Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen per tahun tak bisa buat capai target High Income Country di 2045. Pertumbuhan tersebut harus bisa didorong di kisaran 6-7 persen disertai investasi yang tumbuh 6,8 persen.
Hal itu disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam IDE Katadata: Indonesia Rising, Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Advertisement
Airlangga mengungkapkan, bahwa dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045 yang diluncurkan Presiden Juni lalu, Pemerintah menetapkan sebuah visi Indonesia Emas 2045: "Indonesia Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan".
"Sasaran yang ingin kita capai pada tahun 2045 Indonesia memiliki PDB Nominal sebesar USD 9,8 T (lima besar PDB) dengan GNI Per kapita USD 30,300. Selain itu, porsi penduduk middle income sebesar 80 persen, kontribusi industri manufaktur pada PDB mencapai 28 persen dan menyerap 25,2 persen tenaga kerja," kata Airlangga.
Oleh karena itu, menurutnya pendekatan membangun masa depan perlu diubah dari reformatif menjadi transformatif. Dalam aspek transformasi ekonomi, pilar transformasi setidaknya harus mencakup pembangunan infrastruktur (baik keras maupun lunak), kapasitas sumber daya manusia, riset inovasi dan pengembangan bisnis, transformasi kebijakan dan regulasi, tata kelola data dan pengamanannya serta peningkatan investasi dan sumber pembiayaan.
'Untuk mewujudkannya kita harus melakukan transformasi yaitu lompatan-lompatan besar, yang hanya bisa kita raih apabila kita berani, bertekad, dan berusaha keras," ujarnya.
Populasi Jadi Senjata
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan kekuatan pertama untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas adalah SDM. Jumlah populasi dan angkatan kerja yang besar akan menjadi modal mendorong kemajuan.
Ia mencatat tahun 2022 jumlah Populasi Indonesia sebesar 274,9 Juta (ke-4 terbesar setelah China, India, dan AS), dengan persentase Angkatan Kerja 68,63 persen (terbesar dibandingkan dengan Top-10 Negara Populasi Terbesar di dunia).
Saat ini Indonesia dalam periode mendekati puncak Bonus Demografi, atau periode ketika Rasio Ketergantungan Penduduk yang paling rendah, yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban suatu negara, karena itu harus bisa dioptimalkan. Namun window of opportunity Indonesia terbatas hanya sampai di tahun 2035-2040 mendatang.
"Untuk memaksimalkan peluang tersebut, generasi muda perlu disiapkan dengan baik agar mampu relevan dengan kebutuhan industri atau didorong untuk berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja, termasuk meningkatkan skill digital," pungkasnya.
Indonesia Butuh Investasi hampir Rp 6.000 Triliun untuk Topang Ekonomi
Sebelumnya, Indonesia membutuhkan investasi kurang hampir Rp 6.000 triliun pada periode 2020 hingga 2024. Investasi tersebut dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan target pemerintah.
"Investasi ini menjadi kunci untuk pertumbuhan dan pemulihan ekonomi Indonesia, kami sampaikan bahwa kebutuhan investasi 2020-2024 ini sebesar antara Rp 5.800 triliun-Rp 5.900 triliun," kata Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal BKPM Riyatno dikutip dari Antara, Kamis (6/7/2023).
Dari total jumlah tersebut, secara komposisi kebutuhan paling besar berasal dari sektor swasta yakni sebesar Rp 4.858 triliun-Rp 4.949 triliun atau 82-84 persen dari keseluruhan kebutuhan investasi.
Sedangkan nilai investasi yang dibutuhkan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berada pada kisaran Rp 503triliun-Rp 577 triliun atau 8,5-9,7 persen, kemudian dari sektor pemerintah senilai Rp 439 triliun-Rp 497 triliun atau sebesar 7,5-8,4 persen.
"Jadi kami di bidang investasi ini, tugasnya adalah menarik investasi baik dari dalam maupun dari luar, karena sekali lagi kebutuhan investasi ini lebih banyak dari sektor swasta," ujar Riyatno.
Sebelumnya, realisasi investasi sepanjang tahun 2022 tercatat telah mencapai Rp1.207,2 triliun. Realisasi itu naik 34 persen secara tahunan (yoy) sekaligus mencetak rekor tertinggi.
Advertisement
Road Map Hilirisasi
Riyatno menambahkan, mengacu pada peta jalan (road map) hilirisasi hingga tahun 2040, ada 8 sektor prioritas kebutuhan investasi untuk hilirisasi yang mencakup sektor mineral dan batubara dengan nilai USD 431,8 miliar, sektor minyak dan gas bumi sebesar USD 68,1 miliar, serta sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan yang membutuhkan USD 45,4 miliar.
Terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut. Tantangan itu mulai dari tensi geopolitik, perubahan ikllim, hingga digitalisasi yang semakin cepat berkembang.
"Hal ini menjadi penting untuk dibahas karena meskipun Indonesia telah memasuki fase pasca pandemi, potensi resiko dan tantangan ekonomi kedepan akan semakin berat. Mulai dari tensi geopolitik, perubahan iklim, hingga digitalisasi terus mengancam ekonomi Indonesia. Dengan potensi risiko serta tantangan ekonomi yang saat ini sedang dihadapi, kami di Pemerintahan menilai bahwa investasi menjadi kunci dari pertumbuhan dan pemulihan ekonomi," pungkasnya.