Liputan6.com, Jakarta Hemofilia adalah suatu gangguan atau masalah perdarahan yang diakibatkan oleh kurangnya produksi faktor pembekuan darah.
Ada dua jenis hemofilia yakni hemofilia A jika yang kurang adalah faktor pembekuan darah 8. Dan hemofilia B, jika yang kurang adalah faktor pembekuan darah 9.
Advertisement
“Sebenarnya faktor pembekuan darah di tubuh kita tuh cukup banyak ya, tetapi untuk hemofilia dua faktor ini yang kurang. Di antara semua kelainan faktor pembekuan darah memang hemofilia inilah yang paling sering dijumpai, bukan di Indonesia saja tapi di seluruh dunia,” kata dokter spesialis anak Novie Amalia Chozie dalam temu media di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2023).
Kasus terbanyak adalah hemofilia A, lanjut Novie. Sekitar 85 persen kasus hemofilia adalah hemofilia A.
Gejala Hemofilia
Novie juga menjelaskan soal gejala hemofilia. Menurutnya, orang yang kekurangan faktor pembeku darah dapat menunjukkan gejala-gejala berikut:
- Perdarahan susah berhenti.
- Pasien hemofilia berat bisa mengalami perdarahan spontan tanpa ada penyebab (benturan, jatuh, trauma).
- Perdarahan bisa terjadi di semua organ tubuh termasuk perdarahan yang mengancam jiwa.
- Rasa nyeri yang mengganggu kualitas hidup.
- Rentan mengalami perdarahan sendi.
“Jika perdarahan sendi tidak diatasi maka sendi akan rusak dan bisa menimbulkan disabilitas. Enggak bisa berjalan, enggak bisa bergerak, enggak bisa sekolah”
Prevalensi Hemofilia
Kasus hemofilia di dunia ada sekitar 300 ribuan. Di Indonesia, hingga 2022 data menunjukkan kasus hemofilia hampir 3.000 orang.
“Dan sebetulnya ini kita masih underdiagnosis, jadi angka ini baru sekitar 10 persen dari estimasi secara statistik kalau jika dihitung populasi kita yang sekitar 270-280 juta. Harusnya ada sekitar 28 ribuan penyandang hemofilia di Indonesia.”
“Terus yang lain ke mana? Kita juga masih banyak kendala terkait diagnosis dan sebagainya, sehingga baru 10 persen yang bisa didiagnosis,” jelas Novie.
Advertisement
Pengobatan Hemofilia
Novie menjelaskan bahwa inti pengobatan hemofilia adalah memberikan faktor pembekuan yang tak dimiliki penyandang hemofilia.
“Jadi kalau hemofilia A kan enggak bisa produksi faktor 8, jadi kita berikan faktor 8. Untuk hemofilia B juga kita berikan faktor 9 itu yang standar.”
Pengobatan hemofilia semakin berkembang seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan.
“Jadi awalnya dari yang kita berikan obat namanya konsentrat faktor 8 dan 9 yang standar, sekarang kita sudah mengenal macam-macam. Jadi konsentrat itu sekarang ada yang dibuat masa kerjanya lebih panjang. Ada juga bypassing agent untuk inhibitor atau penyandang komplikasi hemofilia.”
Kini, ada pula terapi non faktor. Terapi ini dilakukan dengan pemberian obat khusus yang berfungsi seperti faktor 8 yang ada dalam tubuh manusia.
“Bentuknya bukan faktor 8 tapi dia bekerja seperti faktor 8 sehingga pembekuan darahnya bisa tercapai. (Obat) ini namanya emicizumab. Ada juga kemajuan pengobatan yang disebut terapi gen, jadi gen yang rusak diganti dengan gen baru, ini sudah disetujui di Eropa dan Amerika.”
Biaya Pengobatan Besar
Sejauh ini, pengobatan hemofilia di Indonesia masih menggunakan pengobatan standar karena pengobatan baru yang inovatif masih belum bisa diakses di Tanah Air.
Pengobatan standar adalah tindakan memurnikan faktor 8 atau 9 melalui donor darah. Darah dari donor diproses sedemikian rupa, dimurnikan faktor 8 atau 9-nya, dikemas dalam bentuk bubuk, disimpan dalam bentuk botol dengan segala macam teknik.
“Mungkin terlalu teknis kalau dijelaskan, tapi kira-kira begitu,” kata Novie.
Selain rumit, pengobatan hemofilia juga sangat khusus dan biayanya besar.
“Dari tahun ke tahun, kalau kita lihat datanya dari Kementerian Kesehatan, hemofilia itu pasti masuk 10 besar penyakit dengan biaya penanganan terbesar.”
Pengobatan hemofilia menjadi sangat mahal lantaran ini merupakan pengobatan seumur hidup. Selama gen tidak dapat diperbaiki, maka pengobatan dibutuhkan seterusnya.
Advertisement