Liputan6.com, Jakarta - Inflasi global akhirnya turun, tetapi ketegangan geopolitik yang meningkat dapat dongkrak harga makanan akan jauh lebih mahal.
Dikutip dari CNN, Kamis (20/7/2023), harga gandum berjangka naik hampir 9 persen pada Rabu waktu setempat sehingga sentuh sentuh level tertinggi dalam tiga minggu. Hal ini seiring ketegangan di Eropa meningkat menyusul keputusan mengejutkan Rusia untuk menarik dari kesepakatan penting yang memungkinkan ekspor biji-bijian dari Ukraina.
Advertisement
Harga jagung berjangka naik hampir dua persen pada Selasa seiring pelaku pasar khawatir akan krisis pasokan makanan pokok yang akan datang.
Penarikan Rusia dari kesepakatan pada Senin, 17 Juli 2023 mengancam akan menaikkan harga pangan bagi konsumen di dunia dan dapat membuat jutaan orang kelaparan.
Gedung Putih menuturkan, kesepakatan itu “penting” untuk menurunkan harga pangan di seluruh dunia yang melonjak setelah Rusia invasi Ukraina pada Februari tahun lalu.
“Keputusan Rusia untuk menangguhkan partisipasi dalam Black Sea Grain Initiative akan memperburuk kerawanan pangan dan membahayakan jutaan orang yang rentan di seluruh dunia,” ujar Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, Adam Hodge dalam sebuah pernyataan.
Saat diminta tanggapan mengenai dampak Rusia yang menarik diri dari kesepakatan ekspor biji-bijian dari Ukraina ke Indonesia, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Ratna Sari Loppies menuturkan, hal itu tidak berdampak ke Indonesia.
Hal ini lantaran Indonesia sudah tidak bergantung gandum Rusia dan Ukraina. Selain itu, ia menuturkan, selama ini sulit cari kapal ke Laut Hitam dan asuransi juga tidak berani.
Stok Gandum Nasional Aman
“Menurut saya tidak. Kita tidak bergantung kepada gandum Rusia dan Ukraina. Kita banyak kerja sama dengan Australia, Kanada dan beberapa (negara bagian-red) US. Ada beberapa gandum juga dari Brazil, Bulgaria,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 20 Juli 2023.
Ia menambahkan, stok gandum juga aman. Terkait dampak terhadap harga tepung, ia menuturkan, hal itu bergantung pada harga gandum internasional. “Harga terigu dalam negeri dipengaruhi harga gandum internasional dan rate USD,” tutur dia.
Respons Bos Indofood
Sementara itu, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), Franciscus Welirang menuturkan, saat ini masih biasa saja. “Kalau dunia realitas semua biasa-biasa saja,” tutur pria yang akrab disapa Franky ini.
Ia pun mendorong agar mengecek harga terigu di pasar dan kalau pertimbangan harga tidak naik karena yang menentukan pasar. “Yang menentukan pasar, bukan industri,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat.
Advertisement
Rusia Putuskan Tidak Perbarui Kesepakatan Laut Hitam
Sebelumnya,dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com, kesepakatan Laut Hitam telah diperbarui tiga kali, tetapi Rusia telah berulang kali mengatakan akan menarik diri, dengan alasan terhambat dalam mengekspor produknya sendiri.
Selama akhir pekan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengindikasikan bahwa dia tidak akan memperbarui pakta tersebut, dengan mengatakan bahwa tujuan utamanya - untuk memasok biji-bijian ke negara-negara yang membutuhkan - "belum terealisasi".
Gagalnya kesepakatan itu kemungkinan akan berdampak jauh di luar wilayah tersebut.
Sebelum perang, Ukraina merupakan pengekspor gandum terbesar kelima secara global, terhitung 10 persen dari ekspor, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.