Liputan6.com, Jakarta - Syahdan, KH Mahrus Aly Lirboyo bersama rombongan tengah melintas di Sembayat, Gresik. Nahas, sopir mengantuk sehingga mobil yang ditumpangi KH Mahrus Aly tercebur ke Sungai Bengawan Solo.
Disebut bengawan karena Bengawan Solo memang sungai yang besar, lagi dalam. Bahkan, pada masa lalu, Bengawan Solo dilintasi kapal-kapal dagang berukuran besar.
Baca Juga
Advertisement
Alhasil, mobilpun tenggelam bersama dengan seluruh penumpangnya, termasuk KH Mahrus Ali.
Anggota rombongan yang berada di mobil lainnya pun khawatir bukan kepalang. Itu termasuk Bupati Gresik, yang turut berkonvoi, namun beda mobil.
Lantaran sulitnya evakuasi, akhirnya mereka berinisiatif mendatangkan derek dari Surabaya. Padahal perjalanan derek menuju lokasi memakan waktu beberapa jam.
Selama itu pula, tak ada yang bisa dilakukan, terkecuali berdoa. Memang, KH Mahrus dikenal sebagai ulama yang punya daya linuwih atau karomah.
Secara nalar, dalam kondisi tenggelam beberapa jam, maka orang yang tenggelam dan tak bisa bernafas akan meninggal. Begitupun spekulasi anggota rombongan dan masyarakat sekitar.
Simak Video Pilihan Ini:
KH Mahrus Malah Merokok di Mobil yang Tenggelam
Beberapa waktu kemudian, sampailah mobil derek. Operator langsung mengait mobil dan langsung menarik mobil yang ditumpangi KH Mahrus Aly Lirboyo.
Bukannya kabar duka yang terpampang di depan mata, mereka justru menyaksikan, seluruh penumpang selamat. Tak ada setetespun air yang masuk ke dalam mobil.
Sampai di atas, pintu mobil dibuka, Mbah Mahrus malah sedang merokok.
“Ternyata merokok menghidupkanmu, tidak membunuhmu!” canda KH Chalwani Berjan, shohibul hikayat.
Karena keanehan tidak ada air yang masuk ke mobil Mbah Mahrus, sampai-sampai, dimuat di Jawa Pos dan Surabaya Pos: 'Ada Kyai Anti Air'.
Itulah karomah Mbah Mahrus Lirboyo, luar biasa. Al-Fatihah. (Sumber: NU Tempoe Doeloe via Laduni.id).
Advertisement
Profil KH Mahrus Ali Lirboyo
Mengutip Lirboyo.net, KH. Mahrus Aly lahir di dusun Gedongan, kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dari pasangan KH Aly bin Abdul Aziz dan Hasinah binti Kyai Sa’id, tahun 1906 M. Beliau adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara. Masa kecil beliau dikenal dengan nama Rusydi dan lebih banyak tinggal di tanah kelahiran.
Sifat kepemimpinan beliau sudah nampak saat masih kecil. Sehari-hari beliau menuntut ilmu di surau pesantren milik keluarga. Beliau diasah oleh ayah sendiri, KH Aly dan sang kakak kandung, Kiai Afifi.
Saat berusia 18 tahun, beliau melanjutkan pencarian ilmu ke Pesantren Panggung, Tegal, Jawa Tengah, asuhan Kiai Mukhlas, kakak iparnya sendiri. Disinilah kegemaran belajar ilmu Nahwu KH. Mahrus Aly semakin teruji dan mumpuni.
Selain itu KH. Mahrus Aly juga belajar silat pada Kiai Balya, ulama jawara pencak silat asal Tegal Gubug, Cirebon. Pada saat mondok di Tegal inilah KH. Mahrus Aly menunaikan ibadah haji pada tahun 1927 M.
Di tahun 1929 M, KH. Mahrus Aly melanjutkan ke Pesantren Kasingan, Rembang, Jawa Tengah asuhan KH. Kholil. Setelah 5 tahun menuntut ilmu di pesantren ini (sekitar tahun 1936 M) KH. Mahrus Aly berpindah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Karena sudah punya bekal ilmu yang mumpuni KH. Mahrus Aly berniat tabarukan di Pesantren Lirboyo. Namun beliau malah diangkat menjadi Pengurus Pondok dan ikut membantu mengajar. Selama nyantri di Lirboyo, beliau dikenal sebagai santri yang tak pernah letih mengaji. Jika waktu libur tiba maka akan beliau gunakan untuk tabarukan dan mengaji di pesantren lain, seperti Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, asuhan KH. Hasyim Asy’ari. Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan, Magelang, asuhan Kiai Dalhar dan juga pondok pesantren di daerah lainnya seperti; Pesantren Langitan, Tuban, Pesantren Sarang dan Lasem, Rembang.
KH. Mahrus Aly mondok di Lirboyo tidak lama, hanya sekitar tiga tahun. Namun karena alimnya kemudian KH. Abdul Karim menjodohkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Zaenab, tahun 1938 M. Pada tahun 1944 M, KH. Abdul karim mengutus KH. Mahrus Aly untuk membangun kediaman di sebelah timur komplek Pondok.
Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH. Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan tampuk kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo. Di bawah kepemimpinan mereka berdua, kemajuan pesat dicapai oleh Pondok Pesantren Lirboyo.
Santri berduyun-duyun untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari KH. Marzuqi dahlan dan KH. Mahrus Aly, bahkan ditangan KH. Mahrus Aly lah, pada tahun 1966 lahir sebuah perguruan tinggi yang bernama IAIT (Institut Agama Islam Tribakti).
KH. Mahrus Aly ikut berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan ini nampak saat pengiriman 97 santri pilihan Pondok Pesantren Lirboyo, guna menumpas sekutu di Surabaya, peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya.
Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.KH. Mahrus Aly mempunyai andil besar dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah Jawa timur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mustasyar PBNU pada tahun 1985 M.
Senin, 04 Maret 1985 M, sang istri tercinta, Nyai Hj. Zaenab berpulang ke Rahmatullah karena sakit Tumor kandungan yang telah lama diderita. Sejak saat itulah kesehatan KH. Mahrus Aly mulai terganggu, bahkan banyak yang tidak tega melihat KH. Mahrus Aly terus menerus larut dalam kedukaan.
Banyak yang menyarankan agar KH. Mahrus Aly menikah lagi supaya ada yang mengurus beliau, namun dengan sopan beliau menolaknya. Hingga puncaknya yakni pada sabtu sore pada tanggal 18 Mei 1985 M, kesehatan beliau benar-benar terganggu, bahkan setelah opname selama 4 hari di RS Bhayangkara Kediri, beliau dirujuk ke RS Dr. Soetomo, Surabaya. Delapan hari setelah dirawat di Surabaya dan tepatnya pada Hari Ahad malam Senin Tanggal 06 Ramadlan 1405 H/ 26 Mei 1985 M, KH. Mahrus Aly berpulang ke rahmatullah. Beliau wafat diusia 78 tahun.
Tim Rembulan
Baca Juga