Liputan6.com, Moskow - Rusia sedang menyelidiki apakah rudal Korea Utara mendarat di perairannya selama peluncuran uji coba pada Rabu 12 Juli 2023 lalu, kata para pejabat.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko mengatakan kementerian pertahanan negara itu sedang menyelidiki peluncuran itu, demikian seperti dikutip dari New York Post, Minggu (16/7/2023).
Advertisement
Tetapi, Rudenko menambahkan, "sejauh ini kami tidak memiliki informasi yang jelas bahwa rudal itu jatuh di zona ekonomi Rusia."
Rudenko mengatakan peluncuran rudal Korea Utara itu merupakan reaksi terhadap Amerika Serikat dan sekutunya sehingga "memprovokasi Korea Utara untuk membangun kekuatan pertahanannya."
Pada Kamis 13 Juli, Asisten Sekretaris Jenderal PBB Khaled Khiari mengatakan rudal itu menempuh jarak lebih dari 625 mil dalam waktu sekitar 74 menit dan jatuh di perairan yang termasuk dalam zona ekonomi Rusia dekat wilayah Jepang.
Uji coba rudal Hwasong-18 kerap digunakan sebagai simbol peringatan kepada musuh-musuh Korea Utara, termasuk Amerika Serikat, kata media pemerintah Rusia.
Jepang, Korea Selatan, dan AS mengutuk uji coba peluncuran rudal Korea Utara itu.
Korea Utara telah berada di bawah sanksi nuklir sejak 2006, ketika Dewan Keamanan PBB mengutuk uji coba nuklir pertama negara itu dan memberlakukan sanksi ketat terhadap persenjataan berat, teknologi dan komponen rudal dan barang-barang mewah tertentu.
Namun, Dewan Keamanan PBB telah terpecah selama beberapa tahun terakhir tentang bagaimana menangani kemampuan nuklir Korea Utara. Rusia dan China mengklaim lebih banyak sanksi hanya akan memperburuk situasi.
Pembelaan Korea Utara Soal Uji Coba Rudal
Duta Besar Korea Utara untuk PBB Kim Song membela peluncuran rudal balistik antar benua (ICBM) yang dilakukan negaranya pada Rabu (12/7/2023). Pembelaan itu disampaikannya di forum Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (13/7), fenomena yang langka terjadi.
Kim Song menjelaskan kepada anggota DK PBB bahwa uji coba rudal Hwasong-18 tersebut adalah pelaksanaan yang sah dari hak Korea Utara untuk membela diri. Amerika Serikat (AS), menurutnya, telah meningkatkan ketegangan regional dengan ancaman nuklir dan pengerahan kapal selam bertenaga nuklir ke Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam 14 tahun.
Peluncuran Hwasong-18, tegas Kim Song, tidak berdampak negatif pada keamanan negara tetangga. Dia merujuk pada pernyataan otoritas Jepang yang menyebutkan bahwa ICBM yang diluncurkan pihaknya terbang dengan sudut curam dan mendarat di perairan terbuka di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang. Demikian seperti dilansir AP, Jumat (14/7).
Duta Besar Korea Selatan untuk PBB Hwang Joon Kook membalas pernyataan tersebut dengan bertanya, "Bagaimana peluncuran ICBM dapat membuat negara tetangga merasa aman?"
Advertisement