Meneropong Prospek Wall Street pada Semester II 2023

Wall street mencatat kinerja positif sepanjang semester I 2023. Lalu bagaimana prediksi wall street pada semester II 2023?

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Jul 2023, 21:47 WIB
Ekonom Goldman Sachs prediksi inflasi Amerika Serikat (AS) dapat memberikan kejutan bagi bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed). (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Liputan6.com, New York - Saham masih dalam mode reli setelah indeks Nasdaq catat kinerja terbaik selama enam bulan dalam empat dekade. Selain itu, indeks S&P 500 naik 16 persen pada semester I 2023.

Dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (16/7/2023), seiring kinerja positif pada semester I 2023, bagaimana arah wall streetpada semester I 2023?

Analis Goldman Sachs berharap pasar tetap “fat and flat”. Hal ini seiring bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) telah menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. Pertanyaan besar bagi investor adalah apakah bank sentral dapat mencapai soft landing atau perlambatan ekonomi tanpa resesi di AS?

Data ekonomi yang kuat telah mendorong ekonom di wall street untuk pertimbangkan kembali harapan terhadap resesi pada 2023.

Analis Goldman Sachs menilai, soft landing  AS dengan normalisasi inflasi tetap menjadi kasus bagi ekonom karena ada risiko yang tersisa.

“Akibatnya, kami prediksi saham akan tetap terjebak dalam kisaran “fat and flat,” ujar Christian Mueller-Glissman dari Goldman Sachs.

Pada Juni 2023, ekonom Goldman Sachs menurunkan prediksi untuk resesi AS selama 12 bulan ke depan menjadi 25 persen dari 35 persen. Namun, Mueller-Glissman dan tim-nya memperingatkan inflasi dapat menjadi kaku dari sini, memicu kejutan bank sentral AS yang hawkish.

Adapun pembacaan inflasi Juni menunjukkan kenaikan indeks harga konsumen sebesar 3 persen year over year (YoY), kenaikan tahunan paling lambat sejak Maret 2021.

Mendinginnya inflasi dan data ekonomi yang beragam membuat ekonom memperdebatkan apakah bank sentral memang akan menaikkan suku bunga dua kali lagi pada 2023. Inflasi 3 persen pada Juni 2023 masih tinggi dari target 2 persen bank sentral AS.

 


Data China Disebut Mengecewakan

Warga yang memakai masker melintasi persimpangan di Beijing, China, Jumat (2/12/2022). Lebih banyak kota melonggarkan pembatasan, memungkinkan pusat perbelanjaan, supermarket, dan bisnis lainnya dibuka kembali menyusul protes akhir pekan lalu di Shanghai dan daerah lain di mana beberapa orang menyerukan Presiden Xi Jinping untuk mengundurkan diri. (AP Photo/Ng Han Guan)

Analis Goldman juga menekankan mengenai data pertumbuhan global di China dan Eropa yang bervariasi.

“Data China telah mengecewakan secara material sejak kuartal II dan di kawasan Euro sektor manufaktur global yang lemah mulai meluas ke sektor jasa,”

“Salah satu risiko yang kami lihat pada semester II adalah PMI global dapat mulai bebani revisi laba, terutama karena inflasi normal pada saat yang sama,” tulis analis Goldman Sachs.

Sementara itu, Goldman mencatat risiko untuk saham meningkat secara material pada Juni.

Di sisi lain, Goldman mencatat pasar sejauh ini telah didukung dengan nama-nama teknologi besar antara lain Nvidia yang mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada Jumat. Selain itu, saham Apple naik hampir 50 persen pada 2023, dan Tesla menguat 127 persen selama periode yang sama. Sementara itu, analis awalnya memperingatkan terbatasnya reli 2023.


Wall Street Bervariasi, Laba Raksasa Bank AS Angkat Indeks Dow Jones

Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan saham Jumat, 14 Juli 2023. Indeks Dow Jones catat penguatan dalam sehari seiring hasil laba yang kuat dari beberapa bank dan perusahaan terbesar.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (15/7/2023),  pada penutupan perdagangan wall street indeks Dow Jones melambung 113,89 poin atau 0,33 persen ke posisi 34.509,03. Indeks Dow Jones mencatat kenaikan dalam lima hari berturut-turut.

Sementara itu, indeks S&P 500 melemah 0,10 persen ke posisi 4.505,42. Indeks Nasdaq tergelincir 0,18 persen ke posisi 14.113,70. Baik indeks S&P 500 dan Nasdaq menyentuh level intraday tertinggi sejak April 2022.

Selama perdagangan sepekan di wall street, indeks Dow Jones mencatat kinerja terbaik sejak Maret dengan naik 2,3 persen. Indeks S&P 500 bertambah 2,4 persen, dan indeks Nasdaq naik 3,3 persen.

Saham UnitedHealth mengangkat indeks acuan pada Jumat, 14 Juli 2023 sebagai top performer. Saham raksasa asuransi itu melonjak lebih dari 7 persen setelah melaporkan laba dan pendapatan yang disesuaikan lebih baik dari perkiraan.

Perusahaan juga menaikkan batas bawah panduan laba yang disesuaikan setahun penuh. UnitedHealth juga menjadi pemenang terbesar di sektor perawatan kesehatan S&P 500 yang naik 1,5 persen.

Saham JPMorgan Chase melambung 0,6 persen setelah laba kuartal II melampaui harapan. Saham bank didorong oleh suku bunga lebih tinggi dan dan pendapatan bunga yang meningkat.

Sementara itu, saham Wells Fargo melemah 0,3 persen, meski bank membukukan hasil lebih baik dari perkiraan.

"Apa yang kami lihat dari laba bank besar, terutama JPMorgan, cukup tangguh,” ujar Chief Investment Officer Horizon Investments, Scott Ladner, seperti dikutip dari CNBC.

 


Laba Perusahaan Diprediksi Turun

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Ladner menambahkan, pihaknya melihat tingkat gagal bayar secara historis masih sangat rendah dan tidak menunjukkan tanda-tanda meroket lebih tinggi. “Jadi itu pertanda baik bagi konsumen dan ekonomi,” ujar dia.

Harapan untuk musim ini suram dengan analisi prediksi penurunan laba S&P 500 sekitar 7 persen dari tahun ke tahun, menurut FactSet. Hal itu akan menandai musim laba yang buruk sejak kuartal II 2020, saat laba S&P 500 merosot 31,6 persen.

Sentimen investor telah terangkat oleh laporan inflasi yang lemah pekan ini. Laporan indeks harga produsen terbaru menunjukkan inflasi naik kurang dari yang diantisipasi dan dibangun di atas optimisme pelaku pasar dari data indeks harga konsumen pada Juni yang dirilis Rabu pekan ini.

Saat ini investor mempertimbangkan apakah ekonomi yang kuat yang diilustrasikan oleh data terbaru dapat mendorong saham lebih tinggi pada akhir tahun.

“Skenario Goldilocks masih hidup dan sehat, dalam hal penurunan tekanan inflasi dan ada pertumbuhan ekonomi yang masih cukup kuat. Jadi ini latar belakang yang cukup bagus untuk aset berisiko,” ujar Ladner.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya