Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan, realisasi investasi di sektor hulu migas pada semester I 2023 tercatat sebesar USD 5,7 miliar.
Bila dikonversikan ke dalam rupiah, angka tersebut setara dengan Rp 85,4 triliun (kurs Rp 14.990 per dolar AS).
Advertisement
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan, jumlah tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar USD 4,7 miliar.
Namun, angka tersebut masih jauh dari target hingga akhir 2023 yang dipatok USD 15,54 miliar, atau setara Rp 232,94 triliun.
"Dari sisi investasi, tahun lalu di semester I 2022 sebesar USD 4,7 miliar dolar. Target tahun ini USD 15,54 miliar. Dan, realisasi di tahun ini USD 5,7 miliar," jelas Nanang di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
"Investasi hulu migas terkendala sumur, ada proyek yang belum on stream," kata Nanang.
Kendati begitu, Nanang berharap investasi hulu migas hingga akhir tahun ini bisa menyentuh USD 15,5 miliar. Itu lebih tinggi 28 persen dibandingkan realisasi investasi 2022 yang mencapai USD 12,1 miliar.
"Jika berhasil diwujudkan, investasi di tahun ini akan menjadi capaian tertinggi selama lima tahun terakhir," ujar Nanang.
Harga Minyak Lesu, Siap-siap Penerimaan Hulu Migas Terpangkas
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi, penerimaan negara dari sektor hulu migas tahun ini akan berada di bawah target yang ditetapkan dalam APBN 2023.
Penyebabnya, lantaran harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) 2023 yang merosot jauh dibanding 2022 silam.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Khairi melaporkan, harga minyak mentah Indonesia pada semester I tahun ini jauh di bawah target APBN 2023 yang ditetapkan sebesar USD 90 per barel.
"ICP kalau kita cermati di sepanjang tahun 2022 kemarin mencapai USD 97 per barel. Sepanjang semester I ini hanya USD 75,24 (per barel)," ujar Kurnia di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Faktor kedua yang sangat berpengaruh yakni lifting dari minyak dan gas. Realisasi lifting minyak di 6 bulan pertama tahun ini mencapai 615,5 ribu barel per hari (BPH). Itu naik 0,16 persen dibandingkan capaian semester I 2022 sebesar 614,5 ribu BPH.
Namun, itu masih di bawah target realisasi lifting minyak semester I 2023 sebesar 618,7 BPH, atau setara 99,5 persen dari target.
Advertisement
Produksi Migas
Sementara realisasi produksi gas selama semester pertama tahun ini sebesar 5.308 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Turun 0,3 persen dibandingkan dengan semester I tahun lalu yang mampu 5.326 MMscfd.
"Memang untuk minyak bisa dikatakan sedikit meningkat dibandingkan semester I 2022. Cuman untuk gas tercatat masih lebih rendah," imbuh Kurnia.
Kurnia menilai, kondisi tersebut tentu akan jadi tantangan untuk mencapai outlook di sepanjang 2023. Pasalnya, dengan target penerimaan negara sebesar USD 15,9 miliar di sepanjang 2023 dari sektor hulu migas, realisasi per semester I 2023 masih di kisaran USD 6,8 miliar,
"Kita perkirakan akan ada sedikit penurunan di realisasinya nanti (hingga akhir 2023). Mungkin tidak akan full mencapai USD 15,9 billion, mungkin hanya maksimum USD 13 billion," kata dia.