Polri Terus Jaring Pelaku TPPO, 834 Orang Jadi Tersangka hingga 20 Juli 2023

Polri terus menjaring para pelaku kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Total, ada 834 orang menjadi tersangka atas perkara tersebut hingga 20 Juli 2023.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 21 Jul 2023, 17:26 WIB
46 WNI Korban TPPO Myanmar Tiba di Bandara Soetta. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Jakarta Polri terus menjaring para pelaku kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Total, ada 834 orang menjadi tersangka atas perkara tersebut hingga 20 Juli 2023.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan, data tersebut tercatat berdasarkan hasil Analisis dan Evaluasi (Anev) Penanganan TPPO Satuan Kerja Bareskrim Polri dan Polda jajaran periode 5 Juni sampai dengan 20 juli 2023.

“Laporan polisi sebanyak 702 laporan, jumlah korban TPPO 2.154 orang, jumlah tersangka 834 orang,” tutur Ahmad kepada wartawan, Jumat (21/7/2023).

Dia merinci modus operandi yang digunakan para pelaku perdagangan orang antara lain seolah-olah sebagai penyalur pekerja rumah tangga sekaligus Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal sebanyak 477 orang, Anak Buah Kapal atau ABK 9 orang, dan Pekerja Seks Komersial (PSK) 208 orang. 

“Untuk eksploitasi anak sebanyak 53 orang,” kata Ahmad.

Hambatan

Sebelumnya, polisi ungkap hambatan dalam mengusut kasus jual-beli ginjal sindikat internasional. Salah satu penyebabnya karena proses operasi transplantasi ginjal antara pendonor dengan resipien atau penerima berlangsung di salah satu rumah sakit pemerintah Kamboja.

Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Krishna Murti menerangkan, pada prinsipnya, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selalu berinteraksi dengan dunia internasional. Ia mendeteksi kejahatan ini terjadi di beberapa negara wilayah Asia Tenggara, Timur Tengah dan beberapa negara di eropa

Div Hubinter dalam hal ini melakukan koordinasi memfasilitasi para penyidik baik itu penyidik bareskrim, penyidik polda. 

Krishna mengakui menghadapi tantangan yang sangat rumit dalam memafisilitasi penyidik mengusut kasus jual-beli ginjal sindikat internasional.

Krishna menguraikan, kesulitannya yaitu belum ada kesepahaman tentang kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) baik di lingkungan internal dalam negeri domestik khususnya kementerian lembaga, termasuk KBRI.

"Sebagian menganggap ini tidak terjadi tindak pidana, tapi kami yakinkan ini telah terjadi tindak pidana," kata dia dalam keterangannya, Kamis (20/7/2023).

Selain itu, tindak pidana jual-beli ginjal dilakukan di rumah sakit yang secara otoritas di bawah kendali pemerintahan Kamboja.

"Terjadi eksekusi, transaksi ginjal itu di rumah sakit pemerintah," ujar dia.

 


Soal Pemulangan Korban TPPO

Krishna menerangkan, ini kemudian menjadi catatan Div Hubinter untuk berkomunikasi dengan otoritas yang lebih tinggi seperti ke staf khusus Perdana Menteri untuk meminta bantuan memulangkan para korban TPPO.

"Kami juga berkomunikasi ketat dengan kepolisian Kamboja. Kami juga berkomunikasi ketat dengan interpol kamboja. Alhamdulillah kasus ini bisa terungkap," ujar dia.

Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi membenarkan tidak ada kesepahaman tentang TPPO menjadi salah satu hambatan. Apalagi di Kamboja belum tentu sama dengan tindak pidana di sana padahal ini adalah double crimianlity.

"Di sana juga perbuatan melawan pidana karena pada tahun 2014 ini juga pernah ada penindakan di rumah sakit ini dan ditangkap petinggi di Kamboja sana," ujar Hengki.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya