Liputan6.com, Jakarta - Desainer senior Didi Budiardjo mempersembahkan koleksi teranyar 2023/2024 dalam tajuk "Cafe Society". Tema besar dari peragaan busana sang desainer tak lain berakar dari memori masa lalunya ketika menempuh studi di Paris, Prancis.
Didi Budiardjo menuangkan potongan kenangan Paris era 80-an dalam koleksi yang ditampilkan di Grand Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta, pada Rabu, 19 Juli 2023. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, cerita koleksi ini tertuju pada Café de la Paix yang legendaris.
Advertisement
Cafe ini berlokasi di persimpangan Boulevard des Capucines dan Place de l’Opera, kawasan kehidupan sosial yang ternama. Di sana pernah berkumpul para pesohor dunia, mulai dari sastrawan, sineas, musisi hingga bintang film.
Pada satu masa saat Didi menempuh studi ilmu fesyen di Atelier Fleuri Delaporte di Paris, ia menyempatkan diri menikmati keberadaan Café de la Paix. Kala itu, ia memerhatikan para tamu yang datang berpakaian personal masing-masing, berinteraksi sosial menjadi diri sendiri.
Bertahun-tahun berlalu, Didi selalu menyempatkan diri singgah ke Café de la Paix ketika menyambangi Kota Mode tersebut. Ia merasakan aura legendaris yang masih terpancarkan, sehingga lahirlah pemikiran untuk menciptakan satu koleksi rancangan yang mewakili orang-orang yang bertandang ke sana.
Melalui koleksi kali ini, Didi memfokuskan rancangan pada era desain yang hampir belum pernah ia besut, yakni gaya 1980-an. Ia lalu menerapkannya ke gaun cocktail dan gaun-gaun malam elegan khas Didi Budiardjo.
Serapan Gaya hingga Penuh Warna
Ada pula serapan gaya dari Putri Diana Madonna hingga Grace Jones ditebarkan di sejumlah gaun berupa unsur off shoulder, big shoulder, dan vest. Warna-warna vibrant khas 1980-an hadir seperti merah, kuning, oranye, hijau, biru, serta kontras tinggi warna hitam dan putih.
Salah satu karakter Didi Budiardjo adalah pemilihan bahan-bahan yang mewah, juga bahan vintage dari koleksi pribadi. Saat memamerkan karya teranyarnya, ia juga mengundang 100 siswa dari berbagai sekolah mode di Jakarta dan sekitarnya.
Hal tersebut dilakukan agar dapat membagikan semangat Didi Budiardjo kepada para siswa sekolah mode, sebagai generasi muda penerus perjuangan fesyen Indonesia. Misi lainnya adalah memacu semangat para siswa mode untuk terinspirasi dan termotivasi menggapai impiannya agar mampu merealisasikan mimpinya ke dalam sebuah karya.
Pengalaman ini telah Didi rasakan ketika bersekolah mode di Paris. Ia merasakan antusiasme yang tinggi ketika ada ajakan untuk menonton fashion show secara langsung dari seorang perancang busana. Baginya, menonton peragaan busana adalah hal yang paling dinanti sebagai pemacu adrenalin dan semangat dalam dirinya untuk menghasilkan karya terbaiknya.
Advertisement
Cerita Jelang Tidur Didi Budiardjo
Sebelumnya pada Juli 2022 lalu, Didi Budiardjo menyuguhkan peragaan busana bertajuk "Bedtime Stories:. Ia membawakan 56 looks untuk koleksi di bawah label Didi Budiarjo yang sudah dirancang sejak sebelum pandemi.
Desainer yang mengawali karier sejak 1996 itu memanfaatkan koleksi sebagai representasinya akan perjalanan mimpi, manifestasi dari semangat sustainability, dan momen untuk berbagi. "Tidak ada satu orang pun di dunia ini merasa siap menghadapi pandemi ketika dua tahun yang lalu. Ini sesuatu yang di luar dugaan. Saya kira ini akan berakhir cukup cepat, tapi setelah dua tahun nyatanya belum keluar dari pandemi ini," tuturnya dalam jumpa pers jelang pertunjukan pada Rabu sore, 20 Juli 2022.
Situasi pandemi, diakuinya, memengaruhinya sebagai desainer. Ia menyadari bahwa ia tak bisa terlalu memaksakan kehendak, khususnya kepada konsumen yang menjadi target pasarnya. Karena itulah, koleksi yang dihadirkannya kemarin malam bersifat sebagai tawaran dan jawabannya sepenuhnya di tangan konsumen.
"Koleksinya ada daywear, eveningwear, cocktail dress. Saya pandang ini sebagai koleksi multidimensional," ia menerangkan.
Lewat koleksi itu, ia ingin menawarkan ide-ide baru yang belum pernah dilakukan orang sebelumnya. Salah satunya dengan membebaskan diri dari pakem desain era tertentu. Ia berusaha melintasi waktu, era, dan gaya tertentu dalam menerjemahkan kata kunci 'traveling'.
Era 90-an
Sebagian koleksinya membawa penikmat mode ke masa Victorian, lain waktu bergaya Chinoiserie dengan pengaruh siluet cheongsam yang kental. Ada yang bergaya androgini, tetapi konsumen juga bisa menemukan rancangan yang ultra-feminin. Ia menggunakan warna dan motif yang bebas bagai sebuah mimpi tanpa batas, tetapi tetap memasukkan glamor romantis sebagai ciri khas yang ia sebut sudah mendarah daging.
"Saya pikir, prinsipnya setiap wanita memiliki mimpi. Dream dress setiap orang akan berbeda. Yang ingin saya garis bawahi adalah tentang diversity. Itu yang ingin saya tawarkan, semoga bisa menjawab keinginan wanita berpakaian secara baik," ucapnya.
Walau beragam, ada satu benang merah yang dipertahankan dari masing-masing tampilan dalam koleksi terbarunya, yakni kemodernan dan kemudahan berpakaian layaknya era 90-an. "Saya memulai karir di era 90-an, dan kemudahan berpakaian di era tersebut tentu melekat dalam nafas kreativitas saya," kata Didi.
Rancangannya itu menggunakan bahan-bahan seperti velvet, jacquard, chinoiserie, dan guipure. Ia juga menambahkan ornamen beading, fringe, dan diamante sehingga motif pada bahan dasar yang digunakan terkesan lebih dramatis dan dreamy.
Sebagai desainer, ia tak hanya ingin membuat pakaian yang indah. Ada tanggung jawab lebih besar yang diembannya terhadap lingkungan. Untuk itu, ia memanfaatkan kain-kain tak laku untuk diolah menjadi sesuatu yang kekinian.
"Ada beberapa dead stock fabric. Dead stock itu tidak terjual selama beberapa dekade. Saya coba pergunakan untuk koleksi kali ini," kata dia.
Advertisement