2 Bos Perusahaan Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Tambang Pasir Laut di Takalar

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar/ harga dasar pasir laut pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar dalam kegiatan penambangan pasir laut Tahun Anggaran 2020.

oleh Eka Hakim diperbarui 20 Jul 2023, 22:40 WIB
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar/ harga dasar pasir laut pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar dalam kegiatan penambangan pasir laut Tahun Anggaran 2020.

Liputan6.com, Makassar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar/ harga dasar pasir laut pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar dalam kegiatan penambangan pasir laut Tahun Anggaran 2020.

Kedua tersangka tersebut masing-masing inisial Akbar Nugraha yang merupakan Direktur Utama PT. Banteng Laut Indonesia Tahun 2020 dan Sadimin Yitno selaku Direktur PT. Alefu Karya Mandiri Tahun 2020. 

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi mengatakan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan minimal dua alat bukti sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP. 

"Kedua tersangka inisial AN dan SY ini kita tahan selama 20 hari di Lapas Kelas IA Kota Makassar terhitung sejak hari ini setelah melalui proses pemeriksaan tim dokter dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, di mana keduanya dinyatakan sehat serta tidak dalam keadaan covid," ucap Yudi dalam keterangan persnya di Kantor Kejati Sulsel, Kamis (20/7/2023).

Yudi menyebutkan, kedua tersangka diduga turut serta atau bersama-sama dengan Gazali Machmud, Juharman dan Hasbullah yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.

Gazali Machmud merupakan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar, sementara Juharman dan Hasbullah adalah mantan Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Daerah pada Badan Pengelolaan Kepala Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar.

Pada Februari 2020 hingga Oktober 2020, kata Yudi, di wilayah perairan Kabupaten Takalar, tepatnya Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar saat itu telah dilaksanakan kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis Internasional Indonesia (PT. BII) dalam wilayah konsesi milik PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Banteng Laut Indonesia. 

Hasil dari penambangan pasir laut tersebut digunakan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar tepatnya digunakan pada proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C. 

Dalam menambang pasir laut, pemilik konsesi yakni PT. Alefu Karya Makmur yang diwakili oleh Sadimin Yitno selaku Direktur dan PT. Banteng Laut Indonesia diwakili oleh Akbar Nugraha selaku Direktur Utama telah diberikan nilai pasar atau harga dasar pasir laut oleh Gazali Machmud yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Kepala BPKD Kabupaten Takalar menggunakan nilai pasar atau harga dasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik yang nilainya bertentangan dan tidak sesuai dengan nilai pasar atau harga dasar pasir laut sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 5 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 9.a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

"Dalam peraturan-peraturan tersebut, nilai pasar atau harga dasar laut telah ditetapkan sebesar Rp10.000 per meter kubik," kata Yudi.

Ia mengatakan, penurunan nilai pasar pasir laut dalam SKPD yang diterbitkan oleh Gazali Machmud tidak terlepas dari peran dan kerja sama yang dilakukan oleh mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar 2020 yakni Juharman pada PT. Alefu Karya Makmur dan Hasbullah pada PT. Banteng Laut Indonesia. 

Tersangka Sadimin Yitno dan Akbar Nugraha, kata Yudi, masing-masing mewakili PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Banteng Laut Indonesia telah turut serta dalam upaya penurunan nilai pasar pasir laut yang dilakukan oleh Gazali Machmud dengan cara mengajukan surat permohonan keringanan pajak kepada Bupati Kabupaten Takalar seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut, namun isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik. 

"Dari penyimpangan yang terjadi pada penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut tersebut, mengakibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar mengalami kerugian dengan nilai total sebesar Rp7.061.343.713 sebagaimana hasil audit Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar dalam kegiatan penambangan pasir laut Tahun Anggaran 2020 Nomor: 700.04/751/B.V/ITPROV tanggal 3 Februari 2023," ungkap Yudi.

Adapun pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka, kata dia, yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.


Tersangka Kembalikan Kerugian Negara

Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual pasir laut di Perairan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tersebut, perusahaan yang dipimpin oleh kedua tersangka disebut-sebut telah mengembalikan kerugian negara kepada penyidik.

Perusahaan penambang pasir PT. Banteng Laut Indonesia telah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp482.340.000.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) Soetarmi menuturkan, pengembalian uang kerugian negara untuk kedua kalinya dilakukan oleh PT. Banteng Laut Indonesia langsung melalui Akbar Nugraha yang bertindak selaku Direktur PT. Banteng Laut Indonesia, Rabu 10 Mei 2023.

Dana kerugian negara yang dikembalikan oleh PT. Banteng Laut Indonesia melalui Akbar Nugraha tersebut, kata Soetarmi, akan dijadikan sebagai barang bukti dalam kasus yang sementara berjalan ini. Di mana total kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan pasir laut untuk kepentingan kegiatan reklamasi proyek Makassar New Port tersebut sebesar Rp7.061.343.713 sebagaimana hasil audit dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar dalam kegiatan penambangan pasir laut Tahun Anggaran 2020 Nomor: 700.04/751/B.V/ITPROV tanggal 3 Februari 2023

Dengan demikian, lanjut Soetarmi, Penyidik Pidsus Kejati Sulsel telah berhasil menyelamatkan 100 persen kerugian negara atau daerah yang ditimbulkan dalam kegiatan menyimpang penetapan harga jual pasir laut pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar TA 2020.

"Sebelumnya, Penyidik juga telah menyita uang sebesar Rp4.579.003.750 dari PT. Alefu Karya Makmur pada 6 Desember 2022 dan kemudian pada 30 Januari 2023 kembali menyita uang sebesar Rp2.000.000.000 dari PT.Banteng Laut Indonesia serta pada hari ini 10 Mei 2023 kembali menyita uang sebesar Rp482.340.000 dari PT. Banteng Laut Indonesia," tutur Soetarmi Rabu 10 Mei 2023.

"Penyidik Pidsus Kejati Sulsel telah bekerja maksimal sehingga berhasil menyita uang kerugian negaras ebesar 100 persen," Soetarmi menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya