WHO Ungkap Pemanis Buatan pada Minuman Diet Picu Kanker, Seberapa Aman Batasan Konsumsi Aspartam?

Pemanis buatan aspartam yang biasa terdapat pada minuman diet dapat memicu kanker, seberapa aman batasan konsumsinya?

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 17 Jul 2023, 12:00 WIB
Ilustrasi pemanis buatan aspartam yang biasa terdapat pada minuman diet dapat memicu kanker, seberapa aman batasan konsumsinya? | unsplash.com/@picoftasty

Liputan6.com, Geneva - Pemanis buatan aspartam (aspartame) yang biasa terdapat pada minuman diet rupanya dapat memicu kanker. Hasil ini merupakan kajian terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melalui International Agency for Research on Cancer (IARC) dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA).

IARC menggolongkan aspartam sebagai kemungkinan karsinogenik bagi manusia (Grup 2B) berdasarkan bukti terbatas untuk kanker pada manusia -- khususnya untuk karsinoma hepatoseluler yang merupakan jenis kanker hati.

Ada juga bukti terbatas untuk kanker pada hewan percobaan dan bukti terbatas terkait kemungkinan mekanisme penyebab kanker. Walau begitu, aspartam masih bisa dikonsumsi sesuai batasan tertentu.

Batasan Asupan Harian yang dapat Diterima

Head of the Standards and Scientific Advice, Food and Nutrition Unit WHO, Dr. Moez Sanaa menyatakan, tetap diperlukan kajian lebih lanjut soal aspartam.

Hal ini melihat bahwa JECFA menyimpulkan, data yang dievaluasi menunjukkan tidak ada cukup alasan untuk mengubah asupan harian yang dapat diterima yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0–40 mg/kg berat badan untuk aspartam.

 

Maka, komite ini menegaskan kembali, seseorang aman jika mengonsumsi dalam batas tersebut per hari. Misalnya, dengan sekaleng minuman ringan diet yang mengandung 200 atau 300 mg aspartam.

Orang dewasa dengan berat 70 kg perlu mengonsumsi lebih dari 9–14 kaleng per hari untuk melebihi asupan harian yang dapat diterima, dengan asumsi tidak ada asupan tambahan dari sumber makanan lain, tulis WHO dalam rilis resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (17/7/2023).

 


Perlu Uji Coba Karsinogenisitas

Penilaian risiko Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) juga menentukan kemungkinan jenis kerusakan tertentu, yaitu kanker, terjadi dalam kondisi dan tingkat paparan tertentu.

Bukan hal yang aneh jika JECFA memasukkan klasifikasi International Agency for Research on Cancer (IARC) ke dalam pertimbangannya.

“JECFA juga mempertimbangkan bukti risiko kanker, dalam penelitian pada hewan dan manusia, dan menyimpulkan bahwa bukti hubungan antara konsumsi aspartam dan kanker pada manusia tidak meyakinkan,” lanjut Dr. Moez Sanaa.

“Kami membutuhkan studi yang lebih baik dengan tindak lanjut yang lebih lama dan kuesioner diet berulang pada kohort yang ada. Kami memerlukan uji coba terkontrol secara acak, termasuk studi tentang jalur mekanistik yang relevan dengan regulasi insulin, sindrom metabolik, dan diabetes, terutama yang terkait dengan karsinogenisitas.”


Penggunaan Aspartam pada Produk Makanan dan Minuman

Ilustrasi aspartam adalah pemanis buatan (kimia) yang banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman sejak dekade 1980-an, termasuk minuman diet, permen karet, gelatin, es krim, produk susu. (Unsplash/Laura Ockel)

Mengutip “bukti terbatas” untuk karsinogenisitas pada manusia, International Agency for Research on Cancer (IARC) menggolongkan aspartam sebagai kemungkinan karsinogenik bagi manusia (IARC Group 2B) dan JECFA menegaskan kembali asupan harian yang dapat diterima ialah sebesar 40 mg/kg berat badan. 

Sebagai informasi, aspartam adalah pemanis buatan (kimia) yang banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman sejak dekade 1980-an, termasuk minuman diet, permen karet, gelatin, es krim, produk susu seperti yogurt, sereal sarapan, pasta gigi, dan obat-obatan seperti obat batuk dan vitamin kunyah.

Terus Menilai Kemungkinan Faktor Pemicu Kanker

“Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian secara global. Setiap tahun, 1 dari 6 orang meninggal karena kanker," kata Director of the Department of Nutrition and Food Safety WHO, Dr. Francesco Branca.

"Ilmu pengetahuan terus berkembang untuk menilai kemungkinan faktor pemicu atau pemicu kanker, dengan harapan dapat mengurangi jumlah ini dan jumlah korban manusia."


Potensi Bahaya Karsinogenik

International Agency for Research on Cancer (IARC) dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) melakukan kajian independen namun saling melengkapi untuk menilai potensi bahaya karsinogenik dan risiko kesehatan lain yang terkait dengan konsumsi aspartam.

Ini adalah pertama kalinya IARC mengevaluasi aspartame, dan ketiga kalinya untuk JECFA.

Identifikasi bahaya IARC adalah langkah mendasar pertama untuk memahami karsinogenisitas suatu agen dengan mengidentifikasi sifat spesifiknya dan potensinya untuk menyebabkan kerusakan, yaitu kanker.

Tidak Mencerminkan Risiko Berkembangnya Kanker

Klasifikasi IARC mencerminkan kekuatan bukti ilmiah mengenai, apakah suatu agen dapat menyebabkan kanker pada manusia, tetapi klasifikasi tersebut tidak mencerminkan risiko berkembangnya kanker pada tingkat paparan tertentu.

Evaluasi bahaya IARC mempertimbangkan semua jenis paparan (misalnya, makanan, pekerjaan). Klasifikasi kekuatan bukti di Grup 2B adalah tingkat tertinggi ketiga dari 4 tingkat, dan umumnya digunakan baik ketika ada bukti terbatas, tetapi tidak meyakinkan, untuk kanker pada manusia atau bukti meyakinkan untuk kanker pada hewan percobaan, tetapi tidak pada keduanya.

Infografis Mengetahui 6 Jenis Diet yang Populer. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya