Liputan6.com, Jakarta Aturan perundungan (bullying) pada dokter, terutama calon dokter spesialis baru saja diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Bagi para pelapor atau pengadu dapat melaporkan kejadian bullying melalui WhatsApp 081299799777 dan situs Kemenkes di https://perundungan.kemkes.go.id/.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi menegaskan, bullying pada dokter turut menjadi perhatian serius dari organisasi profesi. Selama ini, IDI ikut andil menangani kasus bullying di lingkungan pendidikan kedokteran.
Advertisement
"Kasus bullying sudah menjadi perhatian bagi kami. Kami beberapa kali sudah menangani beberapa kali kasus bullying di sistem pendidikan," tegas Adib melalui konfirmasi yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu, 22 Juli 2023.
Segera Laporkan Kasus Bullying
IDI juga sudah membuat fatwa soal masalah bullying dokter. Bila ada dokter yang menjadi korban perundungan diharapkan untuk segera melapor.
"Jika ada kasus terkait dengan bullying yang dialami teman-teman, khususnya peserta didik, segera laporkan kepada kami," ucap Adib.
"Kami, Ikatan Dokter Indonesia siap mem-backup dan segera kita koordinasikan -- jika ada laporan kasus bullying -- dengan institusi pendidikan."
Fatwa Perundungan di Lingkungan Kedokteran
Adapun Fatwa Etik Kedokteran MKEK Pusat Nomor 044 Tahun 2022 mengenai perundungan di lingkungan profesi kedokteran yang terbit pada 1 Maret 2022, di antaranya:
1. Setiap dokter di Indonesia wajib memahami bahwa perundungan di lingkup profesi kedokteran meliputi pendidikan, pelayanan, penelitian, dan aktivitas di organisasi profesi kedokteran merupakan suatu bentuk perbuatan yang sangat tidak etis, tidak profesional, dan merusak nilai luhur profesi kedokteran.
Oleh karena itu, terjadinya perundungan di lingkup profesi kedokteran tidak dapat ditoleransi sama sekali.
2. Setiap dokter di Indonesia tidak boleh melakukan tindak perundungan dalam bentuk apapun terhadap sejawat dokter, tenaga kesehatan, peserta didik, rekan kerja, sesama pengurus organisasi profesi kedokteran, pasien, keluarga/wali pasien, dan masyarakat pada umumnya.
Tindakan yang dapat dikategorikan perundungan meliputi:
- Ucapan, bahasa tubuh, dan tindakan yang bersifat derogatif (menghina dan/atau merugikan orang lain), memaksa, menyakiti, atau mengintimidasi.
- Unggahan di media massa, media sosial, dan media lainnya yang bersifat derogatif, memaksa, menyakiti, atau mengintimidasi.
- Pemaksaan untuk melakukan pekerjaan yang tidak termasuk dalam tugas sesuai ketentuan dalam lingkungan profesi kedokteran meliputi institusi pendidikan, pelayanan, dan penelitian kedokteran.
- Pemaksaan kepada orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu demi kepentingan pribadi pelaku perundungan yang tidak sesuai dengan norma etik kedokteran.
- Penugasan paksa di luar waktu kerja atau belajar yang ditetapkan sesuai ketentuan dalam institusi pendidikan, pelayanan, dan penelitian kedokteran.
Advertisement
Bikin Menkes Budi Gunadi Geram
Praktik bullying dokter yang telah mengakar bertahun-tahun membuat geram Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Perundungan yang kerap menimpa calon dokter spesialis perlu diberantas, khususnya mereka yang belajar di Rumah Sakit (RS) Vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Pengaturan bullying pada dokter beserta sanksinya ketat tertuang dalam Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.01/Menkes/1512/2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan Di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
“Saya hanya bisa atur yang saya bisa atur. Itu tadi misalnya, peserta didik kan bukan anggota civitas rumah sakit kita secara resmi, tapi kan dia praktiknya di rumah sakit kita (RS Vertikal Kemenkes),” terang Budi Gunadi saat memberikan keterangan pers terkait ‘Peraturan Bullying dalam UU Kesehatan’ di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Kamis, 20 Juli 2023.
“Jadi apakah kita memecat mereka sebagai peserta didik atau penurunan tingkatan? Ya enggak bisa. Tapi saya berhak bilang, kamu belajarnya jangan di sini, di rumah sakit lain aja.”
Merusak Suasana Belajar, RS Jadi Toxic
Selain itu, Budi Gunadi tak ingin RS Vertikal Kemenkes menjadi toxic – membawa pengaruh buruk – gara-gara terdapat kejadian bullying senior ke junior maupun pengajar terhadap peserta didiknya.
“Saya juga bisa bilang, kalau kamu belajar di sini, merusak suasana belajar mengajar yang baik dan rumah sakit kita jadi toxic juga, kita enggak mau,” pungkasnya.
“Ya udah aja, cari rumah sakit lain yang bisa belajar dengan practices seperti itu. Kita konsentrasi ke rumah sakit pendidikan yang memang dalam kelola kami. Mudah-mudahan bisa menjadi contoh.”