Sejarah Tradisi Tabuik Masyarakat Pariaman

Tradisi Tabuik diambil dari bahasa arab 'tabut' yang bermakna peti kayu.

oleh Tifani diperbarui 21 Jul 2023, 16:00 WIB
Tradisi Tabuik {Foto: Indonesia Kaya)

Liputan6.com, Padang - Tradisi Tabuik merupakan salah satu tradisi yang digelar oleh Masyarakat Pariaman, Sumatra Barat. Tradisi ini menjadi acara tahunan yang disebut sebagai festival Tabuik.

Tradisi Tabuik ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi. Perhelatan Tradisi Tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram.

Sejarah mencatat, Hussein beserta keluarganya wafat dalam perang di padang Karbala. Dilansir dari Jurnalbpnbsumbar.kemdikbud.go.id, Tradisi Tabuik diambil dari bahasa arab ‘tabut’ yang bermakna peti kayu.

Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq. Cerita legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya sang cucu Nabi, Hussein bin Ali, kotak kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh buraq.

Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan dari buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya. Menurut kisah yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, Tradisi Tabuik ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi.

Tradisi Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Dalam sejarah disebutkan Tabuik berasal dari orang India yang bergabung dalam pasukan Islam Thamil di Bengkulu pada tahun 1826, pada masa kekuasaan Thomas Stamford Rafles dari Kerajaan Inggris.

Setelah perjanjian London pada 17 Maret 1829, Bengkulu dikuasai Belanda, sedangkan Inggris menguasai Singapura. Kondisi ini menyebabkan pasukan Islam Tamil di Bengkulu menyebar, di antaranya sampai ke Pariaman.


Muncul Kesepakatan

Pada 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini.

Tradisi Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman.

Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah awal mula Tradisi Tabuik.

Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa. Ada tujuh tahap rangkaian ritual Tabui, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Pada puncak acara, Tabuik diarak menuju Pantai Gandoriah lalu dihoyak atau digoyangkan dan diambil semua benda-benda berharga yang dipasang pada Tabik. Tahap selanjutnya, Tabuik dilarung ke laut sambil saling dibenturkan yang dilakukan pada saat matahari mulai tenggelam atau menjelang magrib

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya