Mantan Karyawan Twitter Afrika Belum Kantongi Pesangon dari Elon Musk

Mantan karyawan Twitter itu mengaku Twitter tidak responsif hingga pihaknya setujui tiga bulan karena pihaknya sangat stres dan lelah.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Jul 2023, 16:45 WIB
Mantan karyawan Twitter Afrika yang diberhentikan setelah akuisisi Elon Musk, belum menerima uang pesangon lebih dari tujuh bulan sejak meninggalkan perusahaan.(Foto: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan karyawan Twitter Afrika yang diberhentikan setelah akuisisi Elon Musk, belum menerima uang pesangon lebih dari tujuh bulan sejak meninggalkan perusahaan.

Pada akhir Mei, mantan karyawan yang berbasis di ibu kota Ghana, Accra, menerima tawaran Twitter untuk membayar pesangon selama tiga bulan, biaya pemulangan staf asing, dan biaya hukum yang dikeluarkan selama negosiasi dengan perusahaan. Namun, hingga kini tampaknya mereka belum menerima uang yang dijanjikan itu.

Melansir CNN International, Senin (17/7/2023), para mantan karyawan mengatakan mereka dengan enggan menyetujui paket pesangon tanpa tunjangan, meskipun itu lebih kecil dari yang diterima rekan kerja di tempat lain.

"Twitter tidak responsif sampai kami menyetujui tiga bulan karena kami semua sangat stres dan lelah serta lelah dengan ketidakpastian, enggan mengambil beban ekstra dari kasus pengadilan sehingga kami merasa tidak punya pilihan selain menyelesaikannya,” kata mantan karyawan.

Mantan karyawan berbicara kepada CNN dengan syarat anonim karena mereka mengatakan mereka diminta untuk menandatangani perjanjian non-disclosure sebagai bagian dari persyaratan keluar mereka.

Menurut Carla Olympio, seorang pengacara yang mewakili mantan karyawan tersebut, komunikasi terakhir dari Twitter adalah pada Mei lalu. Sejumlah anggota tim diberhentikan hanya empat hari setelah jejaring sosial membuka kantor fisik di Accra November lalu.

Beberapa dari mereka mengatakan telah pindah ke Ghana dari negara Afrika lainnya, dan bergantung pada pekerjaan mereka di Twitter untuk mendukung status hukum mereka di negara tersebut.

 

 


Hadapi Tuntutan Hukum

Ilustrasi Twitter. Kredit: Photo Mix via Pixabay

"Sayang, tampaknya setelah menerapkan penghentian mereka secara tidak etis dan melanggar janji mereka sendiri dan undang-undang Ghana, menyeret proses negosiasi keluar selama lebih dari setengah tahun. Sekarang kita telah sampai pada titik hampir penyelesaian, ada keheningan total dari mereka selama beberapa minggu,” kata Olympio.

Twitter dan Musk menghadapi banyak tuntutan hukum di mana penggugat mengklaim bahwa perusahaan telah gagal membayar utang kepada mantan staf mereka.

Pekan lalu, seorang mantan karyawan AS mengajukan gugatan class action yang mengklaim perusahaan tidak membayar jumlah penuh pesangon yang dijanjikan November lalu sebelum PHK massal. Penggugat mengatakan Twitter menjanjikan pesangon kepada karyawan senior enam bulan gaji pokok ditambah satu minggu untuk setiap tahun masa kerja, selain tunjangan lainnya.

Sebaliknya, penggugat mengatakan mereka menerima total tiga bulan gaji, menurut gugatan tersebut. Pada April 2023, Musk mengumumkan lebih dari 6.000 orang telah di-PHK sejak dia menyelesaikan akuisisi perusahaan tersebut pada akhir Oktober.

 


Elon Musk Sebut Arus Kas Twitter Masih Negatif

Elon Musk (kanan) berjalan dari pusat peradilan di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Senin (12/7/2021). Elon Musk terancam denda USD 2 miliar atau sekitar Rp 29 triliun (asumsi Rp 14.502 per dolar Amerika Serikat). (AP Photo/Matt Rourke)

Sebelumnya, pemilik Twitter, Elon Musk menuturkan, arus kas Twitter tetap negatif karena penurunan pendapatan iklan hampir 50 persen. Ditambah beban utang yang berat.

“Perlu mencapai arus kas positif sebelum memiliki kemewahan untuk hal lain,” kata Musk dalam cuitan pada Sabtu pagi, 15 Juli waktu setempat dikutip dari Channel News Asia, Minggu (16/7/2023).

Setelah Elon Musk akuisisi Twitter pada Oktober 2022, perusahaan media sosial itu hadapi kekacauan selama berbulan-bulan, termasuk PHK ribuan karyawan, kritik atas moderasi konten yang lemah, dan eksodus banyak pengiklan yang tidak ingin iklan mereka muncul di samping konten yang tidak pantas.

Di sisi lain, Elon Musk yang merekrut Linda Yaccarino, mantan kepala periklanan di Comcast’s NBCUniversal sebagai CEO Twitter mengisyaratkan penjualan iklan tetap menjadi prioritas Twitter bahkan saat berhasil meningkatkan pendapatan subscription. Yaccarino mulai bekerja di Twitter pada awal Juni.

Pada Kamis, Twitter menuturkan, pembuat konten terpilih akan berhak mendapatkan bagian dari pendapatan iklan yang diperoleh perusahaan dalam upaya menarik lebih banyak pembuat konten ke situs tersebut.

Ancam Gugat METASebelumnya, Twitter mengancam akan menggugat Meta terkait aplikasi Threads yang baru dirilis perusahaan media sosial itu, Kamis 6 Juli 2023.

 


Tudingan Twitter

Bug di aplikasi Twitter menyebabkan sejumlah tweet pengguna yang telah dihapus kembali muncul. (unsplash/Joshua Hoehne)

Menurut sebuah surat yang ditujukan kepada CEO Meta Mark Zuckerberg, pengacara Twitter Alex Spiro berpendapat, Meta menggunakan rahasia dagang dan kekayaan intelektual Twitter untuk membuat Threads.

Spiro, yang juga adalah pengacara pribadi Elon Musk mengklaim bahwa Meta mempekerjakan belasan matan karyawan Twitter untuk mengembangkan Threads.

Hal ini dianggap tidak terlalu mengejutkan, pasalnya setelah Elon Musk mengambil alih Twitter, ada ribuan karyawan Twitter yang di-PHK.

Sebagaimana dikutip The Verge, Jumat (7/7/2023), menurut Twitter, banyak dari mantan karyawan mereka yang masih memiliki akses ke trademark Twitter dan informasi-informasi rahasia lainnya.

Twitter pun menuding Meta memanfaatkan hal tersebut dan menugaskan para eks karyawan Twitter untuk mengembangkan aplikasi "peniru" yang melanggar hukum negara bagian dan federal.

Imbasnya, Twitter mengancam akan mengambil langkah hukum baik dalam bentuk perdata maupun ganti rugi terkait Threads ini. 


Intip Gerak Saham Meta Usai Rilis Threads, Pesaing Twitter

Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)

Sebelumnya, Meta Platforms meluncurkan Threads, pesaing langsung Twitter pada Rabu, 5 Juli 2023. Layanan baru ini menarik jutaan pengguna dalam hitungan jam.

CEO META Mark Zuckerberg menuturkan, aplikasi tersebut menarik 10 juta pendaftar dalam tujuh jam. Selebritas antara lain Kim Kardashian, Jennifer Lopez, dan anggota partai Demokrat Amerika Serikat (AS) Alexandria Ocasio-Cortez, dengan cepat bergabung dengan platform baru.

“Ayo lakukan ini. Selamat datang di Threads,” tulis Mark Zuckerberg dalam unggahan pertama di aplikasi tersebut demikian dikutip dari laman Investing.com, Jumat (7/7/2023).

Raksasa media sosial itu berharap menggunakan basis pengguna dan pengalaman iklan yang besar. Untuk memonetisasi platform baru pada saat Twitter mengalami transformasi. Mirip dengan perusahaan milik Elon Musk, Threads memungkinkan pengguna untuk mengunggah unggahan teks pendek, unggah ulang dan membalas.

“Visi kami dengan Threads adalah untuk mengambil yang terbaik dari Instagram dan mengembangkannya menjadi teks, menciptakan ruang yang positif dan kreatif untuk mengekpresikan ide-ide Anda,” tulis Meta dalam unggahan di blog.

“Sama seperti di Instagram, dengan utas Anda dapat mengikuti dan terhubung dengan teman dan pembuat konten yang memiliki minat yang sama, termasuk orang yang Anda ikuti di Instagram dan lainnya,” tulis Meta.

Threads saat ini tersedia di lebih dari 100 negara. Seiring peluncuran Threads itu, saham Meta melonjak hampir 3 persen pada perdagangan Rabu. Selain itu, naik 1,7 persen pada pra pembukaan perdagangan Kamis, 6 Juli 2023. Namun, pada penutupan perdagangan saham Kamis, 6 Juli 2023, saham META melemah 0,81 persen ke posisi USD 291,99.

Terlepas dari reaksi pasar yang positif, analis Wells Fargo mengharapkan sedikit dampak jangka pendek dari peluncuran Threads. Analis Wells Fargo prediksi potensi dampak tahunan sebesar 1-3 persen dari pendapatan dan earning per share (EPS).

 

 

 


Peluang Threads untuk Meta

Aplikasi Threads from Instagram (Foto: Facebook)

“Kami melihat Threads sebagai peluang untuk mendorong penggunaan tambahan untuk Meta dan percaya monetisasi awal akan terbatas di Amerika Serikat,” tulis Gawarelski.

Analis KeyBanc menaikkan target harga menjadi USD 335 per saham, naik dari sebelumnya USD 280. Analis menilai secara positif peluncuran Threads karena aplikasi tersebut tampaknya mengatasi banyak tantangan Twitter.

“Meski pun ini dapat mewakili beberapa miliar dolar AS dalam pendapatan iklan dalam skenario yang lebih bullish dengan asumsi adopsi Amerika Serikat dan internasional yang berarti, kami percaya ini akan menjadi contributor yang tidak penting dalam waktu dekat karena Meta kemungkinan fokus pada adopsi daripada monetisasi,”tulis analis.

Adapun target harga yang dinaikkan mencerminkan peningkatan dalam produk iklan inti Meta.

 

Infografis Kenaikan Jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya