Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bercerita mengenai kehebatan Indonesia menghadapi berbagai krisis di sektor ekonomi dan Keuangan yang dihadapi dunia. Dalam hitungannya, tiga krisis mampu dihadapi dan dilewati Indonesia sampai saat ini.
Sri Mulyani menjelaskan, Indonesia mampu pulih dari tiga krisis penting dunia, yaitu krisis moneter tahun 1998, krisis keuangan global 2008, dan krisis dampak pandemi Covid-19.
Advertisement
“Indonesia termasuk sedikit negara yang, sesudah mengalami tiga kali krisis dan belajar dari krisis, kita bisa pulih dan mengelola krisis dengan baik,” kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Jumat (21/7/2023).
Keberhasilan itu disebabkan kemampuan Indonesia dalam membaca data dan belajar dari pengalaman.
Indonesia, sebagai negara, selalu berusaha hadir dalam setiap krisis. Hal itu terefleksikan dalam krisis 1998 ketika negara melakukan penagihan terhadap sektor keuangan yang hampir runtuh.
Negara juga hadir mengelola dan menstabilkan suasana global saat krisis keuangan 2008. Kemudian, seluruh instrumen negara aktif berkontribusi dalam menangani pandemi Covid-19.
“Jadi, kalau ada krisis, pasti keuangan negara mendapat peran. Maka dalam krisis itu, kami selalu menempatkan keuangan negara sebagai instrumen utama,” ujar Menkeu.
Kesiapan instrumen keuangan negara dalam mengantisipasi krisis akan terus dilanjutkan ke depannya, kata Menkeu. Bendahara Negara menjelaskan Indonesia telah belajar dari berbagai krisis keuangan yang terjadi sebelumnya, terutama terkait sektor perbankan.
Penyempurnaan Regulasi
Contoh upaya yang dilakukan Indonesia adalah penyempurnaan regulasi di sektor perbankan dan mengembangkan sektor keuangan bukan bank, seperti asuransi dan dana pensiun.
Keberhasilan Indonesia dalam mengelola krisis, sambung Menkeu, dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bisa tumbuh di atas 5 persen selama enam kuartal berturut-turut.
Selain itu, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sempat melampaui 3 persen karena pandemi COVID-19, berhasil diturunkan ke bawah 3 persen pada 2022. Capaian tersebut di bawah amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang menetapkan batas defisit APBN perlu kembali ke bawah 3 persen per tahun 2023.
“Ini adalah konsolidasi fiskal yang tercepat,” kata Sri Mulyani.
Sering Dicap Menteri Jago Ngutang, Sri Mulyani Beri Jawaban Menohok
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menanggapi pihak-pihak yang menilai dirinya sebagai menteri suka "ngutang" untuk pembiayaan proyek Pemerintah.
"Kalau di ruangan ini Anda cuma bilang wah ini Bu Menteri Keuangan utang melulu, Anda udah ketinggalan kereta jauh banget! Karena sekarang itu we are taking about so many choices of instrument menghadapi tantangan yang makin kompleks," kata Sri Mulyani dalam sambutannya di acara IDE Conference 2023, di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Lebih lanjut, bendahara negara ini menjelaskan, semua negara membutuhkan pembiayaan ekstra salah satunya dengan berhutang. Hal itu dilakukan guna menghadapi situasi ekonomi global yang diselimuti ketidakpastian, termasuk Indonesia.
Advertisement
Realisasi Utang
Kendati demikian, Sri memastikan bahwa pengelolaan utang dilakukan dengan baik dan penuh kehati-hatian.
"Utang itu tidak berarti kita kemudian slopy atau ugal-ugalan, oleh karena itu kita harus hati-hati sekali," sebutnya.
Sebagai informasi, adapun utang pemerintah per April 2023 tercatat sebesar Rp 7.849,89 triliun. Jumlah tersebut turun Rp28,19 triliun dari Maret 2023 yang tercatat sebesar Rp 7.879,07 triliun. Dengan demikian, rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,15 persen.
Catatan tersebut masih berada di bawah batas aman atau thresold rasio utang pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang maksimal 60 persen dari PDB dan defisit APBN maksimal 3 persen dari PDB.