Kisah Pengabdian Hasan Tata Abas, Orang Indonesia yang Jadi Asisten Imam Masjid Nabawi

Sehari-hari, Hasan membantu dan melayani kebutuhan Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, satu dari tujuh Imam Masjid Nabawi.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 17 Jul 2023, 17:20 WIB
Hasan Tata Abas saat bersama para imam masjid Nabawi Madinah. (FOTO: Istimewa)

Liputan6.com, Madinah - Hasan Tata Abas tidak terlalu dikenal banyak orang meski punya tugas yang mulia di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Sebab dia memang jarang bersentuhan dengan masyarakat luas dan lebih banyak menghabiskan waktunya di Maarots Kadimiyah Masjid Nabawi.

Pria asal Provinsi Banten ini merupakan orang Indonesia yang terpilih menjadi pelayan atau asisten salah satu Imam Masjid Nabawi. Sehari-hari, Hasan membantu dan melayani kebutuhan Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, satu dari tujuh Imam Masjid Nabawi.

Tugas yang dilakukan Hasan mulai dari menyiapkan ruangan, menyediakan makan, minum dan sebagainya. Tak hanya itu, Hasan juga kerap menemani sang imam menjamu para tamunya.

Dengan sigap Hasan menyajikan qohwah atau teh campuran rempah-rempah, minuman khas Arab Saudi kepada para tamu dan syekh.

"Kalau syekh lagi menyusun kitab-kitab, saya yang menyiapkan minumnya. Kalau ada tamu saya yang bawakan oleh-oleh untuk tamu beliau ke mobil. Menyediakan dan menyiapkan kantor beliau, ya saya yang mengelap dan sebagainya," katanya kepada tim Media Center Haji (MCH) beberapa waktu lalu di Madinah.

Sebagai asisten imam Masjid Nabi, Hasan bekerja dari waktu Subuh hingga Isya'. Sejak pagi, Hasan sudah memulai aktivitasnya di Maarots Kadimiyah yang lokasinya tepat di depan pintu 309 Masjid Nabawi. Menjelang sore setelah Ashar, Hasan pindah ke Masjid Nabawi.

Warga Indonesia yang telah mengabdikan diri di Masjid Nabawi sejak 2004 ini mengaku tak pernah menyangka bisa menjadi asisten imam masjid peninggalan Nabi Muhammad SAW tersebut.

Dia menceritakan bagaimana awalnya bisa pergi jauh dari Tanah Air hingga menjadi pengabdi di Masjid Nabawi. Saat itu, dirinya baru saja menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren yang ada di Padeglang, Banten.

"Awalnya karena ekonomi. Saat itu baru punya anak satu, saya memutuskan untuk ikut beasiswa gratis di Universitas Islam Madinah (UIM). Dengan izin Allah saya bisa lulus," ujar Hasan.

Selepas kuliah, dia melamar kerja di Arab Saudi lewat kafil (sponsor) Bin Laden Group untuk ditempatkan di Masjid Nabawi. Bersama 47 peserta lainnya dari berbagai negara di dunia, Hasan menjalani seleksi dan wawancara.

"Saat itu syekh membutuhkan tenaga asisten. Saya ikut interview, qodarulloh diterima. Alhamdulillah," katanya.

 

 


Hasan Bisa Beribadah di Masjid Nabawi Kapan pun

Menurutnya, hafal 30 juz Al-Qur'an menjadi salah satu penunjuang untuk bisa lolos seleksi. "Meski tidak harus. Terpenting itu kesopanan dan akhlak. Sementara kita orang timur kesopanan tidak dibuat-buat. Kesopanan sudah tradisi," kata Hasan.

Meski menjadi pelayan, Hasan mengaku sangat bangga dengan tugas melayani imam Masjid Nabawi. Selain bisa dekat dengan ulama-ulama besar, dirinya juga bisa beribadah kapan pun di Masjid Nabawi, termasuk mengunjungi Raudhah.

Apalagi hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan, orang yang melaksanakan sholat di Masjid Nabawi diganjar pahala 1.000 kali lipat dibandingkan sholat di tempat biasa.

"Saya sering menangis, Ya Allah saya ini warga Indonesia, orang kecil, orang bodoh ya. Di Indonesia saya itu tidur juga di pondok bambu, salat juga di musala kampung, saya merantau ke Arab Saudi, Allah beri kesempatan saya berkumpul sama orang-orang sholeh setingkat sahabat Rasulullah. Itu yang bikin saya nangis bahagia," ujarnya.

Kebahagiaan lainnya adalah bisa dimakamkan di Pemakaman Baqi apabila dirinya meninggal dunia di Madinah nanti. Pemakaman yang diidam-idamkan oleh banyak kaum muslim karena di dalamnya ada makam para sahabat dan keluarga Nabi.

"Kalau saya meninggal, ditakdirkan meninggal di Madinah, saya dapat hadiah dimakamkan di Baqi," ucap Hasan.

 


Pengalaman Melayani Kekasih Allah

Selama bertugas menjadi asisten Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, Hasan mengaku bisa sering bertemu dan melayani para ulama besar dari berbagai penjuru dunia. Selain imam Masjid Nabawi, dia juga bisa dekat dan melayani imam Masjidil Haram.

"Kadang yang bikin saya nangis terharu juga kalau pas Syekh Haramain (Makkah dan Madinah) ini ijtima di Masjid Nabawi. Dari Masjidil Haram datang ke sini ijtima yang menyuguhi beliau-beliau yang mulia itu saya. Nah saat beliau-beliau lagi ijtima musyawarah, saya di belakang beliau menunggu panggilan," kata Hasan.

Selain kerap bertemu ulama-ulama besar, Hasan juga mengaku beberapa kali mengalami kejadian yang sulit diterima nalar.

"Pernah ada yang bertamu ke Syekh dengan berpakaian lusuh. Tadinya sempat dilarang (masuk) oleh protokol, tapi dipersilakan masuk oleh syekh. Sampai ke dalam enggak berbicara cuma diam," ujarnya bercerita.

Sebagai pelayan, Hasan lantas menyuguhkan makan dan minum kepada tamu imam Masjid Nabawi tersebut. Namun sajian yang dihidangkan sama sekali tidak disentuh.

"Pakaiannya lusuh, enggak putih, bersih tapi baunya harum, wangi sekali. Syekh enggak bilang apakah dia malaikat atau golongan manusia enggak tahu. Cuma dikatakan kekasih Allah," kata Hasan membagi pengalamannya.

 

Infografis Cara Dapatkan Asuransi Jiwa dan Kecelakaan Jemaah Haji Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya