Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah punya target untuk menyediakan 220.000 unit rumah bersubsidi pada 2023 ini. Namun, ada salah satu tantangan, yakni naiknya harga jual rumah subsidi.
Kementerian PUPR mencatat, pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dibutuhkan 220 ribu rumah. Ini ditopang dengan alokasi anggaran sebesar Rp 25 triliun, baik dari APBN maupun dana lungsuran.
Advertisement
"Tentu angka 220.000 itu mengacu pada harga satu unit rumah. Dengan kenaikan (harga rumah subsidi, itu pembaginya akan menjadi lebih besar," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna di Kementerian PUPR, Jumat (21/7/2023).
Herry menerangkan, dengan harga sebelumnya, target pembangunan bisa meningkat hingga 229 ribu unit rumah. Namun, adanya harga baru membuat pemerintah dan BP Tapera haru putar otak.
Bisa dibilang, ketika harga satu unit rumah subsidi mengalami kenaikan, berarti alokasi pembangunan dari anggaran yang sudah diteken menjadi makin sedikit. Namun, Herry membidik tetap bisa merampungkan target yang dipatok.
"Kalo bisa 220.000 aja udah bagus ya. Seperti itulah kondisinya karena kenaikan harga rumah ini datangnya setelah pengalokasian. Ini kan sudah berjalan," ujarnya.
"Tapi 6 bulan kemarin yang 70 sekian ribu atau 100 ribu (unit) mungkin ya pak itu sudah pakai harga lama, jadi yang baru kan hanya tinggal separuh," sambung dia.
Pekerja Informal Bisa Cicil Rumah
Sebelumnya, BP Tapera berencana untuk memperluas segmen kepesertaan bagi pekerja informal, seperti pedagang pasae hingga tukang cukur. Artinya, pekerja sektor itu bisa menikmati fasilitas cicilan kepemilikan rumah melalui layanan yang diberikan BP Tapera.
Perlu diketahui, sejauh ini, peserta BP Tapera masih dibatasi hanya untuk kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, pejabat negara, pegawai BUMN/BUMD, pekerja swasta, hingga pekerja penerima upah. Sementara, pekerja sektor informal rencananya baru bisa menjadi peserta BP Tapera mulai Agustus 2023, bulan depan.
"Tahun ini akan memperluas peserta sasarannya adalah peserta mandiri. Ada dua kriteria, masyarakat bukan penerima upah atau informal, atau pekerja tidak tetap seperti honorer. Itu pakai skema-skema tabungan tapi pembayarannya pakai FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan)," ujar Komisioner BP Tapera Adi Setianto dalam Media Briefing di Kementerian PUPR, Jumat (21/7/2023).
Advertisement
Target 50 Ribu Peserta
Dia menuturkan, saat ini pihaknya masih menyusun aturan skema yang nantinya akan berlaku. Dia menargetkan pada implementasi nantinya, akan ada 50 ribu peserta.
"Insyaallah bulan Juli-Agustus kita mulai bisa implementasi. Targetnya 50 ribu penyalurannnya. Anggaran mudah-mudahan didukung BTN dan teman-teman agregetor yang lain agar bisa capai itu," kata dia.
Agregator yang dimaksud Adi adalah asosiasi dari sektor pekerja informal yang disebutnya. Langkah ini dimaksudkan untuk memudahkan pendataan kesepertaan BP Tapera tadi.
"Tukang potong rambut, gojek, pedagang bakso itu asosiasi, pedagang di pasar, kaya gitu. Insyaallah kalau dengan BTN sudah clear mudahan bulan Juli atau awal Agustus (bisa berjalan)," terangnya.