Liputan6.com, Jakarta Working Holiday Visa (WHV) adalah program tahunan yang dijalankan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Program ini kekinian menjadi sangat digandrungi oleh kelompok muda karena mampu mewujudkan mimpi para pelakunya lewat ‘jalan singkat’ mengumpulkan pundi dana.
Salah satunya Rudi Wicaksana. Pemuda asal Bintaro ini mengaku ‘banting stir’ demi mewujudkan salah satu mimpinya untuk berkeliling dunia lewat WHV.
Advertisement
“Saya kuliah ambil IT, tapi ngerasa salah jurusan padahal sukanya traveling dan punya mimpi keliling dunia. Setelah lulus seperti hopeless mencari kerja di Indonesia, apalagi sebagai mahasiswa ‘kupu-kupu’ (kuliah pulang-kuliah pulang). Intinya tidak enjoy berkarier di bidang jurusan saat lulus kuliah,” kata Rudi saat berbincang dengan Liputan6.com di Bali usai acara Imifest 2023, Rabu (19/7/2023).
Rudi lalu mengaku tidak sengaja menemukan informasi soal WHV. Saat tengah asyik mencari info soal hobi jalan-jalannya, Rudi malah masuk ke dalam sebuah utas yang berisi cara berlibur dan bekerja di Australia.
“Pas lagi asik baca-baca soal traveling di grup backpacker di Facebook, saya tidak sengaja nemu bacaan semacam utas soal WHV. Saya pikir ini menarik, bisa bekerja sekaligus berlibur di Australia. Setelah itu lihat review mereka para pelaku WHV dan jadi semakin yakin untuk ikut programnya,” ungkap Rudi.
Pada saat itu, Rudi tidak punya bayangan rinci bakal seperti WHV. Dia hanya tahu kerja di Australia dengan spesifikasi ‘low skill’ seperti pemetik buah di perkebunan, pemerah susu di peternakan atau menjadi petugas kebersihan di restoran/perhotelan bisa menghasilkan uang yang sangat banyak. Bahkan melebihi gaji pekerja freshgraduate di Indonesia.
“Gaji cleaner di Australia itu lebih tinggi dari kerja kantoran. Asalkan jam kerja cleaner lebih banyak dari pekerja kantoran. Kerja di Australia itu adil, banyak jam kerja didapat maka semakin besar pula gaji kita. Semua fair dan equal, itu penyebabnya kita percaya diri melakukan kerja yang begitu,“ ungkap Rudi.
Mengesampingkan gengsi demi mimpi, menjadi tekad Rudi merantau di Negeri Kangguru. Dia yakin, WHV adalah ‘jalan pintas’ wujudkan cita-citanya keliling dunia di usia muda.
Dia tidak ingin, ambisi itu terkubur bila harus menunggu tua karena menjalani pola hidup orang Indonesia pada umumnya. Lulus kuliah, cari kerja, menabung, jalan-jalan. Bahkan bila hal itu dilakukan sekali pun, entah kapan pundi-pundinya bisa terkumpul.
WHV Jadi Mimpi Buruk di Awal dan Tidak Seindah Bayangan
Singkat cerita, Rudi berhasil raih gelar sarjana S-1 dan berangkat menuju Australia pada tahun 2018. Berbekal tekad dan mimpinya keliling dunia, dia percaya diri bisa menjalani hari-harinya sebagai pelaku WHV.
Kenyataan tidak seindah mimpi. Apa yang Rudi baca sebelum merantau, berbalik total. Diawali dengan sulitnya mencari kerja. Sekalinya dapat, budaya kerja yang berbeda membuat mentalnya ambruk.
“Saya kurang persiapan, saat baca info tentang WHV rerata pengalaman baiknya saja, pahitnya tidak diceritain. Pas saya jalanin jadi over confident dan terlalu berekspektasi tinggi. Tapi ternyata malah dapat pahitnya,” sesal Rudi kala itu.
Rudi mengaku dapat teguran, omelan, bahkan pernah dipecat. Padahal yang dikerjakannya hanyalah mencuci piring untuk sebuah restoran atau membersihkan kamar hotel. Hal itu disebabkan dirinya tidak bisa mengikuti ritme kerja orang Australia yang menuntut serba cepat dan detail.
“Budaya kerja di sana, segala harus cepat dan gesit. Contoh beresin kamar hotel, satu kamar dituntut 30 menit dan harus bersih! Walau udah di-training, cuma tetep saja bisa makan waktu sejam, karena saya tak punya pengalaman jadi perlu waktu lebih buat adaptasi. Kemudian kultur budaya kerja, mungkin kalau ada waktu kosong di Indonesia kita bisa main handphone, di sana tuh tidak bisa,” cerita dia.
Rudi mengungkap, bos-bos di Australia akan jengkel kalau pekerjanya terlihat diam. Sebab mereka membayar dengan hitungan jam, karena itu pekerja dituntut menjadi super produktif.
“Tidak boleh diam karena kita kan digaji per jam, jadi detik demi detik berharga. Si bos tidak mau dong menggaji orang kerja yang leyeh-leyeh, sebab standar gaji tinggi,” beber dia.
Advertisement
Adaptif dan Wujudkan Mimpi
Perjuangan Rudi sedikit demi sedikit mulai memperlihatkan hasil. Usai terpuruk di awal, kini buah kerja kerasnya dengan mempertaruhkan gelar sarjana IT mulai terbayar.
Hanya dalam waktu dua tahun, Rudi pun kembali ke Indonesia dengan sekantong dana segar untuk mewujudkan mimpinya. Meski sempat dijeda pandemi pada 2020 selama dua tahun, tetapi jelang akhir 2022 dirinya langsung mencicil satu demi satu destinasi negara yang menjadi mimpinya mengikuti WHV.
“Awal 2023, enam bulan terakhir ini sudah ke 15 negara di 5 benua. Ke mana aja? Bisa cek di highlight Instagram @mudakelilingdunia,” bangga Rudi.
Sebagai penutup, Rudi memberi pesan buat para pejuang WHV. Menurut dia, jangan pernah menyerah ketika ekspektasi tak seindah harapan. Sebab perlu diingat, tekad kuat akan membuatnya bangkit untuk mewujudkan mimpi, keliling dunia.
“Ingat tujuan. Kalau sedang lagi di fase terendah, ingat tujuan. Bakal jadi motivasi lebih semangat,” pungkas Rudi.