Liputan6.com, Jakarta - Pengambilalihan PT Vale Indonesia, Tbk menjadi hal yang penting dalam program hilirisasi nikel di Tanah Air. Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, proses pengendalian Vale sangat penting pada integrasi sektor tambang nikel dengan smelter di Indonesia.
Bhima meminta agar pemerintah melalui BUMN Holding Pertambangan MIND ID dapat mengambilalih Vale sekaligus menjadi pemegang saham pengendali perusahaan tersebut guna memuluskan proses hilirisasi nikel.
Pada saat ini, BUMN Tambang MIND ID baru memiliki saham Vale sebesar 20%. Sedangkan pengendali Vale, yakni perusahaan Vale Canada Limited, masih memegang saham sebanyak 43,79%.
Selanjutnya, Sumitomo Metal Mining Co, Ltd. memiliki saham sebesar 15,03%, diikuti oleh investor dengan kepemilikan di bawah 2%. Vale telah melepas 20,37% sahamnya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham INCO, yang belakangan diketahui bahwa lebih dari 60% saham yang terdaftar di BEI ini dikuasai oleh asing.
Melihat kondisi tersebut, dapat dipastikan bahwa penguasaan Vale Indonesia berada dalam keputusan asing. Representasi kepemilikan Pemerintah Indonesia kepada perusahaan tambang asing yang sudah lebih dari 50 tahun berada di Sulawesi tersebut memiliki pengaruh yang kecil, bahkan dikemudian hari bisa menghambat program hilirisasi nasional.
Menurut Bhima, saat ini proses hilirisasi nikel masih belum tuntas. Mayoritas hasil pengolahan di dalam negeri masih berbentuk setengah jadi, sehingga penerimaan negara belum maksimal. "Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk mengintegrasikan hulu dan hilir nikel," sebut Bhima, Selasa (18/7/2023).
Upaya pemerintah guna menguasai Vale Indonesia dengan hak pengelolaan sepertinya sedikit alot ketika MIND ID sebagai BUMN Holding tambang merasa bahwa kurang strategis jika hanya menambah kepemilikan saham tanpa hak pengendalian dan konsolidasi keuangan.
Baca Juga
Advertisement
Divestasi Saham Vale
Sekalipun sebagian besar stakeholder di negeri ini meyakini bahwa dengan hak pengelolaan itu akan memberikan dampak besar bagi penerimaan negara, karena rantai bisnis pengolahan nikel mentah itu kini dapat diolah hingga jadi barang industrialisasi berupa battery cell bahkan battery pack dengan hadirnya Indonesia Battery Corporation (IBC) yang siap menjadi lokomotif pabrik baterai di Indonesia di bawah kepemilikan saham Pertamina, PLN, Antam, dan INALUM.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut, Vale akan mendivestasikan 14% sahamnya. Angka ini di atas ketentuan yang harus dilepas yakni 11%. Jika benar Vale akan melepas saham 14% dan diserap holding BUMN pertambangan MIND ID, maka MIND ID akan mengempit saham 34%. Namun, jika MIND ID enggan maka divestasi dapat di lakukan dengan ditawarkan ke publik kembali melalui BEI. “Ya, kalau MIND ID enggak membeli ya mungkin kejadiannya seperti dulu lagi dilepas ke bursa,” kata Arifin.
Jalan terakhir dengan membuka opsi divestasi ke bursa saham Indonesia memang diperbolehkan dalam UU Minerba no.3 Tahun 2020. Namun, ini juga yang memungkinkan pada akhirnya mementingkan kepentingan nasional menjadi susah untuk diwujudkan, mengingat saat ini kepemilikan saham INCO di BEI, 60% nya adalah pihak asing, sehingga negara tidak memiliki hak pengendalian atas jalannya perusahaan.
Masalah divestasi saham Vale ini sendiri telah dibahas antara Komisi VII dan Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja yang digelar beberapa waktu lalu. Adapun kesimpulan rapat itu diantaranya yakni Komisi VII DPR RI meminta agar Menteri ESDM mendukung Holding BUMN pertambangan MIND ID mendapat porsi saham pengendali PT Vale Indonesia Tbk.
"Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan financial consolidation sebagai bentuk penguasaan negara melalui BUMN," kata Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman saat membacakan kesimpulan rapat, Selasa (13/6).
Advertisement