Biofuel Jadi Jalan Indonesia Mitigasi Perubahan Iklim dan Tekan Emisi

Biofuel dinilai penting sebagai alternatif energi terbarukan. Pasalnya Biofuel menawarkan pengganti bahan bakar fosil konvensional yang lebih bersih dan lebih hijau, yang mengarah pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan polusi udara yang signifikan.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Jul 2023, 20:40 WIB
Biofuel dinilai penting sebagai alternatif energi terbarukan. Pasalnya Biofuel menawarkan pengganti bahan bakar fosil konvensional yang lebih bersih dan lebih hijau, yang mengarah pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan polusi udara yang signifikan. Kredit: Chokniti Khongchum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Biofuel dinilai penting sebagai alternatif energi terbarukan. Pasalnya Biofuel menawarkan pengganti bahan bakar fosil konvensional yang lebih bersih dan lebih hijau, yang mengarah pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan polusi udara yang signifikan.

 Hal tersebut diungkapkan Vice Chairman Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) Sofyan Djalil.

"Dengan mengembangkan biofuel, kita secara aktif berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim dan meningkatkan kualitas udara, membuka jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan," kata dia dikutip Kamis (20/7/2023).

IPOSS memandang bahwa Biofuel menonjol sebagai alternatif yang penting bagi Indonesia dan ASEAN dalam mencapai tujuan energi terbarukan. Pengalaman luas di Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara ASEAN lainnya telah membuktikan kemampuan biofuel sebagai solusi berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar fosil, yang pada gilirannya memperkuat ketahanan energi dan mendukung pembangunan ekonomi.

"Selain itu, biofuel dapat dihasilkan dari limbah organik, termasuk residu pertanian, limbah makanan, dan sumber organik lain yang tersedia. Karena Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya memiliki cadangan limbah organik yang besar, peluang untuk pengembangan biofuel sangat besar," lanjut dia.

Keketuaan ASEAN 2023

Sementara untuk mendukung agenda Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) bekerja sama dengan ASEAN Center for Energy (ACE), Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC), School of Business and Management – Institut Teknologi Bandung (SBM – ITB) akan menyelenggarakan seminar internasional yang berjudul

"Integrating Biofuels as the Main Pillar of ASEAN Renewable Energy Development for a Resilient and Sustainable Just Energy Transition." Acara ini merupakan side event Keketuaan ASEAN Bidang Energi di bawah koordinasi Senior Official Energy (BUMN) Leader Keketuaan ASEAN 2023.

Penyelenggaraan event ini sejalan dengan visi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023, yang berkomitmen untuk mendorong tercapainya agenda-agenda krusial di berbagai sektor, termasuk energi. Fokus utamanya adalah mempromosikan transisi energi yang berkelanjutan, memperkuat kemandirian energi, dan meningkatkan ketahanan energi di kawasan

Perwakilan SBM-ITB Yudo Anggoro menjelaskan alasan utama mengapa ASEAN berpeluang mengembangkan Biofuel sebagai alternatif yang berkelanjutan untuk mendukung transisi energi di ASEAN.

 


Bahan Baku Biofuel

Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Menurut dia, produksi biofuel, yang bergantung pada bahan baku seperti tebu, kelapa sawit, dan berbagai biji minyak, memiliki potensi yang sangat besar untuk merangsang pembangunan pertanian dan memberdayakan ekonomi pedesaan.

Di Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, di mana pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian, pengembangan biofuel menciptakan peluang baru bagi petani dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat pedesaan serta mempercepat pengentasan kemiskinan.

"Dari sudut pandang ekonomi, pengembangan sektor biofuel dan rantai pasok terkait memiliki potensi yang sangat besar untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan menciptakan banyak kesempatan kerja. Investasi dalam infrastruktur produksi biofuel, penelitian dan pengembangan, dan manufaktur membuka jalan bagi industri yang berkembang. Saat sektor ini berkembang, hal itu menciptakan peluang kerja di seluruh rantai nilai, mulai dari pertanian dan pemrosesan hingga distribusi dan ritel," jelas dia.

Selain itu, pengembangan Biofuel diharapkan dapat juga mendorong kerjasama ekonomi ASEAN. Terkait dengan hal tersebut Dono Boestami, Ketua IPOSS mengatakan dengan mempromosikan biofuel sebagai alternatif energi terbarukan ASEAN, juga mendorong kerja sama dan kolaborasi regional. Pertukaran pengetahuan, praktik terbaik, dan teknologi dalam produksi biofuel memfasilitasi upaya bersama untuk mencapai target energi terbarukan.

"Melalui prakarsa dan kemitraan regional, negara-negara ASEAN dapat secara efektif memanfaatkan potensi biofuel dan mengembangkan pengembangan energi berkelanjutan, sehingga mendorong kawasan ini menuju masa depan yang lebih hijau dan sejahtera," tutup dia.


Indonesia Dorong Pemanfaatan Biofuel untuk Transisi Energi yang Adil dan Merata

Ilustrasi CPO

Sebelumnya, dalam rangka mendukung Presidensi G20 Indonesia tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menggelar G20 Webinar Series dengan tema "Biofuels for Green Economy" pada hari Kamis (16/6).

Dalam sambutannya, Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis selaku Chair Energy Transitions Working Group (ETWG) Yudo Dwinanda Priaadi menyampaikan bahwa biofuel untuk green economy akan menjadi bagian integral dalam mencapai transisi energi yang adil, merata, dan people-centered.

"Berbicara tentang green jobs, industri biofuel adalah sektor energi terbarukan terbesar kedua dalam hal ketenagakerjaan, di bawah energi surya. Diperkirakan, secara global industri biofuel mempekerjakan sekitar 2,4 juta orang, belum termasuk sektor hulu dan hilir terkait lainnya," ujar Yudo, Kamis (16/6).

Menurutnya, biofuel memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian Agenda Sustainable Development Goals tahun 2030, juga terkait karbon netral. Produksi dan penggunaan biofuel yang berkelanjutan dapat memberikan berbagai manfaat sosial ekonomi.

"Yakni meningkatkan keragaman dan keamanan pasokan energi, meningkatkan akses ke layanan energi yang modern, meningkatkan kualitas udara, dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan," imbuh Yudo.

Biofuel juga akan meningkatkan produktivitas dan menopang green economy melalui pembangunan dan investasi berskala besar.

"Di Indonesia, Program Mandatori Biodiesel pada tahun 2021 telah menghasilkan sekitar 16,3 juta kilo liter, meningkat dari 13,3 juta kilo liter pada tahun 2020 selama pandemi Covid-19. Angka tersebut pada tahun 2020 bahkan masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 12 juta kilo liter. Saya juga berharap skala pembangunan besar-besaran ekonomi hijau ini juga akan menyebar di negara-negara G20 lainnya," jelas Yudo. 


Program Green Refinery

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Pilot Project Program Green RefineryProgram biofuel nasional itu, tambah Yudo, akan ditingkatkan dengan Program Green Refinery yang mengambil Pilot Project di Kota Cilacap Jawa Tengah. Proyek tahap pertama ini akan memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau Green Diesel, produk biofuel generasi kedua dari Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO).

Biofuel juga akan berkontribusi terhadap G20 untuk menciptakan green economy dan membentuk kerja sama internasional yang lebih erat antarnegara. Meskipun sumber biofuel terbatas pada negara-negara tertentu, namun sektor ekonomi hilir biofuel dan turunannya berhubungan dengan semua negara anggota G20.

"Hal ini akan membuat kerja sama internasional dalam transisi energi dan green economy dari biofuel memiliki peran yang lebih signifikan," ujarnya.

Dalam hal teknologi inovatif, kerja sama dan kemitraan internasional akan memperkuat jalur pengembangan teknologi yang lebih maju untuk industri biofuel, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.

"Selain itu, kemitraan internasional dalam biofuel economy akan meningkatkan pemanfaatan biofuel yang lebih luas dan berkelanjutan di sektor transportasi dan sektor terkait energi lainnya, akibat dari signifikansi biofuel dan sektor bioenergi lainnya untuk energi dan ekonomi di masa depan," pungkas Yudo.

Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya