasik Sulawesi Selatan yang paling terkenal.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 16 Jul 2023, 13:00 WIB
Warga menukarkan uang rupiah kertas tahun emisi 2022 di Hall Basket Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (21/8/2022). Masih dalam rangka HUT Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan uang baru TE 2022 dengan pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Makassar - Pada tahun lalu, pemerintah dan Bank Indonesia resmi meluncurkan tujuh pecahan uang rupiah kertas tahun emisi 2022 (uang TE 2022), salah satunya uang kertas Rp10 ribu. Pada salah satu sisi uang baru tersebut terdapat gambar tari pakarena.

Tari pakarena merupakan salah satu dari lima tari klasik Sulawesi Selatan yang paling terkenal. Mengutip dari disbudpar.sulselprov.go.id, tarian tradisional ini lahir dan berkembang dalam kultur dan tradisi di daerah Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bulukumba.

Gerakan tarian ini cukup unik karena tercipta dari gerakan-gerakan puteri khayangan yang turun ke bumi. Penduduk asli Gowa percaya, dahulu ada sekelompok puteri khayangan yang turun ke bumi.

Mereka memiliki misi mengajarkan perempuan bumi tentang kewanitaan, seperti berhias dan menenun. Pelajaran tersebutlah yang tampak jelas dalam gerakan tari pakarena yang disebut dengan sanrobeja dan angani.

Tari pakarena dipentaskan oleh perempuan yang terdiri dari dua baris. Tiap baris terdiri dari 3-5 orang.

Namun dalam perkembangannya, hal tersebut tidak lagi menjadi pakem dalam tari pakarena. Dalam panggung kontemporer, misalnya, jumlah penari pakarena disesuailkan dengan besar-kecilnya panggung.

Meski demikian, ada satu fungsi penari yang tidak boleh berubah, yaitu punggawa pakarena. Punggawa pakarena merupakan orang yang bertugas sebagai pemimpin dan ditandai dengan selalu memukul genrang di sepanjang pementasan.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Baju Bodo

Dari segi kostum, umumnya penari pakarena menggunakan baju bodo berwarna merah. Mereka juga mengenakan berbagai aksesori, seperti tokeng (kalung), bangkara (anting), karro-karro tedong (gelang), silepe (ikat pinggang), kutu-kutu (hiasan kepala), kipas, pinang goyang di bagian kepala, dan sarung sutera yang warnanya disesuaikan dengan warna baju.

Dahulu, terdapat peraturan mengenai warna baju yang dikenakan penari pakarena. Warna baju bodo merah hanya dikenakan oleh kaum bangsawan, sedangkan untuk kalangan di luar istana biasanya mengenakan warna hijau. Namun, kini penari pakarena bebas menentukan warna baju bodo yang akan dikenakan.

Tari pakarena diiringi dengan musik dinamis dan menghentak yang bersumber dari suara gendang atau yang juga disebut dengan gentang atau genrang. Selain itu, terdapat alunan alat musik tradisional lainnya, seperti suara pui-pui dan sia-sia.

Pui-pui merupakan alat musik yang terbuat dari kayu jati. Bagian pangkalnya menggunakan besi dan diselipkan potongan janur sebagai penghasil bunyi.

Sementara itu, sia-sia merupakan alat musik bambu yang bagian ujungnya diberi celah, sehingga menghasilkan bunyi yang nyaring. Meski diiringi oleh musik dengan ritme yang menghentak dan bersemangat, gerakan tari pakarena tetap gemulai dan luwes.

Gerakan tersebut menjadi kekhasan sekaligus sisi menarik dari tari pakarena. Tari pakarena menggambarkan perempuan lembut yang sekaligus mewakili sifat perempuan asli Bugis yang sopan, setia, serta selalu menghormati pria, tetapi tetap mandiri.

Selain gambar tari pakarena, pada sisi pecahan uang kertas Rp10 ribu juga dihiasi gambar sosok pahlawan, yaitu Frans Kaisiepo. Frans Kaisiepo secara anumerta dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas usahanya seumur hidup untuk mempersatukan Irian Barat (Papua) dengan Indonesia.

(Resla Aknaita Chak)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya