Liputan6.com, Jakarta - Polemik sistem zonasi masih belum mendapat tanggapan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) telah meminta pemerintah pusat mengevaluasi sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Hal itu disampaikan oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang mengaku sepakat dengan usulan APEKSI terkait sistem zonasi. Bahasan tersebut dibahas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-XVI APEKSI di Kota Makassar pada 10--14 Juli 2023.
Advertisement
"Jadi semua kepala daerah pada waktu APEKSI mengatakan termasuk zonasi ini agar dapat dievaluasi. Karena apa? Zonasi ini kan ada yang jaraknya dekat, karena kami (pemerintah daerah) belum siap untuk semua kecamatan ada sekolah SD, SMP, SMA," sebut Eri Cahyadi di Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 18 Juli 2023 seperti dikutip dari Antara.
Aturan sistem zonasi sendiri tertuang dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Wali Kota Eri pun mengungkapkan tidak semua dalam wilayah kelurahan terdapat SD, SMP, maupun SMA negeri.
Kalau berpedoman sistem zonasi, menurut dia, anak di dalam sebuah kelurahan akan sulit masuk ke sekolah negeri yang ada di wilayah lain. Sebab, anak itu bakal tergeser dengan calon peserta didik lain yang domisilinya lebih dekat dengan sekolah negeri.
"Jadi kalau (dibuat kuota) 20 persen kelurahan, 20 persen kecamatan, salah, di-loss ya salah. Itu akhirnya semua kepala daerah kemarin (Rakernas Apeksi) menyampaikan," ucapnya.
Tokoh Nasional Sepakat Evaluasi Sistem Zonasi
Lebih lanjut Wali Kota Eri menyebut dalam Rakernas Apeksi di Makassar, tiga tokoh nasional Indonesia juga sepakat menyampaikan terkait dengan persoalan PPDB sistem zonasi. Ketiga tokoh tersebut adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.
"Ketiganya menyampaikan terkait permasalahan zonasi. Semoga ini ada gambaran ke depannya nanti seperti apa," katanya.
Di lain hal ia menegaskan ada pedoman terkait domisili dalam PPDB sistem zonasi di Kota Surabaya, di mana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan syarat minimal satu tahun domisili untuk pendaftaran PPDB sistem zonasi.
"Di Surabaya seperti domisili, kami sudah tahu ketika dia belum satu tahun (tinggal di Surabaya) tidak boleh. Makanya kami lihat KSK-nya (Kartu Susunan Keluarga), dia satu tahun apa tidak, kalau tidak, ya tidak boleh," jelasnya lagi.
Pedoman terkait domisili di Kota Pahlawan sebelumnya juga diterapkan Pemkot Surabaya dalam menentukan daftar sasaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Sosial (Bansos). Menurutnya, hal ini dilakukan karena banyak warga luar daerah yang domisili KTP Surabaya hanya ingin mendapat intervensi bantuan, termasuk layanan kesehatan. Bahkan, menurut dia, ada satu rumah di Surabaya yang digunakan untuk domisili hingga 40 KK (Kartu Keluarga).
"Makanya itu sekarang kami adakan cleansing data. Cleansing data juga termasuk untuk (PPDB) sistem zonasi," katanya.
Advertisement
Desakan Hapus Sistem Zonasi
Gelombang protes terkait sistem zonasi terus menggema di jagat maya, termasuk di kolom komentar unggahan di akun Instagram Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Unggahan yang mengulas tentang Merdeka Belajar itu dibanjiri protes warganet yang mendesak penghapusan sistem zonasi.
"Update story bisa, komen rakyat yg kesusahan gara-gara kebijakan dia nggak ada yang dibales, lawak ini menteri," tulis akun hendy.harvino.
Warganet lain pun terus menuliskan tiada henti untuk menghapus sistem zonasi. "Hapus zonasi, mau belajar aja dibikin ribet," lanjut lainnya.
Adapun warganet lain meminta agar Nadiem tak hanya diam saja. Ia menyebut sistem pendidikan terdapat banyak kecurangan.
"Masih mau tutup mata tutup kuping anda pak skrg yg masuk negeri bukan yg punya prestasi tp yg mampu berlomba2 bayar mahal, tau gitu saya bikin rumah samping sekolah aja pak biar ga ribet sama sistem zonasi !!!," terang lainnya.
Warganet lain mendesak, "Hapus sistem zonasi!! Jangan rusak sistem dan mental anak kami!!." "HAPUS ZONASI DAN PRIORITAS USIA," tulisnya.
Keluhan Sistem Zonasi Sudah Lama
Keluhan soal sistem zonasi telah cukup lama menggema dan ditujukan kepada Nadiem Makarim. Deretan keluhan itu dituangkan di kolom komentar unggahan Nadiem Makarim pada Senin, 19 Juni 2023. Salah satu komentar yang cukup panjang disampaikan berisi beragam keluhan terkait dengan sistem pendidikan yang diterapkan saat ini.
"Banyak yg komplen, banyak yg tdk puas. Harusnya ini jadi pertimbangan buat pemerintah untuk tdk melanjutkan program yg sangat tdk mendukung kemajuan pendidikan. Ini bukan kata sy yah, tp banyak org. Kembalikan sistem ranking, hapus sistem zonasi, kls 1 SD fokus belajar baca, tulis & dikte," tulis akun @yuliantisabang.
Ia pun menuliskan soal untuk mengembalikan lagi budaya membaca bergiliran dan dikte di sekolah, masuk SMP hingga universita berdasakan NEM dan seleksi. "biar anak-anak semangat juangnya tumbuh," lanjutnya.
"PR itu baik kok, tujuannya untuk melatih tanggung jawab & disiplin, jgn ditiadakan. Bapak tau ngga, pelajaran kls 1 skrg susah, tp anak-anak bnyak yg ngga bs baca. Nilai rendah-rendah, kebanyakan nilai yg muncul nilai hasil sihir gurunya. Jgn terlalu memanjakan mental anak pak. Karena ke depan, tantangan makin besar," tambah akun tersebut.
Advertisement