Kain Tenun Donggala, Selembar Perpaduan Kerajaan Sulawesi Tengah dan Bugis

Jenis kain tenun donggala yang pertama adalah kain pelekat garusu dan buya sura.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 21 Jul 2023, 05:00 WIB
Kain tenun Sekomandi, tenun Donggala, songket Deli, dan batik Jambi. Foto: Hidya Anindyati

Liputan6.com, Palu - Kain tenun donggala merupakan kerajinan menenun kain yang berkembang di wilayah Sulawesi Tengah. Keberadaan kain ini bermula sejak pendudukan Belanda di Indonesia.

Pada masa itu, terjadi perpaduan antar kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Tengah dan Bugis, Sulawesi Selatan. Perpaduan tersebut menghasilkan suatu karya yang kemudian dibawa secara turun-temurun hingga kini.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kain tenun donggala dikerjakan dengan proses tradisional. Terdapat tiga tahap dalam pembuatannya, yaitu pencelupan, menenun, dan memintal.

Ketiga tahap ini dilakukan oleh tiga orang yang memiliki keahlian berbeda-beda. Proses tersebut kemudian menghasilkan kain tenun donggala yang dibedakan berdasarkan teknik dan corak atau motif kainnya.

Jenis kain tenun donggala yang pertama adalah kain pelekat garusu dan buya sura. Kain ini memiliki corak atau motif kotak dengan kombinasi warna merah muda dan ungu tua.

Selanjutnya, ada kain buya bomba yang memiliki motif bunga-bunga. Kain jenis ini dibuat dengan cara mengikat benang pakan, kemudian dicelupkan ke dalam pewarna sebelum ditenun.

Benang pakan merupakan benang yang disusun lurus secara horizontal pada konstruksi sebuah kain. Selain benang pakan, ada juga benang lusi, yakni benang yang disusun lurus secara vertikal.

Jenis kain tenun donggala lainnya adalah kain buya subi yang dibuat dengan teknik songket atau sungkit. Kain ini memiliki ragam hias berupa bunga-bunga.

Jenis yang keempat adalah kain kombinasi bomba dan subi. Kain jenis ini dibuat dengan dua cara atau proses, yaitu dicelup dan disungkit.

Selanjutnya ada kain buya bomba kota yang bermotif kotak-kotak. Kain ini dibuat dengan teknik mengikat benang lusi dan benang pakan dengan ikat ganda. Selain itu, ada pula jenis kain buya awi yang polos dan hanya memiliki satu warna tanpa ragam hias.

Selain menjadi kebanggaan masyarakat setempat, kain tenun donggala juga menjadi lambang status sosial dalam masyarakat. Mereka yang memiliki status sosial tinggi biasanya akan mengenakan kain tenun donggala dengan corak dan motif tertentu, sesuai dengan kedudukannya.

Kain ini biasanya dikenakan saat upacara-upacara adat dan upacara resmi lainnya. Selain digunakan oleh masyarakat setempat, kain tenun donggala juga kerap diburu oleh wisatawan untuk dijadikan cenderamata.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya