Rupiah Berpotensi Menguat Meskipun Data Ekonomi AS Membaik

Potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS menjadi 14.950 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran 15.030 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 18 Jul 2023, 13:00 WIB
Pada Selasa (18/7/2023), nilai tukar rupiah ditransaksikan antarbank menguat 0,13 persen atau 19 poin menjadi 14.994 per dolar AS dari sebelumnya 15.013 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada pembukaan perdagangan Selasa ini. Rupiah berpotensi terus menguat di tengah tekanan yang terjadi terhadap dolar AS. 

Pada Selasa (18/7/2023), nilai tukar rupiah ditransaksikan antarbank menguat 0,13 persen atau 19 poin menjadi 14.994 per dolar AS dari sebelumnya 15.013 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS menjadi 14.950 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran 15.030 per dolar AS.

"Rupiah bisa menguat terhadap dolar AS hari ini dengan masih tertekannya dolar AS terhadap nilai tukar lainnya pagi ini, meskipun semalam data indeks manufaktur wilayah New York, AS, menunjukkan hasil yang lebih bagus dari ekspektasi. Data tersebut menunjukkan aktivitas manufaktur di wilayah New York di bulan Juli menunjukkan pertumbuhan, dibandingkan ekspektasi penurunan (+1,1 versus -4,3)," ujar dia dikutip dari Antara. 

Selasa pagi ini, lanjut dia, indeks dolar AS terlihat masih tertekan di bawah angka 100. Pelaku pasar disebut menunggu data penting lainnya, seperti data penjualan ritel AS Juni 2023 yang akan dirilis malam ini untuk menggerakkan dolar kembali.

"Dari dalam negeri, rupiah bisa mendapatkan support dari data neraca perdagangan bulan Juni yang masih menunjukkan surplus," ungkap Ariston.

Artinya, ekspektasi inflasi yang menurun di AS masih menjadi sentimen penguat rupiah, ditambah surplus neraca perdagangan dalam negeri yang mendukung penguatan rupiah.

Dolar AS melemah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) setelah pekan lalu mencatat penurunan mingguan terbesar tahun ini, sementara semua pembicara Federal Reserve dilarang melakukan komunikasi menjelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan depan.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya turun 0,08 persen menjadi 99,8404 pada akhir perdagangan.

 


Dolar AS Diprediksi Konsolidasi

Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Minggu ini, kemungkinan dolar akan terkonsolidasi karena investor menunggu pertemuan Federal Reserve minggu depan, ketika bank sentral AS diperkirakan akan menaikkan suku bunga dengan tambahan 25 basis poin.

Pasar hampir sepenuhnya memperkirakan kenaikan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan FOMC berikutnya.

Menurut kalender ekonomi AS, Biro Sensus AS akan merilis data penjualan ritel Juni pada Selasa dan The Fed akan menerbitkan angka produksi industri.

Sementara itu, Indeks Manufaktur Empire State yang dirilis oleh Federal Reserve New York pada Senin (17/7/2023) turun 5,5 poin menjadi 1,1 pada Juli dari bulan sebelumnya, melampaui perkiraan pasar -4,3.

Untuk keseluruhan indeks, 29 persen responden mengatakan bahwa kondisi bisnis telah membaik selama sebulan, sementara 27 persen melaporkan bahwa kondisi semakin memburuk, menurut survei tersebut.

Laju penurunan dolar minggu lalu "tampaknya luar biasa besar," kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex di New York, mencatat bahwa pasar akan stabil dan melihat dolar yang lebih kuat minggu ini.

Infografis Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Trie Yas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya