Liputan6.com, Jakarta - KH Hasyim Asyari adalah seorang ulama besar dan salah satu tokoh sentral dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia serta pendiri dan pemimpin pertama Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di dunia.
Lahir pada tahun 1871 di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur, KH Hasyim Asy'ari berasal dari keluarga ulama yang terkenal. Dia belajar agama Islam dari ayahnya dan meneruskan pendidikannya di berbagai pesantren terkenal di Jawa Timur.
Pada tahun 1926, KH Hasyim Asyari menjadi kunci dalam pendirian Nahdlatul Ulama. Organisasi ini bertujuan untuk melawan paham modernisasi Islam yang dianggapnya bertentangan dengan ajaran agama dan budaya Jawa.
NU tumbuh menjadi kekuatan besar dalam masyarakat Indonesia (nahdliyin), terutama di kalangan pesantren (pondok pesantren) yang merupakan pusat pendidikan tradisional agama Islam.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, KH Hasyim Asy'ari terus berperan sebagai seorang ulama dan tokoh spiritual yang dihormati, hingga meninggal di tahun 1947.
Baca Juga
Advertisement
Sebagai tokoh dan ulama besar, juga karena kesalehan serta kedekatannya dengan Allah SWT maka tak mengherankan jika KH Hasyim Asyari memiliki sejumlah karomah. Sejumlah karomah tersebut diantaranya ditulis M Abror Rosyidin dalan tebuireng.online.
Simak Video Pilihan Ini:
Sosok Kiai yang Kental Ibadah
Mengutip tebuireng.online, Kyai Hasyim Asy’ari memang bukanlah Kyai yang faktual di bidang kesufian. Bahkan dalam beberapa literatur Kyai Hasyim mengkritik praktik sufi yang berlebihan. Tapi bukan berarti anti. Baginya semua sah-sah saja, asal tidak menyalahi syariat agama.
Sebagai Kyai khas, beliau sangatlah kental dengan ibadah yang kuat, sholat malam, puasa, dzikir, sholat sunnah, dan beramal saleh.
Ada beberapa karomah yang pernah dipersaksikan. Tulisan ini merupakan hasil wawancara dengan beberapa santri KH Hasyim ASy'ari yaitu KH Abu Bakar dan bebearapa santri lainnya.
Advertisement
Karomah KH Hasyim Asy'ari
1. Mengetahui isi hati orang
Mengetahui isi hati orang lain, bukanlah sembarang pencapaian. Tentu kebersihan hati dan keteguhan spiritual yang dapat sampai pada kemampuan itu. Kyai Hasyim menurut kesaksian Kyai Abu Bakar dapat mengetahui isi hati orang lain, padahal saat itu tidak pernah diceritakan hal tersebut kepada beliau.
Misalnya, sebagai santri kalong yang tidak menginap di pondok, Kyai Abu Bakar pulang pergi pondok dan rumah. Suatu saat ia berangkat dari rumah ke pondok jalan kaki melewati prostitusi dekat pondok, yang juga merupakan bentukan pemerintah Hindia Belanda melalui Pabrik Gula Tjoekir.
Ia tiba-tiba menggumam dalam hati, kok bisanya tempat seperti ini ada dekat sekali dengan pondok. Ia melihat perempuan-perempuan di pinggir jalan menjajakan diri, menawarkan diri pada lelaki hidung belang yang mungkin kebetulan lewat dan mau mampir. Saat itu ia juga ditawari.
Dalam benaknya, “kok bisanya dekat Pondok Tebuireng, ditempati wanita-wanita seperti ini”. Saat itu usianya masih muda, jelas pikiran mudah sekali kemana-mana. Sesampainya di pondok, beliau tetap kepikiran tentang hal itu.
Tiba-tiba, pukul 08.00 WIB seusai mengaji, Kyai Hasyim mengumpulkan santri, Abu Bakar muda ada di antara kumpulan santri itu. Banyak hal yang menjadi topik pengajian kala itu. Namun terakhir, Kyai Hasyim mengatakan perkataan yang cukup mencengangkan dalam benak Abu Bakar remaja.
“Ngene ya leh yo, jeding iku ono cerene, lek gak ono cerene gak nduwe jeding” artinya “Begini ya nak, kamar mandi itu ada saluran pembuangan limbah, kalau tidak ada tempat pembuangan, bagaimana bisa punya kamar mandi”.
Mendengar dawuh begitu, Abu Bakar muda ini tersentak seperti didawuhi di depan umum oleh Kyai Hasyim, padahal santri lain tidak tahu bahwa itu menyindir santri kalong bernama Abu Bakar. Sejak saat itu, Abu Bakar tidak mau berprasangka buruk lagi, tentang pondok dan keadaan masyarakat sekitarnya.
Pengalaman kedua, masih sama. Pembelajaran kelas, biasanya berakhir menjelang dzuhur. Santri Abu Bakar yang merupakan santri kalong biasanya pulang setelah sholat dhuhur. Terbersit pikirannya untuk tidak ikut sholat jamaah dan hendak langsung lari pulang.
Tiba-tiba dijawil oleh Kyai Hasyim, diminta untuk tidak pulang terlebih dahulu, diminta sholat jamaah di pondok dulu. “Jok moleh sek, jamaah dzuhur sek,” kata beliau, artinya, “Jangan pulang dulu, jamaah dzuhur dulu”. Akhirnya Abu Bakar tadi, tidak jadi pulang, ikut sholat berjamaah plus dengan wiridnya.
2. Identifikasi Kebohongan Orang Lain
Cerita selanjutnya datang dari penuturan almarhum Kyai Tahmid, guru Nahwu zaman Kyai Hasyim. Kang Tahmid ini santri senior asal Brebes Jawa Tengah. Cerita ini dari Kyai Abdul Haq Brebes yang mendengar langsung dari KH Tahmid Jagalempeni saat mengaji.
Kyai Tahmid yang saat itu santri kepercayaan Kyai Hasyim menerima tamu, pernah ditimbali Kyai Hasyim untuk melayani tamu yang datang. Pamannya, Kang Bahruddin yang juga santri senior di Tebuireng, diminta oleh beliau untuk memanggilnya.
Lalu Kang Tahmid bergegas ke Ndalem Kyai Hasyim dekat masjid pondok. Kang Bahruddin mengingatkan agar Kang Tahmid sholat dulu. Namun, Kyai Tahmid malah menundanya, nanti saja katanya.
Saat di Ndalem Kyai Hasyim bertanya pada Kang Tahmid, apakah sudah sholat apa belum. Kang Tahmid berbohong mengatakan sudah. Kyai Hasyim lalu sontak meminta Kang Tahmid sholat dulu dengan nada separuh membentak dari tempat duduk beliau.
“Tahmiiid…. sana sholat dulu!!”. Tahmid kaget bukan kepalang ternyata gurunya tahu kalau ia belum sholat. Ia gemetar, tak kuasa untuk berubah dari posisi bersimpuhnya. Ia ingin bergerak tapi tak kuasa. Alot dan rasanya panas dingin. Keringat mengucur begitu derasnya.
Kemudian, Kyai Hasyim menghampiri Tahmid sambil menepuk-nepuk pundaknya. “Sana sholat dulu… lain kali jangan gugup dan ‘bohong’. Biar tamu ini aku ladeni sendiri.” Dan Tahmïd pun merasa badannya kembali enteng.
Segera ia menuju ke bilik kamarnya. Tentu saja bukan kebetulan Kyai Hasyim menabak-nebak. Karena beliau memang dikenal bisa mengindentifikasi kebohongan, entah dari fisik maupun metafisik.
Advertisement
3. Digoyang-goyang, Rumah Miring Bisa Tegak Lagi
Kebetulan kami pernah mewawancarai seorang santri beliau, santri kalong juga ternyata. Rumahnya di Cukir, rumahnya sangat kecil dan memperihatinkan. Bahkan kita ketemu saja, karena tidak sengaja mengurus dokumentasi bakti sosial perbaikan MCK dalam rangka 120 tahun Tebuireng.
Beliau namanya Ahmad Thaib, jauh dari kesan Kyai atau ahli agama, dengan pakaian biasa. Beliau ini bercerita tentang salah satu karomah Kyai Hasyim. Suatu saat si Thaib muda merenung di senggangnya waktu.
Tiba-tiba Kyai Hasyim datang dan bertanya, “Ada apa, Nak, kok melamun?,”. Ahmad Thaib menjawab, “Itu, rumah saya doyong (miring)”. Akhirnya Kyai Hasyim mengajak Ahmad Thaib melihat rumahnya yang miring itu.
Sesampainya di sana, Kyai Hasyim hanya menggoyang-goyang salah satu bagian rumah yang miring. Alhamdulillah, rumah itu lurus kembali, alias berdiri tegak lagi. Ahmad Thaib terkejut sambil senang.
Terkejut karena seperti ajaib sekali, rumah digoyang-goyang saja, yang asalnya miring menjadi lurus. Karena kalau dibenarkan tukang bisa memakan biaya mahal dan tentunya selesai dalam berhari-hari.
Di balik semua itu, ia merasa senang dan gembira, rumahnya bisa berdiri tegak lagi. Kata Mbah Ahmad Thaib begitulah cara beliau menyenangkan santri, kadang tidak terduga.
4. Menyumbat Mesin Giling Pabrik Gula Tjoekir
Satu lagi kesaksian Kyai Abu Bakar tentang karomah Kyai Hasyim Asy’ari. Santri pernah dibuat heran, takjub, plus ngeri.
Di depan Tebuireng pada masa penjajahan Belanda, ada rel kereta yang biasa dilalui kereta komersil Jombang-Kediri, Jombang-Surabaya dana beberapa rute lainnya. Namun terkadang juga bisa dilalui oleh lori yang mengangkut tebu-tebu untuk digiling di Pabrik Tjoekir.
Suatu saat lori yang mengangkut tumpukan tebu siap giling, terguling. Tebu-tebu berhamburan. Santri yang mengetahui itu, berhamburan mengambil tebu itu. Lalu mandor Belanda datang dan memukuli mereka.
Berita itu sampai di telinga Kyai Hasyim dan Sang Kyai marah besar. Kyai Hasyim mendatangi pabrik tersebut dan menuju mesin penggilingannya. Saat giling memang sangat sibuk sekali pabrik. Pabrik Tjoekir termasuk pabrik yang paling besar di Jawa Timur.
Entah bagaimana Kyai Hasyim mengeluarkan kunyahan susur atau kinang dari mulutnya. Lalu disumpelkan atau dimasukkan mesin penggilingnya. Wallau A’lam, mesin berhenti dan padam.
Kyai Hasyim membiarkannya sampai 3 hari. Pabrik tidak bisa beroprasi, rugi bandar pabrik ini. Tebu-tebu yang datang mengantri untuk digiling, menjadi kering. Teknisi yang ada un takmampu memperbaikinya. Akhirnya pihak pabrik sowan kepada Kyai Hasyim dan meminta maaf.
Sejak saat itu, Belanda membiarkan santri mengambil tebu gratis.
Terlepas dari semua karomah di atas, Kyai Hasyim adalah manusia biasa. Bedanya, adalah tingkatan kedekatan dengan Allah yang berbeda dengan kita.
Kakek dari Gus Dur ini ahli ilmu dan ibadah. Percaya atau tidak percaya, hal-hal seperti disaksikan oleh saksi hidup. Semoga bermanfaat dan menambah perbendaharaan kisah inspiratif kita dari sosok Kyai Hasyim Asy’ari. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo
Advertisement