Liputan6.com, Jakarta - Persentase garis kemiskinan (GK) penduduk miskin di Indoensia pada Maret 2023 mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa garis kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen atau mencapai 25,9 juta orang.
Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto menjelaskan, persentase penduduk miskin mengalami penurunan 0,21 persen poin dibanding dengan September 2022. Sedangkan dibanding dengan Maret 2022,turun 0,26 juta orang.
Advertisement
Dia menilai, meskipin terus mengalami penurunan, namun tingkat kemiskinan Maret 2023 ini belum pulih seperti masa sebelum pandemi.
"Sejak Maret 2021 tingkat kemiskinan mengalami penurunan seiring dengan pemulihan ekonomi nasional. Meski sempat mengalami kenaikan pada September 2022. Selama pandemi, tingkay kemiskinan tertinggi terjadi pada September 2020 sebesarb10,19 persen," ujar Atqo dalam acara rilis BPS, Jakarta, Senin (17/7/2023).
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebsar 7,29 persen atau menurun dibandingkan September 2022 yang sebelumnya sebesar 7,53 persen. Sedangkan persentase penduduk miskin perdesaan pada periode yang sama sebesar 12,22 persen menurun dibandingkan September 2022 sebesar 12,36 persen.
Garis Kemiskinan Makanan
Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp 550.458, per kapita atau per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 408.522 atau 74,21 persen dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 141.936 atau 25,79 persen.
"Bisa kita ketahui, berdasarkan komponen pembentuknya, peranan komoditas makanan terhadap GK jauh lebih besar dibanding peranan bukan makanan. Untuk Maret 2023, peranan komoditas makanan mencapai 74,21 persen. Sementara untuk bukan makanan hanya sebesar 25,79 persen. Ini kontribusi terhadap garis kemiskinan," katanya.
Dengan demikian, pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657 per rumah tangga miskin atau per bulan.
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com
Terganjal Pandemi, Target Kemiskinan Ekstrem 0% di 2024 Sulit Terwujud
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem jadi 0 persen pada tahun depan. Target angka kemiskinan ekstrem tersebut cukup ambisius. Bahkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengaku berat untuk mencapainya.
Suharso menjelaskan, upaya pemerintah dalam menghapuskan tingkat kemiskinan terganjal pandemi Covid-19. Selain itu, khusus program penghapusan kemiskinan ekstrem baru ada di tahun 2021.
“Deviasi target terjadi mulai 2021 karena adanya Covid-19,” kata Suharso saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
Suharso mengatakan memang tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Hanya saja, untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem masih sangat sulit tercapai jika targetnya tinggal 1 tahun lagi.
“Meskipun tingkat kemiskinan terus menurun, masih berat untuk mencapai target,” kata dia.
Hal ini tidak terlepas dari akurasi data yang data yang dimiliki pemerintah. Suharso menyebut data pemerintah terkait penerima program pengentasan kemiskinan masih rendah.
Terlebih dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan datanya menurun. Tahun 2020 tercatat 48 persen, tahun 2021 turun menjadi 43 persen dan di tahun 2022 hanya 41 peren.
“Memang untuk mencapai target ini akurasi data penerima program masih renah bahkan menurun,” kata dia.
Advertisement
Pemutakhiran Data
Untuk itu, Bappenas tengah mengupayakan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dan Integrasi program kementerian lembaga.
Sebagai informasi, BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 26,36 juta orang. Sedangkan persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,7 persen.
Sementara itu, jumlah penduduk yang masuk dalam kategori miskin extreme pada September 2022 tercatat 1,76 persen. Angka ini lebih rendah dari posisi bulan Maret 2022 sebanyak 5,59 juta jiwa atau 2,04 persen. Tak hanya itu, angka tersebut sedikit menurun dari tahun 2021 yang jumlahnya 5,8 juta jiwa atau 2,14 persen.